26. Tersangka

183 30 0
                                    

Di SMA Bumi Khatulistiwa, kantor administrasi terpisah dan memiliki gedungnya sendiri.

Bukan rahasia lagi tentang data-data penting terbaru yang sangat berguna tersimpan aman di sana, entah tercetak di kertas ataupun berada dalam komputer yang omong-omong, hanya bisa diakses oleh beberapa orang saja.

Di depan pintu kantor itulah Nayara dan Liam berada. Belum sempat merangkai rencana, pintu lebar itu dibuka dari dalam oleh sesosok wanita bertubuh pendek yang mengenakan kacamata berbingkai super tebal.

Sosok itu dikenali oleh semua murid dengan code name 'Tawa'. Katanya, dia cukup easy going hingga meladeni semua candaan yang dikeluarkan orang-orang dengan tawa khasnya. Tawa bernada bass yang biasa dimiliki laki-laki.

Meski kedengaran lucu dan aneh sekaligus, ada satu kebiasaan wanita itu yang cukup bikin keder.

Konon katanya, ketika sedang berbincang dan menemukan kejanggalan, dia akan terus merasa curiga dan waspada. Dia tidak melepaskan sasarannya sebelum membeberkan hal yang membuatnya curiga.

Benar-benar keren. Setidaknya menurut Nayara.


Dan sekarang, sosok wanita keren itu ada di hadapannya sambil mengulas senyum ramah. Matanya menatap mereka sambil bertanya keperluannya.

"Kami mau cari orang," cetus Nayara tanpa memikirkannya ulang. Inilah resiko menjadi orang yang blak-blakan dan terlalu jujur. Apa yang ada di kepalanya kadang secara tidak sadar langsung dilontarkan keluar.

"Siapa yang kalian cari?"

"Ah, bukan gitu, Bu Rose," ralat Liam cepat sambil berusaha mempertahankan senyum semeyakinkan yang dia bisa. "Kami Cuma mau tahu pemilik nomor ini." Liam mengeluarkan gulungan kertas kecil dari saku celananya.

Bu Rose mengambil kertas itu setelah disodorkan oleh Liam. Membaca sekilas, dia memandang ketiganya dengan raut menyelidik yang tidak berubah dari tadi-semenjak Nayara mengeluarkan suaranya. "Ngapain kalian nyari pemilik nomor ini?"

"Jadi begini," Liam memutar pandangan, berpikir sambil merangkai kata yang pas untuk diucapkan. "Temen saya ini," tunjuknya pada Nayara. "ditelepon mulu sama pemilik nomor ini. Tapi pas diangkat teleponnya, yang menjawab suara anak SMA bilang 'halo'. Lalu sambungannya terputus setelah itu."

Nayara mengerutkan kening dengan pandangan yang tidak sadar berubah jadi tajam. Dia tahu sekarang tidak tepat, hanya saja rasanya kesal sekali saat orang di hadapannya berbohong padahal jelas-jelas tahu kalau dirinya tidak menyukai kebohongan.

"Tuh kan. Dia nggak bisa nahan sebelnya cuma dengan mikir aja," ujar Liam makin memanasi.

Tapi, sorot mata tajam itu malah salah diartikan oleh Bu Rose. Guru wanita itu tampaknya percaya-percaya saja dengan pernyataan Liam. Mana dia mengangguk-angguk pada Nayara sambil mengedipkan sebelah mata pula!

Astaga. Mana penjaga ruang administrasi yang terkenal dengan instingnya saat sudah merasa curiga?

Hanya ada dua kemungkinan. Antara gosip itu tidak sepenuhnya benar, atau karena akting Liam yang memang terlihat amat memuaskan.

Walau terlihat berat hati sampai berpikir cukup lama, akhirnya guru itu mengangguk setuju. Nayara dan Liam digiring masuk ke salah satu ruangan ber-AC yang bernuansa putih bersih.

"Sepuluh menit," cakap Bu Rose setelah mengetikkan sesuatu yang diduga password pada komputer penyimpan database. "Saya akan datang dan ngusir kalian. Selesai tidak selesai," tegasnya.

Demi menjaga kelakuan tetap sopan dan alim padahal nyatanya bar-bar, Nayara dan Liam hanya mengangguk patuh. "Siap, Bu."

Liam berdiri di depan Bu Rose sambil menjulurkan tangannya. "Anu, Bu. Kertas saya," ucapnya kikuk. Dia membungkuk hormat setelah kertasnya dikembalikan.

Just For a Moment (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang