Di waktu yang sama, Liam dan Felix masih berada di sekolah. Tepatnya, di kelas mereka, XI MIPA 3. Felix mengeluarkan laptop dari tasnya, sedangkan Liam duduk bersila di meja. Hanya ada mereka di kelas itu.
"Mulai dari sekarang?" Felix melempar pertanyaan.
"Yoi. Nih lihat, gue udah stand by dengan posisi terhormat begini," balas Liam semaunya.
Felix memutar bola mata malas. "Back to topic, please!"
"Hiya hiyaa," kekeh Liam. "Karena hal awal yang paling gampang kita lihat adalah CCTV, ayo cabut!"
"Tunggu dulu. Kita mesti lihat tata letak CCTV di sekolah ini."
"Loh makanya itu, ayo cabut. Biar kita bikin list CCTV yang kemungkinan bisa kasih petunjuk."
"Nggak perlu," tukas Felix. "Gue udah rekap semuanya, kok."
"Aji gileee. Serius?"
Felix memasang tampang super sengak. "Iyalah." Dia membalikkan laptopnya menghadap Liam. "Coba lo lihat. Gue udah tandain yang berpotensi ngasih petunjuk dengan red mark. Kalo ada yang ketinggalan, langsung ditambahin aja."
Liam mengusap dagunya seolah ada janggot transparan di situ. Pantas saja Felix berani begitu memasang tampang sengak. Apa yang cowok berkulit pucat itu lakukan memang patut diapresiasi.
Dia melihat lokasi CCTV yang telah ditandai Felix. Lumayan banyak. Ada sekitar delapan titik. Dan semuanya berpotensi memberikan petunjuk. "Kita nyari di lokasi kasus Tenri dulu, kan?"
Felix mengangguk. Liam menunjuk semua tanda. "Gue rasa ini udah bener semua, deh. Tapi, nggak akan mudah. Secara, TKP-nya di kantin. Semua orang punya akses ke sana."
"Dan semuanya berpotensi untuk menghilangkan jejak bukti," sambung Felix. "Semuanya bisa jadi tersangka."
"Kenapa, sih, TKP-nya mesti di kantin? Selain tempatnya yang rame banget itu, di sana pasti penuh dengan manusia kelaparan yang nggak sempet merhatiin sekitar," sungut Liam.
"Kayak elo?"
"Nggak dong," elak Liam dengan wajah memerah. Dia mengeluarkan ponselnya dan memotret denah lokasi CCTV yang telah ditandai Felix. "Kalo gitu, kita langsung cabut, kan?"
Felix memasukkan lagi laptopnya ke dalam tas. Mereka beranjak menuju lokasi CCTV. Dua berada di koridor kanan dekat pintu masuk kantin. Dua lagi di koridor sebelah kiri. Tiga CCTV terpasang di masing-masing pintu masuk dan keluar kantin. Satu sisanya berada di sudut kantin.
Mereka pergi ke CCTV di pintu masuk kantin. Liam mengamati kondisi benda yang sudah terlihat sedikit tua itu. Matanya memicing, dia menunjuk satu kabel yang tersambung dari CCTV. "Lix, kabelnya putus."
"No prob. Masih ada yang lain," kata Felix berusaha positif. "Kita nyebar aja. Lo periksa yang ada di koridor. Gue periksa yang ada di pintu dan sudut kantin."
Liam mengikuti instruksi Felix. Mereka berpencar, sama-sama memeriksa keadaan CCTV di tempat yang berbeda.
Enam menit kemudian, mereka kembali berkumpul di pintu masuk kantin. Liam dengan tangan terkepal dan napas yang sedikit tidak beraturan. "Semua kabel CCTV di koridor putus. Gimana bagian lo?"
Felix menggeleng pelan. Satu embusan napas kasar keluar dari mulutnya. "Sama. Semua kabelnya terputus."
"Haishh. Bro, lo nggak mikir kabel itu putus sendiri atau dimakan tikus, kan?"
"Nggak lah!" tukas Felix dongkol. Matanya yang berkilat-kilat penuh adrenalin menatap Liam. "Lo juga mikir apa yang gue pikir?"
Liam menyunggingkan seringai kecil. "Yap. Menurut gue, ada orang yang sengaja motong kabel itu."
∆∆∆
Algriff Spinx
KAMU SEDANG MEMBACA
Just For a Moment (REVISI)
Mystery / Thriller"Karena sikap lamban lo, tiga orang itu mati." "Apa?" "Lo istimewa, Na, sama seperti yang dibilang partner gue. Lo bahkan jadi alasan kenapa dia membunuh tiga orang itu." "Maksudnya?" "Lo pikir kenapa semua korban berada di kelas yang sama dengan lo...