21. Lemah

204 28 6
                                    

“Rame bener,” kata Liam melihat kerumunan di sisi jalan. “Mesti hati-hati lewat, nih.”

Di jalan sebelah kiri itu, Liam keliling sambil bertanya singkat. Beberapa kali dia mengumpulkan kerumunan dan melontarkan pertanyaan, tapi tidak ada yang melihat Samudra.
“Itu anak ke mana, sih?”

Melewati berbagai etalase toko dan perbelanjaan yang menyebar, Liam masih mencari. Sesekali melihat ke dalam gedung-gedung. Lama-lama, dia mulai mengira ada yang salah.

Kakinya berputar mengarah ke tempat awal dia berpisah dengan Nayara. Sampai di situ, dia juga tidak menemukan Nayara. Mungkin cewek itu masih mencari, atau sudah menemukan dan menuju lokasi Samudra.

Liam masih kebingungan di jalanan bagai anak ayam ditinggal induknya. Beberapa orang memperhatikannya. Di perempatan itu dia bertemu Felix yang lewat dengan motor.

Melihat wajah Felix yang sama kusutnya, dia asumsikan kalau Samudra belum ditemukan.

“Mau bareng gue? Kita cari pake motor,” tawar Felix sembari menepuk motor ninja hitam yang dia kendarai.

Iya, itu motor Nayara.

“Kuuy lah! Gue capek lari-larian,” sambut Liam setelah berpikir beberapa detik. Belum sempat naik, suara bapak-bapak membuat keduanya menoleh.

“Kalian nyari cowok berseragam SMA yang berdarah-darah?”

Liam dan Felix berpandangan. Lalu menatap lagi pada penjual cilok bergerobak itu. “Bapak kok tahu?”

Kang cilok mengulum senyum. “Tadi ada neng cantik nanyain juga. Kebetulan saya lihat, dan saya tunjukin ke mana orang yang kalian cari menghilang.”

Liam tepuk tangan girang. “Ke mana kah itu, Pak?”

Dan kang cilok itu menunjuk tempat yang sama dengan yang ditunjuk saat Nayara bertanya.

“Siip. Thanks banget ya, Pak!”

“Neng cantik itu temen kalian?” Felix dan Liam mengangguk. “Kalo gitu, habis urusan kalian selesai, ke sini juga ya. Dia janji mau borong cilok saya, loh,” katanya senang.

“Pasti dong, Pak,” terima Liam setelah naik di motor. Setelah Felix memutar motor menuju tempat billiard, kang cilok berkata memperingati.

“Hati-hati kalian. Tidak tahu benar atau nggak, tapi katanya di sana tempat berkumpulnya anak-anak SMA tukang minum dan pemakai narkoba. Tadi saya lupa bilang ke neng cantik.”

Atas perkataan itulah Felix memacu motor dan memarkirkan di depan tempat billiard itu dengan cepat. Tiba di dalam, mendadak Liam menghentikan langkahnya. Matanya membola.

“Gue inget di mana pernah lihat Samudra!” serunya heboh.

“Dimana?”

“Di ingatan Arga,” ungkap Liam. Felix mengernyih bingung, Liam melanjutkan. “Arga pernah nepuk gue, dan tangannya nyentuh kulit leher gue. Di situlah gue lihat ingatannya waktu party minuman keras. Dan ada serbuk putih yang mereka hirup juga.”

Felix bergumam, “Berarti dia dan kelompoknya adalah pengguna narkoba.” Jeda, “sama kayak yang dibilang kang cilok tadi.”

Setelah perkataan Felix, terdengar bunyi seperti kayu yang dihantamkan. Disusur suara sesuatu yang jatuh ke lantai.

Keduanya kompak menatap ke lantai dua. Segera berlari naik, lalu berhenti di depan pintu yang terbuka.

Dan hal pertama yang menyambut penglihatannya adalah tubuh Nayara di lantai. Juga kepala yang mengeluarkan banyak darah.

•••

“OI MANUSIA! LO APAIN JODOH GUE?!”

Liam berteriak murka. Dia maju mendekat pada dua orang yang berdiri memperhatikan Nayara. Dadanya naik turun, matanya berkilat-kilat.

Just For a Moment (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang