22 || Dielusin

122 39 10
                                    

Aslinya suka kalo di cemburuin, tapi ya gitu, malu.

Aina Faj'ri

"Mata lo kenapa, Na? Gak tidur ya lo?" ucap Dani yang keheranan dengan bawah mata Aina yang terlihat sangat hitam.

"Ngantuk gue, Dan. Mau tidur, jangan ganggu ya!"

"Kalo bukan temen, udah gue santet lo, Na," gumam Dani pelan tapi masih bisa di dengar Aina. Tapi perempuan itu lebih memilih tidak menanggapinya.

Matanya lelah, ingin tidur. Tapi Aina tau kalo dia tidur saat ini hanya akan membuat kepalanya pening karena sebentar lagi guru mapel pertama akan datang.

Semalam, Aina benar-benar tidak bisa tidur. Sepulang dari acara jalan-jalan bersama Ilham, dia ngobrol sebentar dengan ayah bundanya. Itu tidak lama.

Setelahnya dia pamit ingin tidur, tapi...
Sampai di kamar, dia mencoba memejamkan matanya. Tetapi tidak bisa, akhirnya dia bermain ponsel hingga lupa waktu.

Melihat jam dindingnya yang menunjukkan angka satu, dia meletakkan ponselnya lalu mencari posisi nyaman. Tapi masih tetap sama, matanya tidak mau di ajak kompromi. Alhasil, Aina tidak tidur malam itu dan mendapatkan sebuah hadiah istimewa yaitu sepasang mata panda.

"Na, gue mau ke kantin sebentar. Lo mau nitip sesuatu gak?"

"Air mineral satu, Dan. Nanti gue ganti."

Dani mengangguk lalu pergi dari kelas.
Aina kembali menenggelamkan kepalanya di lipatan tangannya.

Dalam hati Aina berdoa agar hati ini semua guru mengadakan rapat, jadi dia dapat tidur dengan tenang tanpa khawatir guru akan datang.

Kenapa juga semalem gue gak paksa nih mata merem sih, kan jadi lemes gini - batin Aina.

"Nih, Na gue beliin yang dingin biar segeran dikit."

"Makasih, Dan. Nih uangnya." Aina menyodorkan uang, dia menepati janji untuk membayar air mineral itu.

"Yaelahh, Naa kek gak tau gue aja. Udah minum aja tuh, gue yang beliin."

"Thanks, Dan. Gue mau lanjut tidur, nanti kalo ada guru bangunin ya."

"He em."

🦂🦂🦂

"Anjirrr kok sepi?"

Ini pada kemana? - tanya Aina dalam hati.

Aina mencari ponselnya, menghubungi Dani.

"Halo?" suara Dani menyapa Aina.

"Dan, yang lain pada kemana? Kok kelas sepi banget."

"Ohh, keknya ini doa dari lo deh, Na. Hari ini guru ngadain rapat buat acara apa ya gue gak tau. Pokoknya hari ini free, kelas kosong gara-gara pada nonton tanding basket."

"Oh, gitu, Alhamdulillah doa gue terkabul. Ya udah gue mau lanjut tidur, kalo ada apa-apa kabarin ya."

"Siap Bosque."

Sambungan telepon mati.

"Allah emang baik banget sama gue. Eh, gak deh sama semua hambanya."

Aina melanjutkan tidurnya, dia bisa tidur setelah tidur.

Tapi kali ini sepertinya Aina tidak di izinkan untuk tidur lagi. Karena suara ketukan pintu masuk ke telinga Aina.

"Boleh Mas masuk?"

"Eh, ngapain? Nanti kalo ada anak lain yang liat gimana?"

Ilham tidak menghiraukan ucapan Aina, dia melangkahkan kakinya ke tempat Aina dan duduk tepat di bangku depan Aina yang di putar agar bisa berhadapan dengan Aina-nya tersayang.

"Semalam gak tidur pasti."

"Gak bisa tidur."

"Karena gak kamu coba pejamin matanya."

"Udah! Bapak mana tau."

"Bapak? Bukannya Mas?"

"Kan ini di area sekolah, harus manggil Bapak."

"Kan cuma berdua, sayang."

Anjim!

"Ya udah."

"Udah makan?" Aina menjawab dengan anggukan.

"Masih ngantuk?" lagi. Di jawab anggukan.

"Mau tidur di ruang Mas? Lebih nyaman."

"Gak deh, nanti ada guru atau anak lain yang liat bisa berabe."

"Ya sudah tidur gih, Mas elusin kepalanya."

Biar apa?

"Biar apa?"

"Biar nyenyak tidurnya."

Aina memposisikan kepalanya di lipatan tangan, lagi.

Tangan Ilham bergerak ke atas kepala Aina, mengusap lembut rambut hitam milik sang pujaan hati.

Eaaaa

🦂🦂🦂

"Hei gak mau bangun? Udah lama loh kamu tidurnya," ucap Ilham membangunkan Aina.

Dia menguap lebar, seakan tidak ada orang lain di sana.

"Apa?"

"Pulangnya di percepat."

"Tau dari mana? Yang lain belum pulang tuh," kata Aina.

"Ada pesan dari grup guru, kalau hari ini pulangnya di percepat."

Aina ber-oh ria sambil menganggukkan kepalanya.

"Mas kok gak ikut rapat?"

"Ikut, tapi sebentar."

"Gak profesional!"

Ilham tertawa kecil.

"Sepuluh menit lagi bel pulang, anak-anak belum tau. Hanya guru-guru dan kamu saja yang baru tau."

"Wah, emang iya? Jadi gini ya enaknya punya calon suami seorang guru. Gak dari dulu aja aku pacaran sama guru," ceplos Aina tanpa melihat ekspresi Ilham saat ini.

Wah, cemburu nih.

"Kenapa? Mas kok mukanya datar gitu?"

Yang di tanya malah menghela nafas panjang.

"Gak papa."

"Ciee, kalo cemburu bilang dong, Mas. Aina kan suka."

Eh? Astaga gue ngomong apa?!- kata Aina dalam hati. Dia tidak sadar saat mengatakan itu.

"Suka apa?"

"Eh, gak suka apa-apa."

"Suka apa, sayang?"

"Kepo deh! Sana Mas keluar, katanya sebentar lagi bel pulang bunyi. Nanti ada temen Aina yang masuk, terus liat kita ngobrol gini pasti pada curiga."

"Cerewet! Mas gak bisa nganterin kamu pulang, gak papa?" katanya.

Aina mengangguk, "Gak papa, nanti aku naik angkutan aja."

"Ya, sudah Mas pergi dulu. Pulangnya hati-hati!" Aina mengacungkan jempolnya sambil tersenyum.

🦂🦂🦂

"Lo pulang sendiri gak papa, Na?"

"Halah biasanya gue juga pulang sendiri. Udah sana anterin Disya!"

"Ya udah gue duluan ya."

"He em."

"Aina pulangnya hati-hati ya, kalo ada apa-apa telpon Dani atau aku aja," kata Disya.

Kenapa baik banget sih tu orang.

"Siap, Sya." Aina memberikan sikap hormat kepada Disya, membuat perempuan itu tertawa.

"Duluan, Na."

To Be Continue!

AINA FAJ'RI ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang