28. Bom

158 28 0
                                    

Mungkin perumpamaan orang jahat banyak akalnya harus Nayara yakini mulai saat ini. Pasalnya, dia tidak pernah berpikir akan tertangkap basah di ruangan tersembunyi-yang sebelumnya entah digunakan sebagai ruangan apa-dengan seseorang yang menghadang di tangga.

Kalau saja Gebi datang dengan tangan kosong, Nayara tidak akan sebegini paniknya. Tapi, melihat benda mirip remote yang dipegang cewek itu membuatnya diam di tempat, membeku seperti balok es di dalam lemari pendingin.

Tidak salah lagi. Benda itu adalah detonator bom.

Dan itu artinya, Gebi memasang bom di suatu tempat dalam ruangan ini. Kan tidak mungkin dia mengancam dengan bom yang diletakkan jauh dari posisinya.

"Hai!" sapa cewek itu sambil tersenyum lebar. Senyum yang akan terlihat amat manis kalau saja ditunjukkan dengan niat baik-baik. "para penyusup," tambahnya.

"Lo siapa?" tanya Liam.

Nayara tidak tahu dan tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran Liam, tapi mendadak saja dia berlagak tidak mengenal Gebi. Padahal foto cewek itu tersebar di buku yang sudah mereka baca.

"Lho, padahal kalian udah baca habis buku gue. Masih nggak kenal?" tanya Gebi dengan nada bersahabat yang terdengar aneh di telinga mereka. Senyumnya tidak luntur saat dia kembali melemparkan pertanyaan, "Atau mau kenalan?

Tiga orang itu tidak menyahut, membuat Nayara berpikir mereka sepakat tidak ada yang mau berkenalan dengan Gebi kalau situasinya begini.

Cewek itu tampak menyeramkan di atas tangga sana. Dia bagai elang gagah yang punya kendali penuh atas kehidupan yang dia pegang di tangannya.

Sementara mereka di bawah sini hanyalah cacing-caing lemah yang tidak sengaja masuk ke kawasan elang itu, dan berakhir memohon-mohon agar nyawa mereka diampuni.

Tapi tentu saja, itu hanya perumpamaan. Nayara jelas tidak sudi mengaku dirinya lemah. Dia juga sangat tidak suka jika ada orang yang menganggap atau menyebutnya lemah.

Sori-sori saja, Nayara salah satu cewek yang mementingkan harga diri.

Dia bukannya belajar bela diri mati-matian hanya untuk berakhir meledak dan mati konyol karena ulah psycho gila yang hobi mengancam orang dengan detonator bom.

Karena itu, dengan gaya sebiasa dan setidak mencurigakan yang Nayara bisa, dia berbisik pada Liam dan Felix. "Gue akan coba ngalihin perhatiannya. Kalian coba cari dimana Gebi nyimpen bomnya."

Sebelum mendengar protesan, dia kembali memotong. "Ssst!" desisnya. "Cuma ini cara untuk lolos sekaligus menyelamatkan bangunan ini." Nayara mulai mengambil ancang-ancang. "Ikuti aja sesuai instruksi gue."

Setelah itu Nayara tidak lagi memedulikan dua orang itu. Dia hanya berfokus pada Gebi.


"Lo mau apa?" tanyanya. Dia mendekat selangkah dengan pelan.

"Gue? Sederhana aja. Gue Cuma mau balas dendam ke orang berengsek yang pastinya udah kalian tahu setelah baca buku gue."

Aneh sekali rasanya mendengar orang berbicara kalimat yang kejam begitu dengan wajah yang masih tersenyum. Otot wajahnya apa tidak pegal terus-terusan mengukir senyum?

"Bukannya udah?" tanya Nayara lagi. "Karena lo yang berkomplot ... Arka mati. Bahkan Tenri dan Nada yang sama sekali nggak ada hubungannya juga lo bunuh."

Gebi tidak menjawab. Dia hanya mengedikkan bahu tersenyum.

Nayara kian maju perlahan. Dia sudah mencapai anak tangga paling bawah. "Gimana rasanya setelah melakukan perbuatan bejat itu?"

Just For a Moment (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang