Bab 33 || Husein Manshur Al-Hallaj

1.4K 254 33
                                    

Aku melihat Tuhan dengan mata hatiku. Aku bertanya, "Siapa Engkau?" Dia menjawab, "engkau."

—Manshur Al-Hallaj


Mentari telah benar-benar bersinar sempurna ketika Kafa dan Kafi mulai memasuki area sekolah. Kafi mengarahkan motornya ke area parkir, sebelum akhirnya mereka berdua berjalan masuk menuju kelas yang berada di lantai tiga.

Sekarang tepat pukul 06.30 dan area sekolah belum benar-benar padat juga oleh para siswa. Biasanya mereka akan datang pukul 06.45.

Pagi-pagi seperti ini sangat sejuk bila duduk di rooftop.  Pasalnya dari sana gagahnya Merapi akan terlihat jelas menggambarkan wajah Jogja dan keindahannya.

Mereka menaiki tangga satu per satu menuju ruang kelas. Dan kegiatan seperti inilah yang tak Kafi sukai. Jujur saja dia butuh lift. Tapi dia cepat tersadar bahwa inilah realitas tentang wajah sekolah sebenarnya.

"Gue pinjem buku MTK. Kayaknya kemarin gue ketinggalan," ucap Kafa.

Kafi melepas salah satu gendongan ransel, lalu mengedepankannya dan membuka resleting ranselnya ketika mereka telah sampai depan kelas XII IPA 1. Kelas Kafi. "Jam ketiga balikin." Dia mengulurkannya pada Kafa.

"Siap." Kafa mengambil buku bersampul cokelat muda polos tersebut, "Baru sadar ternyata muka lo pucet banget napa, Fi?" Kafa menatap dalam.

"Nggak papa."

"Perhatikan jadwal makannya, jangan sering-sering makan asam garam kehidupan." Kafa kemudian berbalik dan berjalan ke arah kelas XII IPA 3 tanpa merasa dosa.

"Nggak jelas," desis Kafi.

"Eh, Fa, kemarin udah dijemur?" tanya Kafi ketika tiba-tiba teringat hukuman Kafa kemarin.

Kafa menghentikan langkah, dia menoleh ke belakang lantas menggeleng. "Hari ini kayaknya. Kemarin Gus Adam nggak ada dan kata Bu Rifa abis pulang sekolah aja."

Kafi mengangguk-angguk paham. Setelah Kafa kembali berjalan menuju kelasnya, Kafi langsung berjalan ke arah tangga yang berada di sudut koridor kelas ini. Dia yakin sekali bahwa Hilya sedang membaca kitab suci di sana. Karena sesungguhnya Kafi rindu perempuan itu. Entah sudah berapa hari semesta meliburkan pertemuan di antara mereka berdua.

Setelah sampai di depan tangga, dia langsung melangkahkan kakinya satu per satu ke atas. Rooftop di sini bukan murni rooftop, melainkan hanya sebuah bangunan yang belum usai. Namun, karena ada hambatan perihal dana bangunan, Kepsek meminta construction worker untuk menjadikan lantai empat sementara sebagai rooftop yang sederhana. Sangat sederhana bahkan.

Bibir merah mudanya lantas mencetak senyum tipis saat kedua mata yang terbalut kacamata itu menyaksikan sosok perempuan berseragam panjang yang bersandar di salah satu tembok. Tak jauh darinya beberapa siswi tampak berkumpul, tetapi yang diyakini mereka bukan teman-teman Hilya dan Kafi tahu Hilya tak mempunyai teman di sekolah. Yang dilakukan saat istirahat hanya membaca kitab suci, masuk ke kelas ketika bel berdering, dan ke kantin sendiri seolah dia tak membutuhkan siapa pun. Hilya melakukan segala menurut keinginan sendiri.

"Ya," sapa Kafi.

Gadis itu mengangkat kepalanya. "Fi, gimana kabar?" tanyanya dengan wajah berbinar.

Kafi duduk satu meter di depan Hilya. "Baik. Kamu mau menceritakan kembali tentang Hallaj, kan? Aku minta tolong selesaikan sekarang, ya."

"Aku udah berniat untuk itu. Dan sebelumnya aku bawakan ini untuk kamu." Hilya menyodorkan kotak makan berwarna biru pada Kafi.

[2] Mazhab Cinta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang