11. Dilema

629 72 0
                                    

Seminggu setelah pesta berlalu tapi euphoria bahagia masih tertanam masing-masing di benak dua insan manusia yang mengundang lovebird.

Seperti Dewa kali ini, dimeja makan pun dia tak berhenti tersenyum dan menanti pertemuan dengan tetangga sebelah, apalagi kalau bukan untuk mengecengi anak gadis sebelah, dan itu seperti kewajiban harian yang harus Dewa penuhi.

Hubungan Dewa dan Dara akhir-akhir ini berjalan seperti biasanya namun ada sedikit perubahan yang dilakukan Dewa. Seperti menunggui Dara berangkat sekolah yang mana dulu itu adalah pekerjaan Dara.

Anggun, yang sejak tadi memperhatikan kelakuan anak semata wayangnya hanya tersenyum simpul seolah merasa bahagia meskipun tak tau apa gerangan yang membuat anaknya seminggu belakangan ini selalu sumringah, padahal watak anak bujangnya ini seratus persen seperti sifat dan sikap suaminya. To the point dan tidak suka bermulut manis. Itulah mengapa suaminya, Indra Mahendra disegani oleh bawahan dan rekan kerjanya karena sikap perfeksionis dan tak mengenal belas kasihan.

Dewa anaknya pun berkelakuan serupa, memang buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Mereka sama dari segi sikap tidak ada yang membedakan. Sama-sama keras kepala dan pekerja keras.

" Dewa, Ayah mau lihat hasil gambaranmu yang kata ibumu sedang kau lakukan sudah sejak semingguan lalu" Ujar Indra yang sejak tadi fokus dengan koran bacaannya dan memfokuskan netranya kepada anak kebanggannya kini.

" Hmm, nanti yah Dewa bawakan keruang kerja Ayah sepulang sekolah nanti" balas Dewa yang sejak tadi keasyikan melamun sambil mengunyah roti dan kini rasanya hampir tersedak setelah mendengar suara ayahnya meminta hasil gambarannya.

" Ayah mau sekarang" perintah ayahnya mutlak, maka dengan segera Dewa bangkit setelah melihat lirikan ibunya. Karena itu perintah

Tidak berselang lama Dewa muncul dengan tabung tempat penyimpanan hasil karyanya dikala suntuk waktu itu dan langsung menyerahkan kepada ayahnya. Serta merta ayahnya langsung membuka dan menganalisis hasil gambar Dewa. Sementara itu Ibunya dan Dewa menanti dengan cemas akan respon ayahnya. Setelah melalui beberapa detik waktu menegangkan akhirnya seulas wajah tersenyum ayahnya yang kemudian menghadirkan senyum lega Dewa dan ibunya karena merasa kali ini Dewa pun tidak mengecewakan seperti biasa. Karena Dewa selalu merasakan perasaaan was-was ini setiap kali ayahnya akan menilai hasil karyanya.

" Lumayan. Oh iya, bagaimana lembar fortofolio kamu untuk dikirimkan ke Oxford University ? Apa sudah lengkap? " pertanyaan Indra masih berlanjut mengenai persiapan masuk ke Universitas bergensi untuk anaknya dan sesuai rencana akan dilakukan Dewa tahun depan setelah lulus SMA, sesuai rencana jauh-jauh tahun sudah dipersiapkan untuk anaknya, Dewa.

Sementara itu Dewa kini justru tersendak karena seakan lupa rencana tersebut, itu sudah dilupakannya setahun belakangan ini. Dulu memang Dewa berencana melanjutkan kuliahnya di Universitas incarannya setelah tamat SMA. Tapi mengapa rasanya kini bimbang sedang dilanda Dewa.

Mengapa sekarang rasanya tidak seexited dulu?

Rasanya sekarang berat meninggalkan rumah ini? Dia sudah terlanjur nyaman disini.

Dan Dewa tidak tahu alasan apa tepatnya dia kini meragu untuk sekolah jauh di negeri orang.

Ibunya yang pertama sadar akan keterpakuan anaknya kini menyenggol kaki Dewa yang berada dibawah meja makan.

" Ekhm, sisa sedikit lagi yah semuanya rampung " meskipun dia sendiri tak yakin darimana dia merampungkan itu padahal selama ini dia justru melupakan rencana tersebut.

" Bagus. Ayah tunggu perkembangan selanjutnya dari kamu" kemudian berlalu diikuti oleh istrinya yang mengantarkannya kedepan sebelum berangkat kekantor.

Dewa justru masih terpaku dengan roti setengah gigitan lagi tapi serasa seperti batu yang akan dia telan.

Dewa baru tersadar dari lamunannya setelah ibunya datang kembali sepertinya sudah mengantarkan ayahnya kedepan. Ibunya kini menepuk pundak Dewa dan mengingatkan kalau bus sebentar lagi akan datang.

Seketika itu juga Dewa menyambar susu dihadapannya dan menandaskannya setelah menaruh roti separuhnya dimeja. Kemudian menyambut uluran tangan Ibunya untuk berpamitan dan melangkah terburu-buru karena merasa sebentar lagi dia akan terlewatkan oleh bus sekolah.

Setelah beberapa saat Dewa ngos-ngosan berlari menuju halte dan ternyata bus sudah datang serta banyak siswa lain sedang berlomba untuk naik. Disana dibelakang bus sekolah Dewa melihat Dara sedang menunggunya dan wajah harap-harap cemas sesekali melihat jam tangannya dan jalanan rumah Dewa. Namun setelah melihat Dewa yang sedang berlari kearahnya seketika itu juga Dara melambaikan tangan dan tersenyum.

Yah, senyum itu meski tak dibalas sering kali tapi tetap bersinar. Dan kali ini melihat senyum itu perlahan gundahku sedikit mereda. Batin Dewa.

***

Tama kini dibuat heran akan sikap Dewa yang kebanyakan melamun dan tidak fokus.

Sejak tadi pagi pun rasanya Dewa banyak fikiran. Entah apa itu. Rasanya tidak ada yang berbeda interaksi antara Dewa dan Dara. Masih seperti biasanya.

" Wa, dipanggil wali kelas katanya kamu disuruh keruang guru segera" Ujar Tama yang sejak tadi memanggil Dewa tapi tak didengar oleh empunya nama.

Setelah di sadarkan dari lamunannya oleh Tama dan disuruh ke ruang guru pun Dewa langsung berdiri dari bangkunya tanpa protes dan bertanya seperti biasanya. Tama heran kuadrat.

Saat berjalan kearah ruang guru pun beberapa kali Dewa menabrak bahu siswa lain yang kebetulan sedang berdiri dilorong kelas atau pun yang sementara berjalan, semuanya Dewa embat tanpa sadar meskipun decakan atau protes dari korban tak juga Dewa gubris. Fikirannya hanya satu.

Bagaimana caranya agar dia tidak jadi sekolah diluar negeri ?

Dan

Bagaimana caranya agar ayahnya tidak marah dengan Keputusannya kali ini ?

Dewa dilema

Sangat bimbang.

Tbc

Respon vote or coment yah! 💃💃

Selayar, 6 Juli 2020
13.51

SWEET AND SPICYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang