74. tunangan

655 73 11
                                    

"Adekkk!" teriak Wendy dari bawah.

"Apaan sih ribut aja???" balas Renjun yang menuruni anak tangga.

"Lama banget sih! Kita kan masih harus naik mobil juga ke hotel," omel Wendy sembari merapikan jas Renjun yang kini berdiri dihadapannya.

Renjun tuh bingung, kenapa sih Wendy sama Yoongi ini ngadain acara tunangan pas libur kuliah aja belum. Kan ribet banget Renjun harus bolak-balik dari rumah ke Depok. Mana besok minggu dia ada acara BEM juga di kampus.

Pertunangan antara Wendy dan Yoongi ini diadakan di hotel dekat rumah. Tadinya mau ngadain di teras lantai balai RT, mau desain aestetik gitu. Tapi setelah dipikir-pikir, ribet juga nanti urusan parkir tamu segala macam. Ya udah kedua keluarga putuskan untuk diadakan di hotel saja.

Percayalah, uang Papa Jiyong sama Om Takashi enggak bakal ludes cuma untuk ngebiayain tunangan apalagi sampai nikahan anak-anaknya. Tapi sesungguh sempat jadi perdebatan siapa yang seharusnya membiayai pertunangan mereka ini. Yoongi kekeh untuk membayar sendiri, namun Om Takashi pingin sekali ngebiayain. Emang sih Yoongi itu cuma anak angkatnya, tapi tetap saja lelaki itu anaknya. Kakaknya Yuta dan Hina.

Ya udah, akhirnya buat kesepakatan kalau para orang tua bakal bayarin pertunangan aja. Sementara buat pemberkatan dan resepsi, semua akan ditanggung sama Yoongi dan Wendy.

Renjun sih ngikut aja. Orang bukan dia juga yang tunangan. Kayaknya bakal lama juga Renjun dan Ryujin bakal sampai ke tahap itu.

Renjun duduk dibalik kemudi, dengan Jiyong di kursi samping. Wendy dan Dara duduk di tengah.

"Ryujin enggak bareng kita dek?" tanya Dara.

"Enggak ma, nanti katanya bareng sama Om Chansung sama Tante Jina," balas Renjun sembari  memajukan mobil, keluar dari garasi rumah yang tidak memiliki pagar.

"Btw adek kapan mau nyusul sama Ryujin?" tanya Jiyong. Pikir Renjun cuma bercandaan, tapi nada papanya serius.

"Aku belum tahu pa. Yang jelas sih setelah aku ada penghasilan dulu, baru aku pikirin ke depannya gimana," balas Renjun sekenanya.

Jiyong tertawa pelan. "Adek, kamu tuh kan udah gede sekarang. Ayah kasih tahu nih, kalau sayang tuh ya dipertahankan dek. Jangan nunggu kamu punya penghasilan cukup baru dipikirin. Kamu harus pikirin dari sekarang."

"Apa enggak kecepetan pa?"

"Loh emang dengan merencanakan, terus besok langsung nikah dek? Enggak toh," balas Jiyong.

"Ya kamu enggak harus kelar kuliah terus tunangan, langsung nikah. Enggak, bukan gitu maksud papa. Maksud papa tuh kamu plan mau berapa tahun dari sekarang bakal naik jenjang. Setelah tentuin, baru kamu kejar target di urusan materi biar di tenggatnya kamu sudah merasa cukup. Kalau nungguin sama penghasilan kamu stabil ya ga bakal stabil terus dek, orang manusia itu serakah. Dapet segini, pingin lebih lagi, gitu sifat manusia. Nah daripada enggak jelas, ya ditarget. Mau sepuluh tahun lagi ya enggak masalah, yang jelas di target," nasihat Jiyong.

"Gitu ya pa?"

"Iya, tapi ya harus kamu omongin sama Ryujin. Visi kalian tuh harus sejalan. Karena semakin bertambah usia, hubungan itu enggak bisa cuma sekadar kalian saling suka, saling cinta. Harus ada komitmen, rasa percaya, komunikasi yang lancar, semacam itulah deh. Hubungan yang sehat itu harus semua hal dikomunikasikan. Bukan berarti apa-apa lapor, tapi setidaknya enggak ada yang ditutup-tutupi dari pasangan masing-masing."

Renjun dapat siraman rohani dong. Sebenarnya dia udah sering dengar nasihat semacam ini di kampus. Tapi enggak tahu kenapa, kalau papanya yang ngomong langsung ngena di hati.

my page | renjun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang