14. Inspektur Leon

226 43 17
                                    

"Err, Ay. Leher gue sesak."

Buru-buru Nayara melepaskan cengkramannya. Dia berdeham, menunduk dengan wajah memerah karena malu.

"Oi! Kalian mau tinggal diem di situ?"

Liam dan Nayara menoleh pada Felix. Cowok itu berjalan pelan, memberi isyarat agar mereka mengikutinya mendekati tubuh Arka.

Dari jarak yang cukup dekat, Nayara bisa mengamati keadaan Arka lebih jelas. Satu yang bisa disimpulkan Nayara dengan yakin, Arka benar-benar terlihat kesulitan  bernapas.

Arka mati dengan posisi tergeletak di tanah dengan kedua tangan yang memegangi leher. Layaknya terkena racun, mulutnya mengeluarkan busa yang jika dicium baik-baik menguarkan aroma kacang almond gosong.

Urat-urat di pelipisnya juga menonjol, dan air mata yang menggenang di pelupuk mata yang tertutup itu mengisyaratkan kesakitan yang mendalam.

Dibanding merasa mual, Nayara justru emosi. Memikirkan ada pembunuh berhati keji berada di sekolah itu, berbaur bersama mereka layaknya tidak memiliki satu penyesalan pun.

"Ay, balik ke kelas dulu. Pulang sekolah baru kita lanjutin pencarian kita," ujar Liam.

"Kenapa nggak sekarang?"

"Guru-guru bentar lagi datang dan bubarin kerumunan."

Begitulah Nayara menghabiskan seluruh jam pelajaran dengan konsentrasi yang ambyar.

•••

Tepat setelah bel pulang berbunyi, Nayara melesat keluar kelas dengan gerakan yang luar biasa cepat. Dia menunggu di gerbang dengan tidak sabaran.

Matanya menangkap sosok Liam dan Felix yang berjalan beriringan. Dia mengangkat tangan sebagai kode agar dua orang itu menghampirinya. "Kita mau kemana?"

"Rumah gue," jawab Liam.

"Harus di sana, ya?"

"Iya. Lo nggak bakal nyesel kalo ke rumah gue, deh," jelas Liam dengan wajah yang dibuat meyakinkan bagai salesman yang membujuk konsumen agar membeli barang dagangan mereka.

"Kalo gitu, kita cabut sekarang. Gue ngikutin mobil lo dari belakang," putus Nayara. Cewek itu mengerutkan kening saat disodori ponsel oleh Liam. "Apaan?"

"Minta nomor lo." Liam bersorak dalam hati saat Nayara mengetikkan nomornya di ponsel miliknya. Dia mengimbuhkan, "tolong simpen di kontak juga sekalian."

Nayara melakukan apa yang diminta Liam. Dia mengembalikan ponsel itu setelah selesai. "Misscall gue, entar biar gue simpen kontak lo juga. Sekalian sama nomor Felix."

"Kita cabut sekarang?" tanya Felix setelah menguap.

Dan direspon anggukan oleh Nayara dan Liam.

•••

Rumah Liam tergolong salah satu rumah terbesar yang pernah Nayara lihat. Terletak di komplek perumahan elite, ada satu satpam yang berjaga dan membukakan gerbang rumah saat mereka tiba.

Nayara memarkir motornya di samping mobil liam, di garasi yang luasnya luar biasa. Ketika melihat sekeliling, matanya menangkap kolam renang yang lumayan besar di depan rumah, dan hamparan kebun berbagai macam jenis bunga di sisinya.

Rumah bercat warna putih itu terkesan kokoh dan mewah. Tiang-tiangnya menjulang tinggi, dengan pintu utama yang lebar dan terlihat bersahaja.

"Rumah lo bagus," puji Nayara jujur.

"Bukan rumah gue, kok. Gue cuma numpang."

"Numpang di rumah orang tua, maksud lo?"

Liam terkekeh. "Iyaa." Dia membuka pintu yang tidak terkunci, lalu melangkah masuk diikuti kedua temannya.

Isi rumahnya tidak jauh berbeda dari penampakan luarnya. Perabotannya tertata rapi, jelas terkesan bersih dan terawat. Beberapa figura juga terpajang di dinding dan di atas meja.

Nayara memperhatikan figura-figura itu. Terdapat empat sosok di dalamnya. Dua orang yang dia prediksi sebagi ayah dan ibu Liam. Lalu seorang cowok yang terlihat beberapa tahun lebih tua dari liam. Juga tentu saja, Liam.

Felix langsung ngacir ke sofa, menghempaskan tubuhnya dalam posisi telungkup. Rasa kantuk mengalahkan semua keinginan Felix. Matanya seperti belum pernah tertutup selama seminggu.

"Liam kapan sampainya?" tanya wanita yang sama dengan di figura. Mata wanita itu berwarna hitam kelam, persis seperti milik Liam.

"Baru aja, Ma," sahut Liam.  "Abang hari ini di rumah, kan?"

Bersamaan dengan pertanyaan Liam, seorang cowok tinggi berpostur atletis keluar dari sebuah ruangan. Wajahnya sekilas mirip Liam ketika cowok itu sudah bekerja nanti. Cowok bertubuh atletis itu mendekat pada Nayara dan Liam.

"Ay, lo tahu dia siapa, kan?"

Nayara menggeleng tidak tahu.

Melihatnya, cowok berpostur atletis itu mengulurkan tangan. Dia berkata, "Hai. Aku Inspektur Leon. Penanggung jawab kasus di SMA Bumi Khatulistiwa, sekaligus abangnya Liam."

∆∆∆

Iya tahu, chapternya emang pendek banget.

Algriff Spinx.

Just For a Moment (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang