Bab 35 || Nadwah, Tempat Terindah

1.3K 249 56
                                    

Dan mereka yang mengharap rida Tuhannya, tak sekalipun hatinya tertuju pada fana dunia.

(Jangan lupa tinggalkan komennya, Bos!)

"Mas Kafa kenapa?"

"Cak Kafa dihukum? Kok iso?"

"Kui asli Cak Kafa?"

"Kafa lalaran kenapa deh?"

Dari lantai pertama hingga lantai tiga semua santri putra yang sedang istirahat, memadati koridor untuk menyaksikan pemandangan langka. Bahkan bagi santri baru dan Ula mungkin ini adalah pertama. Pertama kali melihat Kafa dihukum lalaran di tengah lapangan.

Tepat pukul 14.00 saat mentari masih bersinar lumayan panas, dan laki-laki yang memiliki frackles pada kedua pipinya itu mengumandangkan bait-bait Alfiyah dengan cepat dan berusaha untuk tetap fokus. Betapa sebenarnya dia telah terusik oleh suara para santri yang terdengar hingga telinganya. Seluruh mata memandang ke arahnya dan kali ini Kafa seolah benar-benar telah berada pada ujung jurang. Ingin rasanya menghilang saat ini juga, agar rasa malu dapat lenyap seketika.

Salah satu asatiz mengawasi di depan gedung yang tak jauh dari Kafa berdiri, sedang para santri sepertinya lebih tertarik menyaksikan Kafa daripada pulang berdiam di dalam kelas menunggu asatiz yang akan kembali masuk pada jam terakhir.

Gedung di sana berbentuk U. Masing-masing berlantai tiga. Deret kanan diisi oleh anak Ulya, di tengah oleh santri wustha dan di sebelah kiri oleh santri Ula. Maka dapat dikatakan bahwa lapangan yang berada di tengah gedung tersebut merupakan tempat strategis untuk memberi peringatan pada santri yang melanggar.

Kafa masih melanjutkan bait-baitnya dengan cepat. Dia mulai berdiri di sana dari pukul 13.00 dan mungkin sebentar lagi akan usai. Untung saja otaknya dapat dikompromi sehingga semalu apa pun Kafa hari ini, setidak nyamannya dia dengan keadaan semacam ini, Alfiyah masih tetap terkumandang tanpa jeda. Rasanya tak sia-sia telah menjadikan Nahwu sebagai favorit. Karena benar Nahwu adalah induk suatu ilmu, barangsiapa yang telah menguasai ilmu alat maka dia akan dituntun untuk menguasai segala.

🍭🍭

Selepas pukul 18.30, Kafa kembali dari masjid setelah ngaji Al-Quran. Sesungguhnya dia ingin istirahat setelah tadi sebelum magrib mendapat banyak pertanyaan dari adik kelas. Teman seangkatan Kafa tak satu pun bertanya perihal mengapa dia dihukum, mungkin karena sebelumnya mereka telah terbiasa dengan Kafa masa lalu yang seringkali keluar masuk bagian keamanan.

Dan kesalahan yang dilakukan Kafa kali ini pun tak menjadikan mereka mengurangi rasa percaya terhadap kinerjanya yang baik. Selama menjabat, mereka merasakan bagaimana tanggung jawab Kafa terhadap asrama, sehingga seluruh kebaikan tak mungkin terhapus hanya karena satu kesalahan.

"Cak, ada paket," ucap Hisyam ketika Kafa baru saja masuk ke kamar.

Laki-laki itu mengerutkan dahi, lalu berjalan lebih dalam ke kamar pengurus dan melihat beberapa temannya yang berada di sana.

"Dari siapa?" Kafa mengambil kotak cokelat muda yang masih berbungkus plastik. Dia mencari sumber pengirim tetapi nahasnya tak ditemukan. Tak ada nama siapa pun di sana kecuali Kafa Narelle Stewart yang berada pada tujuan pengiriman.

"Kafanation palingan, Cak," timbrung salah satu temannya.

"Ra mungkin." Kafa tertawa, kemudian menaruh kotak tersebut di dalam lemari.

"Ambil makan sik, yok. Keburu Isya." Kafa meraih nampan, lalu disusul Hisyam yang kemudian bangkit. Setiap hari jumat, senin, dan rabu, Kafa memang mendapat tugas mengambil nasi dan sekarang dia pun harus melakukannya sesuai jadwal.

[2] Mazhab Cinta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang