3. First Oddity

426 80 89
                                    

Di tengah ramainya suasana kantin, Nayara mengunyah sesendok nasi goreng yang baru dia masukkan ke dalam mulut. Netra cokelat terangnya menatap sekeliling hampa. Dia mengepalkan satu tangan.

Tadi pagi, untuk kesekian kali dalam hidupnya Nayara menjeda waktu. Dia tidak bisa mempertahankan egonya ketika melihat sebuah mobil yang hampir melindas ibu-ibu bersama kereta bayinya.

Karena itu, sepuluh menit setelah menjeda waktu, Nayara kembali melihat satu kebohongan dari orang sekitarnya.

Cewek berambut sepunggung itu meletakkan sendok dan garpunya setelah selesai makan. Dia meluruskan pandangan pada Zanna, sahabat sekaligus teman sebangkunya.

Kali ini, Nayara melihat satu kebohongan dari Zanna. Dua minggu yang lalu, Nayara mengajak sahabatnya itu ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas kelompok. Lalu Zanna berbohong. Dia meminta izin dengan alasan ingin pergi melayat ke peringatan kematian kerabatnya.

Nyatanya, Zanna tidak pergi kesana. Dia malah pergi ke Kafe 62, menemui seseorang yang dia kenal melalui aplikasi kencan di ponselnya.

"Eh, kalian udah denger belum? Tentang si Tenri?"

Di meja makan yang ditempati tiga orang itu, Putri membuka pembicaraan. Nayara menyimak dengan tenang. Zanna menegapkan tubuh mulai tertarik.

"Belum. Kenapa dia?" tanya Zanna.

Putri meneguk minumannya. "Katanya, dia jadi simpenan Om-Om kaya."

"Eh iya," sahut Zanna sambil melihat sekeliling. Dia berbisik antusias, "gue pernah denger, ada yang pernah ciduk dia jalan sama Om-Om. Di Hotel. Berdua doang."

"Jadi bener?" Putri menggeleng-geleng. Dia berdecak. "Gak nyangka banget. Padahal kelihatannya dia pendiem."

Zanna tersenyum, sarat akan cemoohan. "Gue denger dia juga hamil, loh. Bahkan, ada beberapa yang bilang, bentar lagi dia bakal di D.O."

"Nay, lo kok diem doang?" Putri melempar pertanyaan.

Nayara memandang Zanna dan Putri bergantian. "Gue cuma bingung. Apa ngomongin masalah orang lain bisa semenyenangkan itu?"

Putri meringis. "Gak gitu. Kita, kan, cuma bertukar informasi," kilahnya. "Biar selalu update."

"Iyaa," sahut Zanna membenarkan. "Niatnya bukan buat ngejelekin, kok."

Nayara terkekeh. Mendengar jawaban yang mereka lontarkan membuat perutnya seperti dikelitik. Dari beragam alasan lain yang bisa digunakan, mereka justru memilih alasan yang sekonyol dan setidak masuk akal itu?

"Kalian lucu, ya?" cetusnya. "Kalau nanti gue cerita masalah kalian ke orang lain, terus gue otak-atik kebenarannya dengan alasan biar selalu update. Itu ... gak masalah, kan?"

Zanna dan Putri terdiam.

Nayara mengangkat sebelah alis. Dia menopang dagu dengan tangannya. "Guys, gak pa-pa kalo kalian mau cerita. Tapi, jangan masukin perasaan, spekulasi dan pendapat pribadi kalian." Dia mengukir senyum manis. "Inget, jangan gampang percaya sama gosip."

Putri membuka mulut, ingin membela diri. "Tap—,"

"AAAAA!"

Suasana kantin yang awalnya ramai kini kian menjadi. Seluruh pasang mata tertuju pada sumber jeritan yang menggema.

Tepatnya, pada seorang cewek yang tergeletak di lantai.

Nayara memberi seluruh atensinya. Dia menatap lamat-lamat keadaan cewek itu. Mulut yang mengeluarkan busa, tubuh yang kejang-kejang, juga wajah dan bibir yang mulai membiru.

Mata Nayara membola. Dia menyaksikan cewek itu mulai melemah dengan napas yang pendek-pendek.

Hingga akhirnya cewek itu kehilangan kesadaran dan tidak bergerak lagi.

Nayara enggan melihat pilu dan rasa putus asa yang tersirat dalam mata cewek itu. Tapi, dia tidak bisa mengalihkan fokus dari semuanya.

Karena untuk pertama kalinya, Nayara tidak pergi dan memberikan bantuan. Rasa syok yang menjalari tubuhnya membuatnya lupa untuk bertindak.

Nayara menggigit bibir. Satu pertanyaan terus terngiang dalam kepalanya.

Jika dia menjeda waktu, apa nyawa Tenri bisa diselamatkan?

∆∆∆

Yosh✋🏻

What do you think about this part?

Algriff Spinx.

Just For a Moment (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang