Pak Ilham aktingnya bagus banget, punya bakat juga jadi aktor.
Aina Faj'ri
Ini beneran Pak Ilham nyariin gue? Kok bisa? Ngapain juga? Gue ada buat salah ya sama dia? Kayaknya enggak deh, kalo dia nyariin gue terus apa gunanya. Gue juga bukan adeknya atau istrinya yang harus dia cari.
Asa jadi lieur!
Dan yang bikin gue tambah pusing yaitu, BUAT APA PAK ILHAM MINTA ALAMAT RUMAH GUE!!!
Mau jengukin gitu?
Kok jengukin? Iya lah orang bunda kasih surat izin ke wali kelas dengan alasan sakit. Eh, ntar kalo gue sakit beneran gimana?
Bidi imit.
Oke, gue kali ini gak bisa nahan laper. Gue mau makan aja lah, dari pada mati. Astaghfirullah.
"Mau makan sayang?"
Itu adalah suara bunda. Gue cuma ngangguk terus ke meja makan. Saat membuka tudung saji, dia langsung menelan ludahnya. Bagaimana tidak? Makanan yang ada di sana sangat-sangat menggiurkan.
Dia mengambil piring, mengambil nasi lalu mencomot lauk kesukaannya.
"Sama seperti biasa. Enak," kata Aina.
Tiba-tiba bunda duduk di sampingnya, kemudian bertanya apakah dirinya masih marah kepada ayahnya atau tidak. Aina tidak tau harus menjawab apa, sebenarnya dia tidak marah. Hanya kecewa saja, niat ayahnya baik, tidak ingin Aina kenapa-napa. Tapi jika memang sudah takdir Aina, mereka bisa apa?
"Aina cuma kecewa, Bun."
"Kamu tau Ayah kenapa seperti itu kepada mu kan?"
"Aina tau, tapi Aina juga pengen kayak yang lain."
Tentang alasan ayah melarangnya untuk mengendarai motor sendiri yaitu selain demi keselamatan dirinya ada satu lagi alasan, yaitu dulu saat dirinya masih SMP ayah Aina pernah melihat orang kecelakaan. Mobil dan motor. Dan yang mengendarai motor itu adalah anak SMA.
Sejak itu ayah mewanti-wanti Aina agar selalu berhati-hati, dimanapun itu.
Aina memahami kekhawatiran sang ayah, tapi dia akan berhati-hati. Aina mau, pengen naik motor sendiri.
Huh!
"Nanti Bunda coba ngomong sama Ayah lagi, ya? Tapi jangan ngunci diri di kamar lagi setelah ini!"
"Yeyy, siap Bunda. Makasih." Aina memeluk Liana. Aina sangat senang mendengar bahwa Liana akan mencoba berbicara dengan sang ayah.
"Ya udah, lanjutin makannya. Bunda mau keluar dulu."
Setelah menghabiskan makanannya, Aina menyandarkan kepalanya di kursi. Dia tidak kuat, perutnya terasa sangat penuh. Dan dengan tidak sopan nya dia bersendawa dengan keras, untung saja tidak ada bunda nya. Kalo ada, uhhh, pasti di omelin habis-habisan.
Rasanya Aina tidak kuat berjalan.
Tok tok tok
"Siapa sih yang dateng, gak tau orang lagi males gerak aja. Mana perut gue gak mau di ajak kompromi lagi, ishhh!"
Tok tok tok
"BENTAR!"
"Nyari siapa? Eh--?"
Aina bengong. Ini beneran guru nya? Astaga ngapain dia ke sini?
"Eh, masuk, Pak."
"Ada orang di dalam?"
Aina menggeleng jujur, kan memang bunda nya tadi keluar.
"Ya sudah di sini aja. Saya boleh duduk?"
"Eh, boleh, Pak silahkan."
"Mau minum apa Pak?"
"Air putih aja."
Aina bergegas mengambil air minum untuk gurunya itu, dia penasaran untuk apa beliau datang ke sini? Ke rumahnya?
"Ini, Pak."
"Kamu tinggal sendiri?"
"Sama orang tua."
"Kenapa tidak berangkat?"
"Bapak pasti taulah."
"Ehem, kamu beneran sakit?"
"Hehe, sebenernya nggak sih, Pak. Saya ada masalah keluarga dikit."
"Siapa yang buat suratnya?"
"Bunda."
Ilham mengangguk.
"Bapak ke sini mau ngapain?"
"Lamar kamu."
"HA?!"
"Tidak apa-apa."
"Ouu..."
"Kamu mau saya lamar?"
"HAH?"
"Ngelindur nih pasti Bapak, iya kan?"
Guru itu mengangkat bahunya.
Apa sih maksud nih orang, gue bingung sedih. Doi mau lamar gue gitu? Ah, masaaa...
"Orang tua kamu kemana?"
"Ayah kerja dan belum pulang, Bunda lagi keluar tadi tapi gak tau ke mana. Bunda nggak bilang sama Aina."
"Kapan Ayah kamu pulang?"
"Mungkin nanti sore, biasanya jam empat an."
"Ya udah saya pulang, saya ke sini cuma mau mastiin kamu udah sembuh atau belum." Ilham berjalan melewati Aina, karena Aina sopan, baik ,dan tidak sombong, dia mengantar gurunya itu sampai ke depan gerbang.
Sejenak Ilham terdiam, dia berbalik badan menghadap Aina.
"Kamu mau saya lamar?"
"HA?"
"Jangan ha ha ha ha, saya tanya. Harusnya kamu jawab!"
"Ya saya nggak ngerti maksud Bapak apa?!"
"Pertanyaan saya tadi kurang jelas?"
Aina diam.
"Kamu mau saya lamar atau tidak?"
Aina masih bungkam, dia tidak tau harus jawab apa. Mau di tolak gak enak, mau di terima tapi Aina gak ada perasaan apa-apa sama ini guru. Hadehhh...
"Jadi?"
"Bapak berani bilang sama Ayah saya? Ayah saya galak lho..."
"Nanti sore saya ke sini lagi."
"NGAPAIN?!"
"Bilang sama Ayah kamu, mau lamar kamu."
"Bapak lagi ngeprank kan? Halah! Udah Pak sana pulang."
"Saya serius!"
"Iyain deh, sana Pak, pulang!"
"Kamu ngusir saya?"
"IYA!"
Ilham menggelengkan kepalanya pelan. Mungkin beliau terkejut dengan tingkah salah satu siswi nya ini.
Aina menutup gerbang rumahnya, dia jadi was-was kalau kalau gurunya itu datang lagi.
Aina yakin 100% bahwa gurunya itu sedang berakting. Gak mungkin dia suka sama Aina yang urakan ini. Cowok pasti nyari cewek tuh yang baik, sopan, lemah lembut, kalo ngomong hati-hati, gak banyak pecicilan kayak Aina.
"Terus nanti yang mau sama gue siapa?" Aina bermonolog sambil berjalan memasuki kamarnya.
"Kalo gak ada yang mau nanti gue jadi perawan tua gimana? Bunda help me."
Aina menenggelamkan wajahnya di bantal, dia lelah berpikir. Dia mau tidur aja.
To Be Continue!
KAMU SEDANG MEMBACA
AINA FAJ'RI ✓
Teen FictionAina Faj'ri, seorang perempuan yang gemar sekali tertidur di kelas. Karena hobinya itu dia kerap kali dihukum oleh gurunya namun, itu tak membuatnya kapok. Hingga semua dimulai saat ia bertemu dengan seorang guru saat hendak membeli barang. Dari sit...