WARNING ‼‼
Jangan jadi silent readers, Ayo dong vote dan comment biar author makin semangat bikin ceritanya. Sengaja di taruh di atas biar kalian baca hehe 😘😘semoga suka yah dengan cerita author mohon maaf kalau ada kesalahan kata dalam penulisan.
.
.
.
.
."Ana gak bisa, Ana sudah terlanjur kecewa dengan Joa, Ana mau Pulang." Ana berlari menjauhi Joa, ia enggan mendengar penjelasan yang keluar dari mulut Joa sedikitpun.
"Ana.." lirih Joa, Joa hanya mampu memandang tubuh Ana dari kejauhan, tanpa enggan untuk mengejar.
Jederrrr...
Bunyi gemuruh petir membuat Ana menghentikan langkahnya, ia sangat takut dengan petir.
"ANAAA." teriak Joa, Joa mendekati Ana yang tengah diam mematung.
"Hikssss.. Hikss" Ana menangis di dekap Joa, bukan karena suara petir tapi karena ia tidak bisa jauh dari Joa, ia menyesal telah mengatakan hal yang begitu menusuk perasaan Joa tapi disisi lain ia juga merasa lega karena bisa mengutarakan isi hatinya.
"Maafin Ana, maafin Ana udah buat hati Joa sakit." lirih Ana, Joa tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Ana.
"Tidak apa, mungkin untuk saat ini kita hanya ditakdirkan sebagai teman, suatu saat pasti hati kita yang akan menentukan dimana kita harus berlabuh." Ana menganggukan kepalanya, menatap Joa dan memeluknya sekilas.
"Ana pulang, mulai sekarang kita hanya menjadi teman." tegas Ana.
"Joa tidak masalah, suatu saat Joa akan kembali meyakinkan Ana." Ana terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Joa, disisi lain ia masih mencintai Joa tapi di sisilain ia sudah terlanjur kecewa.
"Joa pulang." pamit Joa meninggalkan Ana yang kini tengah memikirkan apa yang dikatakan oleh Joa.
"Astaghfirullah, sadar Ana, Joa gak sebaik yang Ana pikir, Joa udah pernah melukai hati Ana, tolong Na jangan mudah tergoda dengan ucapan laki laki." Ana istighfar dalam batinnya, Ana melangkahkan kaki menuju rumah yang tidak begitu jauh dari indra pengelihatannya.
"Assalamualaikum." ucap Ana setelah ia masuk kedalam rumah, sorot mata seorang laki laki mengarah padanya, membutuhkan penjelasan.
"Dari mana saja kamu?" tanya Noa mendadak dingin.
"Noa, kontrol emosi." lerai Werdya.
"Ana dari rumah Joa kak." jawab Ana, Ana menundukan kepalanya takut.
"Ana tahu Joa pernah menyakiti Ana? apa Ana gak pernah berpikir 2 kali untuk melangkahkan kaki kerumah itu? kaka gak suka, mulai sekarang jauhkan Joa." tegas Noa.
"Kak, hikss.. Ana hanya ingin berteman, memang berteman saja tidak boleh?" tanya Ana tersiak.
"Berteman boleh saja, tapi tidak dengan Joa, Ana bisa memilih teman lain selain Joa."
"Kakk, Ana sudah besar, gak perlu di atur-atur, bukan nya kaka udah kasih kepercayaan ke Ana? kenapa kaka masih atur Ana?"
Plakkkkkkkk..
Noa menampar Ana tepat di hadapan Werdya, Werdya langsung memeluk Ana memberikannya perlindungan, tapi tetap saja ujung bibir Ana telah tekoyak, darah mengucur tak henti-henti dari sudut bibirnya, tak hanya itu luka lebam menghiasi bagian pipinya.
"Noa kamu keterlaluan, kamu tidak pantas melakukan itu pada adik kamu. Selama ini mama tidak ada di rumah pasti kamu sering melakukan ini." tuding Werdya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please don't be possessive (COMPLETED)
De TodoBelum di Revisi ⛔ Bagaimana jadinya kalau tinggal di rumah besar dengan segala peraturan yang dibuat bukan oleh sang pemilik rumah melainkan peraturan itu di buat oleh seorang kaka tertua yang di tugaskan oleh kedua orang tuanya untuk menjaga adik a...