WARNING ‼‼
Jangan jadi silent readers, Ayo dong vote dan comment biar author makin semangat bikin ceritanya. Sengaja di taruh di atas biar kalian baca hehe 😘😘semoga suka yah dengan cerita author mohon maaf kalau ada kesalahan kata dalam penulisan
.
.
.
.
.Noa dan Ela telah sampai di sebuah rumah yang nampak megah dan kokoh, rumah itu akan di jadikan tempat singgah Ela dan Noa. Rumah yang akan menjadi saksi bisu perjalanan rumah tangga keduanya.
"Ini gak salah?" tanya Ela, rumah ini bahkan lebih megah dari rumah yang dimiliki olehnya. Noa menggelengkan kepalanya.
"Besok akan ada 10 maid yang akan membantu kita merapihkan rumah dan nanti akan ada tukang kebun untuk merapihkan kebun yang telah di tumbuh rumput liar." ucap Noa. "Sekarang kita akan merapikan rumah sebagian, sisanya kita akan meminta para maid untuk membersihkan"
"Ummm, memang kaka bawa alat pembersih nya?" tanya Ela.
"Tenang saja beberapa barang sudah lengkap di sini kemarin gua udah beli barang-barang keperluan yang mungkin di butuhkan, sekarang kita masuk." Ela dan Noa memasuki rumah, tapi baru saja ia sampai di ambang pintu bau menyengat dari debu nampak mengganggu indra pernapasan Ela.
Uhukkkkkk Uhukkkkkkk...
Ela tersedak, dadanya terasa sesak. Ela memang tidak bisa menghirup debu karena memiliki elergi.
"Debu nya parah banget." keluh Ela.
"Ini sudah berbulan bulan tidak di tempati, maka dari itu ayuk bersihkan."
"Kenapa gak nyuruh maid aja sih." protes Ela, sudah malas menghirup debu.
"Bersikan atau gue bakal cancle maid dan tukang kebun yang akan bekerja di rumah ini? Jadi yang mengerjakan pekerjaan rumah hanya lu seorang." Ela menghela napanya kasar, ia melihat ke sekeliling rumah, mana mungkin bisa jika di kerjakan seorang diri, secara rumah ini besarnya bukan main. Dengan pasrah Ela mengambil sapu yang di berikan oleh Noa, Ia menyapu dari ujung sampai ke ujung. Baru satu lantai saja punggung Ela sudah sakit bagaimana kalau keseluruhan? Sudah di pastikan ia akan kesulitan berjalan selama 1 bulan.
"Capeee." keluh Ela
"Pell setelah itu bersihkan debu-debu yang menempel pada lemari dan juga TV, nanti rapihin kamar kita gua gak mau sampe ada debu yang tersisa." tegas Noa, seakan tak peduli Ela merebahkan tubuhnya di atas sofa.
"Lanjutkan atau gua bakal cancle maid dan tuk.."
"Gua rebahan bentar kak." mohon Ela sebelum Noa melanjutkan ancamannya. Noa terdiam, melihat wajah Ela yang penuh dengan keringat, wajahnya juga terlihat pucat karena terlalu lelah. Dengan terpaksa Noa mengizinkannya untuk beristirahat sejenak.
Perlahan mata Ela mulai tertutup, sepertinya ia sudah sampai ke alam mimpi. Noa memandangi setiap inci bagian wajahnya, tanpa berkedip sedikitpun.
"Gua gak menyangka, jodoh gua berbeda 6 tahun dari umur gua sekarang. Semoga saja tidak merepotkan." batin Noa. "Kalo di liat-liat cantik juga." umpat Noa. Karena tidak tega akhirnya Noa yang menggantikan tugas Ela, ia membersihkan lantai dari ujung sampai ke ujung dan membersihkan debu-debu yang menempel pada beberapa perabotan yang memang sudah ada di sini sejak lama, hanya saja belum terlalu lengkap jadi mereka harus membeli beberapa barang lagi yang mungkin di perlukan.
"Arghhhhhh.." erang Ela, Ela terbangun dari tidurnya melihat jam yang bertengger di pergelangan tangannya. "Mampus." batin Ela
"Enak tidurnya?" sindir Noa, Ela menggit bibir bawahnya pertanda ia sedang ketakutan. Noa menatapnya dengan tatapan tak biasa. "Pulang, besok kita kembali lagi." ajak Noa.
"Belum selesai." lirih Ela.
"Tadi sudah di selesaikan, tidak perlu takut." Ela menghela napasnya kasar, beruntung Noa tidak marah kepadanya. "Mau makan apa?" tanya Noa, Ela berpikir sejanak.
"Ummmm, terserah." jawab Ela
"Gak usah mikir kalo ujung-ujungnya bilang terserah." ketus Noa, Ela terdiam suasana terlihat canggung. Keduanya memutuskan untuk keluar dari dalam rumah, setelah mengunci pintu rumah dan juga pagar Noa dan Ela memasuki mobil, tidak ada yang membuka suara selama dalam perjalanan menuju rumah.
"Makan bakso mau?" tanya Noa, membuka suara. Ela menganggukan kepalanya, meskipun terbilang kaya Noa sangat menyukai makanan di pinggir jalan. Kalo kata Noa lidah lokal mah gak perlu di paksain makan-makanan western, jatohnya malah mubazir (Gak kenyang).
Noa memarkirkan mobilnya di parkiran taman yang tidak jauh dari rumahnya. Setelah keduanya turun dari dalam mobil Noa berjalan menuju stand bakso yang berdekatan dengan mobil yang tadi ia parkir, Noa memesan 2 porsi bakso.
"Neng, udah lama gak kesini. Udah putus sama pacarnya yah?" tanya penjual bakso, sepertinya Ela sempat menjadi langganan penjual bakso yang memang sudah ada sejak lama di taman itu.
"Ehh bapak, enggak pak itu cuman teman saya." sahut Ela.
"Betulan temen? Bukan udah ganti?" sindirnya, sambil membuatkan bakso untuk Noa dan juga Ela.
"Iyaa pak, temen doang." jawab Ela.
"Yaudah neng, udah jadi makan dulu." Ela mengambil mangkok itu dari bapak penjual bakso, ia adalah pak Broto, Pak Broto telah berjualan bakso sejak 15 tahun silam. Omset pehari pak Broto bisa mencapai 12 juta saking larisnya, belum di tambah dengan penjualan gerobak dorong, sekitar 10 gerobak beroprasi setiap harinya.
Ela dan juga Noa memakan bakso yang ada di genggamannya, sesekali Noa menyeruput kuah bakso menggunakan sendok begitu pula Ela, setelah mereka selesai makan Ela dan Noa memutuskan untuk pulang.
"Kak boleh ajarin gua matematika?" tanya Ela membuka suara, sedangkan Noa nampaknya masih fokus pada kemudi. Noa melirik sekilas kemudian kembali fokus menyetir.
"Bagian mana yang gak bisa?" tanya Noa.
"Sem..uanya kak." Noa ngerem mendadak, dia menatap manik mata Elsa tajam.
"Selama sekolah lu bolos?." Ela menggelengkan kepalanya.
"Gua gak mau tau kalo nilai UN ada di bawah 8, gua bakal kasih hukuman." tegas Noa. " Selama ini lu gak belajar?"Ela menggelengkan kepalanya, ia sangat malas membuka buku.
"UN tinggal hitungan hari sedangkan lu belajar aja enggak, gimana mau dapet nilai bagus." ketus Noa.
"Mulai besok bawa buku pelajaran ke kamar gua." Ela menganggukan kepalanya, ia tidak tahu harus senang atau sedih.
Setelah percakapan itu terjadi, suasana mobil nampak hening. Tidak ada yang membuka suaranya, sejak tadi Ela hanya memainkan ponselnya.
"Turun." titah Noa, setelah tiba depan rumah Ela membukakan pintu rumah agar Noa dapat memarkirkan kendaran.
"Ana dimana?" tanya Noa setelah tiba di dalam rumah.
"Di rumah Alvin kak." jawab Aro.
"Suruh pulang ini udah jam 9 malam. " tegas Noa, baru saja Aro ingin memenjemput Ana, Ana telah ada di hadapannya. "Kenapa gak izin kaka?" Ana menunduk takut, tatapan Noa sangat seram.
Noa memejamkan matanya, ia lupa kalau Ana memiliki trauma karena kejadian yang pernah menimpanya.
"Maaf" lirih Ana, tanpa sadar air mata mengalir dari sudut matanya. Noa menghela napasnya berusaha mengontrol emosinya. Setelah dirasa cukup Noa menghampiri Ana memegang pundaknya dengan kedua tangannya.
"Kaka gak marah, jangan nangis." Ana menganggukan kepalanya. Noa menghapus air mata Ana dengan sapu tangan miliknya.
Kyu tersenyum melihat perlakuan yang di berikan oleh Noa pada Ana, sudah lama ia menunggu moment ini, moment dimana Noa bisa mengontrol emosinya.
"Ana takut kak." Noa terkekeh, mencium kening Ana dan memberantaki rambutnya.
"Maafin kaka, kaka gak bakal sakitin Ana lagi. Kaka janji." Ana tersenyum, memeluk tubuh kekar Noa, disisi lain Ela dan juga Elsa ikut tersenyum tapi apakah penderitaan Ana telah berakhir? Semoga ini jawaban dari doa-doa readers.
Thank you for Reading, makasih sudah setia membaca cerita author.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please don't be possessive (COMPLETED)
AcakBelum di Revisi ⛔ Bagaimana jadinya kalau tinggal di rumah besar dengan segala peraturan yang dibuat bukan oleh sang pemilik rumah melainkan peraturan itu di buat oleh seorang kaka tertua yang di tugaskan oleh kedua orang tuanya untuk menjaga adik a...