Kenapa dadakan gini sih?!
Aina Faj'ri
"Mas?"
"Apa, sayang?
Bukannya menjawab, Aina malah terdiam sambil menahan senyumannya agar tidak lepas.
Dia sudah sering mendengar sebutan sayang dari calon suaminya itu tapi masih saja malu.
"Kenapa?"
"Enggak, cuma mau tanya. Kan kemarin guru-guru ngadain rapat, nah, Aina denger dari Dani katanya mau ada acara. Emang acara apa sih?" ke kepoan Aina muncul dengan sendirinya.
"Acara apa? Gak ada acara apa-apa, Aina. Kamu gak inget kalau Minggu besok udah waktunya ujian akhir semester?"
Loh secepat itu kah? Perasaan baru kemarin naik kelas 11, udah mau naik kelas 12 aja.
"Loh, emang iya, Mas? Kok Aina baru sadar ya. Cepet banget, sih."
"Kamu itu sekolah nggak niat, kerjaannya di kelas tidur terus. Lagi ini, masa mau UAS lupa," kata Ilham mengangkat tangannya untuk menjewer telinga Aina, tapi tidak kuat.
"Ishh, apaan sih!" Aina menepis tangan Ilham yang bertengger di telinganya. Bukan apa-apa, Aina hanya grogi saja.
"Belajar yang serius, Ai. Kamu kelas sebelas, sebentar lagi kelas dua belas. Bukan waktunya untuk berleha-leha, udah beda dari kelas sepuluh dulu. Jangan menyepelekan materi yang guru sampaikan."
Bener juga, dia tidak bisa berleha-leha terus menerus, menyepelekan materi-materi. Tapi dia juga sudah untuk melepaskan jiwa rebahannya.
"Jangan ngelamun!"
"Iya-iya! Aku pengen serius belajar. Tapi setiap mau belajar, pasti langsung males, pengen rebahan. Liat buku pelajaran aja langsung migren."
"Itu karena kamu nggak bener-bener niat, sayang. Coba di lawan rasa malasnya. Mas yakin pasti kamu bisa." laki-laki itu mencoba menyemangati Aina.
Susah pasti - batin Aina.
"Mas juga bisa jadi guru kamu di rumah kalau kamu mau."
"Ish! nanti deh Aina pikirin dulu, pusing tau," balas Aina.
🦂🦂🦂
"Bun?"
"Apa?"
"Masa Pak Ilham nawarin jadi guru Aina di rumah, padahal kan di sekolahan udah," terang Aina.
"Lho bagus dong! Biar kamu enggak tidur mulu di kamar, ada kegiatan yang bermanfaat."
"Tapi kan belajar di sekolahan udah cukup," balas Aina.
"Yakin cukup?" Aina mengangguk.
"Kalo beneran udah cukup, UAS besok nilainya harus bagus semua, ya."
"Lho, enggak bisa gitu dong, Bun. Kan enggak semua mapel Aina bisa."
"Nah makanya terima aja saran Nak Ilham, nanti dia bisa ajarin mata pelajaran yang belum kamu bisa," kata Liana berlalu ke dapur.
"Kan gak gitu jawaban yang gue mau," gumam Aina pelan.
Tau gitu tadi gak usah bilang ke bunda aja, niat ngomong biar gak setuju karena kecapekan. Eh, malah beneran di suruh.
Ini otaknya bisa berasap kalo mikir terus, lagi ya, Pak Ilham itu kalo ngajar gak bisa santai, auto keringat dingin nanti waktu di tanya ini itu.
Les gratis dengan guru yang merangkap sebagai calon suami.
Wah, mantap
Ah! Bilang ayah aja gimana ya? Tapi nanti kalo jawabannya kayak bunda, ya percuma.
Apa nggak cukup belajar di sekolah - batinnya.
Anak rebahan di suruh mikir berat, di suruh gerak, di suruh apa-apa juga males. Pengennya aja tidur mulu.
Rebahan is my life,
Rebahan membuat kita menjadi lebih fresh.Jadi pengen tidur - batin Aina.
Kemudian dia berjalan mengambil air minum, membawanya ke kamar. Aina meminumnya beberapa tegukan, lalu meletakkannya di atas meja dekat dengan kasurnya.
Tidur enak nih, udah hujan, udaranya sejuk. Pas banget buat rebahan sambil baca wattpad.
Dasar Aina.
Oke, pertama-tama mari kita letakkan bantal senyaman mungkin.
Baringkan badan ke samping (opsional)
Peluk guling anda, buka ponsel anda, buka aplikasi wattpad, pilih novel yang ingin anda baca, dan santai ala Aina siap di lakukan.
Silahkan mencoba kawan.
🦂🦂🦂
"Ayo bangun, jangan tidur terus," ucap Abraham membangunkan Aina.
"Kenapa, Yah?"
"Bantuin Bunda kamu sana, nanti keluarga Nak Ilham hendak datang."
"HA?! YANG BENER, YAH?!" teriak Aina terkejut.
Bagaimana bisa? Maksudnya kenapa dadakan sekali? Kenapa Ilham tidak memberi tahunya terlebih dahulu?
Secepat kilat Aina meraih ponselnya di samping bantal.
"Halo?"
"Ada apa, Aina?"
"Pak, kok gak bilang kalo orang tua Bapak mau ke rumah?"
"Saya juga baru tahu dari Mama tiga puluh menit yang lalu, saya langsung kabarin orang tua kamu."
"Kenapa gak telpon saya dulu?! Saya belum siap, Pak ketemu orang tua Bapak!"
"Maafin saya, Ai. Mama saya juga ngasih taunya dadakan. Saya minta maaf."
Tut
Aina mematikan ponselnya, gemas rasanya kalo gini.
Dia belum siap, dari segi manapun Aina belum siap. Mungkin hanya silaturahmi, mungkin iya, tapi tetap saja Aina belum siap.
Bagaimana dengan reaksi orang tua Ilham saat tau dirinya masih anak sekolah, siswi putranya sendiri?
Bagaimana kalo nanti Aina melakukan kesalahan, tingkah kekanak-kanakannya muncul tiba-tiba?
"Jangan mikir yang enggak-enggak dulu, sayang. Ayo kita turun, Bunda sama Bibi lagi bikin makanan, sana di bantu," kata Abraham.
"Tapi, Yah. Aina belum siap ketemu orang tua Pak Ilham."
"Ada Ayah sama Bunda, masa tamu mau di usir kan gak lucu."
"Ya udah deh, Aina mau mandi dulu, habis itu baru bantuin Bunda," kata Aina lesu.
"Ayo senyum anak Ayah!"
"Hiiii..." senyum Aina menunjukkan serentetan gigi putih miliknya, lalu dia masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Abraham di kamarnya.
To Be Continue!
KAMU SEDANG MEMBACA
AINA FAJ'RI ✓
Teen FictionAina Faj'ri, seorang perempuan yang gemar sekali tertidur di kelas. Karena hobinya itu dia kerap kali dihukum oleh gurunya namun, itu tak membuatnya kapok. Hingga semua dimulai saat ia bertemu dengan seorang guru saat hendak membeli barang. Dari sit...