36. Awal dari Akhir (END)

1.3K 78 10
                                    

Perpaduan aroma rumah sakit dan kursi tunggu depan ruang IGD masih menjadi momok menegangkan bagi Dara.

Meskipun kejadiannya sudah hampir 12 tahun yang lalu tapi kejadian saat melihat ayahnya dibawa kerumah sakit rasanya masih segar diingatannya. Suara tangis bersahut-sahutan antara adiknya memenuhi memori Dara.

Terpuruk karena ditinggalkan sosok Ayah saat usia belia dan memaksanya untuk tetap tegar dihadapan adik-adiknya agar mampu menopang kesedihan mereka. Pernah saat itu Dara menyendiri menangis tanpa berani menitikkan air matanya didepan adik dan ibunya. Rasanya jika diingatkan kembali membuatnya merasakan sesak hingga kini.

Setelah pindah rumah yang mengakibatkannya bertetangga dengan Dewa saat itu seperti anugerah. Karena untuk pertama kalinya dia berani menangis didepan orang lain menumpahkan kesedihannya tanpa merasa harus kuat.

Yang disadari Dara sebagai awal mulanya rasa suka berkembang menjadi monyet hingga kini pun rasa itu masih sama. Jarak dan waktu tidak serta merta menghapus rasa itu.

Mencoba menjalin cinta dengan orang lain pun rasanya seperti dia melakukan kejahatan karena menipu perasaannya. Tapi segala macam cara sudah dilakukannya tapi tetap sama. Pemilik hatinya masih sama.

Tapi Dara sadar hidupnya bukannlah seindah dongeng Cinderella yang mendapatkan pangeran tampan kaya raya. Dan mirisnya adalah semua karena derajat yang tak sepadan membuatnya harus mengubur perasaan itu. Apalah daya jika restu orang tua tak menyertai.

Dara teringat dengan Bima yang sangat menyayangi Mamanya,dan rasanya tidak tega jika karena restu yang menghalangi membuat Bima harus bersitegang dengan Mamanya dikemudian hari. Tapi Dara rasa itu tidak akan terjadi,sepadan dengan kemundurannya. Dan Dara sudah merasakan yang lebih sakit dari itu saat diusia mudanya tanpa apa-apa dan direndahkan oleh orang tua dari yang dicintainya. Kini meskipun belum berlebih tapi setidaknya Dara bisa mengangkat dagunya dan bisa membela dirinya.

Suara langkah kaki yang tergesa membuyarkan lamunan Dara saat melihat siapa yang datang. Sementara itu sosok dihadapannya kini menatapnya tidak percaya.

Detik dan menit berlalu hanya menyisakan kebisingan sekitar dan dua sosok beda generasi duduk berdampingan yang masih ada jarak.

"Om.."Dara memulai percakapan karena melihat sosok paruh baya dihadapannya tidak juga membuka mulut sepuluh menit berlalu.

Yang dipanggil menoleh. Dara isyarakatkan berarti dia bisa berbicara lagi.

"Kata dokter, Tante Anggun mendapat serangan jantung kecil karena syock. Tapi kondisinya sudah agak mendingan dan sebentar lagi dipindahkan diruang rawat inap"

Hening masih menjeda dan rasanya Dara masih canggung.

"Terima kasih"

"Iya?" Dara kaget mendengar ucapan terima kasih dari yang tak diduganya.

Sosok paruh baya berkacama mata,Om Indra,Ayah Dewa. Meneliti sosok dihadapannya yang terakhir kali dilihatnya sejak 6 tahun lalu,yang saat itu masih sosok remaja kini telah berubah menjadi sosok dewasa sekaligus sosok yang telah merubah banyak hidup anak lelakinya.

"Terima kasih karena sudah menghubungi Tania jadi Om bisa tahu kalau istri Om ada dirumah sakit dan terima kasih sudah menunggu disini selama saya belum datang"

"I..iya Om. Sama-sama. Kebetulan saya ada ditempat kejadian saat itu"

"Tanpa kamu kabari pasti saat ini istri Om entah bagaimana. Serangan Jantung harus mendapat penangangan cepat dan kamu ada disana saat itu adalah kebetulan yang sangat berarti bagi Om. Selama ini saya tidak tahu kalau istri Om ada riwayat jantung karena kesibukan sampai mengabaikan kondisi istri dan anak saya. Istri saya sakit dan anak saya pun kecewa sama saya adalah kegagalan seorang suami sekaligus ayah".

SWEET AND SPICYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang