24 || Pak Ilham Pernah Nervous

81 28 1
                                    

"Lima menit lagi katanya Pak Ilham"

Aina Faj'ri

"Sini, Aina bantu potong buncisnya," ujar Liana memberikan pisau kepada Aina.

Males banget gue masak kayak gini - batinnya.

"Jangan ngedumel terus, cepet potongin kecil-kecil kayak yang udah Bunda potong itu," kata Liana melihat wajah malas sang putri.

"Iya, Bunda iya."

Aina memotongi buncis dengan ukuran 1 cm, cuma di kira-kira ya, ya kali di ukur pake penggaris beneran.

Sambil memotong Aina bertanya kepada Liana, "Bun, orang tua Pak Ilham dateng jam berapa?"

"Nanti jam enam, Nak," jawab Liana.

"Kamu nanti jangan ketus lho ya, yang sopan, nanti salim juga sama orang tua Nak Ilham."

"He em."

"Nanti kalo di tanya kapan nikah, bilang secepatnya ya."

"LHO, KOK GITU SIH, BUN?!"

"Aina gak mau, Aina masih mau sekolah," lanjutnya.

"Enggak-enggak Bunda cuma bercanda, pokoknya harus sopan nanti ya!" Liana mengelus rambut Aina sambil tersenyum, kemudian pergi mengambil sesuatu di kulkas.

"Kirain beneran," gumam Aina.

"Bi? Aina ngapain lagi? Buncisnya udah di potong semua."

"Itu Non, wortelnya di kupas habis itu di potong kayak gini," kata bibi mempraktekkan.

"Gini, Bi?" tanya Aina menunjukkan hasil potongannya.

"Bener, Non."

"Kenapa sih datengnya dadakan, kan jadi harus cepet-cepet. Ini juga Pak Ilham, belum apa-apa udah di kasih tau ke orang tuanya," dumel Aina sambil mengupas wortel lalu memotongnya.

"Artinya Den Ilham udah serius sama Non Aina, Bibi juga bisa lihat dari mata Den Ilham kalo Den Ilham sayang banget sama Non," sahut Bibi.

"Ah, masa sih, Bi? Orang Aina kenal sama Pak Ilham juga baru-baru ini. Aina takut lho kalo di PHP in aja."

"Den Ilham kayaknya orang baik kok, Non."

"Bibi tau dari mana, pasti liat dari mukanya."

Aina memiringkan kepalanya, meminta jawaban dari bibi.

"Ah, si Non tau aja."

🦂🦂🦂

"Halo?"

"Apa?"

"Sebentar lagi orang tua saya datang, tapi mungkin saya akan terlambat karena ada urusan sebentar."

"Pak... Saya belum siap," cicit Aina.

Terdengar helaan nafas di seberang sana.

"Gak papa, nanti saya bantu ngomong."

"Saya nervous, takut bikin malu nanti."

"Akan saya usahakan datang tepat waktu, hilangkan nervous nya, baca basmalah nanti. Orang tua saya baik kok."

"Bapak udah bilang kalo saya siswi Bapak?" tanya Aina mengigit bibir dalamnya.

"Sudah."

AINA FAJ'RI ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang