Nayara PoV
“I’m here. Lia is here.”
Aku membuka mata perlahan, dan rasa sakit mulai menjalari sekujur tubuhku. Tapi, kutelan semua itu dan beranjak duduk. Pandanganku agak kabur, jadi mesti mengerjap beberapa kali sebelum kembali jernih.
Bisikan tadi terdengar dekat sekali dari telingaku hingga otot-otot dan kesadaranku mendadak kembali. Kualihkan pandangan ke samping, pada Aurel yang sedang memegang pinggiran ranjang dengan senyuman merekah.
Ah, haruskah dia kupanggil Lia?
“Kayaknya kata-kata gue mujarab banget, ya? Sampe lo langsung bangun gitu,” ucapnya sama sekali tidak terlihat gugup.
Aku memandanginya cukup lama tanpa berbicara hingga rasanya ruangan ini didera hening. “Long time no see, Lia.”
Dia mengulas senyum lagi. “Oh, jadi lo udah ingat, ya?” tanyanya. “Bagus dong. Gue nggak perlu memperkenalkan diri lagi.” Tangannya dijulurkan padaku. “Lama nggak ketemu juga, Aya!”
Aku tidak pernah sempat membalas uluran tangan itu karena mendadak pintu terbanting keras. Muncul Liam dengan wajah panik bercampur berang. Dia menarik kerah baju Aurel hingga cewek itu terseret ke dinding.
“Lo ... pelaku kasus Cat Kuku Merah, kan?!”
“Ohoo! Santai, Li. Gue nggak akan kabur kok!” sahut Aurel dengan santainya. Aku bahkan melihat raut wajahnya yang tidak melepas senyum. “Kalian terlalu lama. Makanya, tiga orang itu keburu mati.”
Liam makin berang. Hampir saja dia memaki-maki Aurel kalau saja Felix dan Inspektur Leon tidak masuk bersama dengan bantuan timnya.
“Silahkan bawa gue, interogasi sepuas-puasnya. Gue emang pelaku kasus Cat Kuku Merah kok!” aku Aurel sambil menjulurkan kedua tangannya secara suka rela untuk diborgol. Setelahnya kulihat di digiring oleh Inspektur Leon dan teman-temannya.
Liam menghampiriku dengan raut yang berubah 180 derajat. Tidak lagi berang, dia kelihatan sedih dan nelangsa. Matanya menyorotku sendu.
“Ay, pelakunya...”
“Gue tahu!” selaku cepat. “Gue ingat semuanya. Kehidupan sebelum kecelakaan, siapa aja yang gue kenal, apa yang gue lakuin. Semuanya.”
Aku tidak berniat membuat suasana jadi mellow, tapi Liam langsung memelukku seolah aku bisa saja menangis jika terus bicara. Tanpa berkata apa-apa, aku menggerakkan tanganku susah-payah agar Felix mendekat dan aku bisa memeluknya juga.
Jangan berpikir macam-macam.
Setelah beberapa lama, aku menyadari aku memang butuh pegangan dan hiburan. Dan itu semua bisa kudapat dari dua orang ini.
Felix sudah kuanggap sebagai saudara kembarku. Dia baik, aku kagum dan sayang padanya. Dia juga punya karakter yang mirip denganku.
Kalau Liam ... Yeah, i don’t know.
•••
Seminggu kemudian aku dibolehkan pulang dari rumah sakit. Dan kini aku tengah bersiap pergi ke pengadilan, menghadiri sidang Aurel, Gebi, dan Samudra. Seperti biasa, aku memakai setelan santai dengan bawahan yang tentu saja celana. Aku tidak terbiasa memakai rok, soalnya.
Setelah Aurel ditangkap, kami—aku Liam dan Felix—tidak lagi diizinkan campur tangan dalam penyelidikan kasus. Inspektur Leon bilang, kasus ini akan segera ditutup karena Aurel mengakui semua perbuatannya.
Aku harap persidangan sebentar akan berjalan dengan lancar.
•••
“Tersangka Aurellia Pratama, berdasarkan pelanggaran sederetan kejahatan yang sudah saya sebutkan tadi, yang tentu saja melanggar isi UU, dijatuhi hukuman penjara selama 25 tahun terhitung dari hari ini!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Just For a Moment (REVISI)
Mystery / Thriller"Karena sikap lamban lo, tiga orang itu mati." "Apa?" "Lo istimewa, Na, sama seperti yang dibilang partner gue. Lo bahkan jadi alasan kenapa dia membunuh tiga orang itu." "Maksudnya?" "Lo pikir kenapa semua korban berada di kelas yang sama dengan lo...