Bab 26 || Hari Raya

2.4K 296 62
                                    

Cinta adalah ketika aku dan kamu bertemu tuk mengungkap sebuah rasa bernama rindu.


Di antara lalu lalangnya para santri, laki-laki 17 tahun itu masih tak paham dengan keadaannya. Dia berjalan menuju koperasi santri putra setelah melaksanakan magrib berjamaah di masjid pusat Ali. Sesungguhnya ada rasa ragu dalam dirinya ketika dia memutuskan untuk melanggar peraturan. Dia berpikir tentang kedudukannya saat ini, menjadi ketua pusat dan santri kepercayaan bukanlah sesuatu yang dapat digapai dengan mudah oleh para santri. Namun ketika Kafa tak percaya harus mengemban amanat berat ini, apakah dengan tega menghancurkan kepercayaan Adam padanya bila pengasuhnya itu mengetahui rencana memuakan Kafa?

Namun sungguh, kali ini adalah kesempatannya. Allah, bahkan aku nggak percaya dengan apa yang hendak kulakukan. Tolong maafkan hamba-Mu yang lemah ini. Tolong beri aku jalan keluar, tolong aku Rabbi. Ini buntu.

Setelah isya nanti akan dilanjut Bahtsul Masail dan dia harus kembali dengan cepat sebelum kegiatan wajib itu dimulai.

"Cak Kafa," panggil seseorang.

Laki-laki yang tengah berdiri di depan etalase koperasi itu menoleh dan mendapati bagian Keamanan ber-name tag "Ilham Fauzi" yang ketika siang tadi bertemu di bawah tenda untuk melaksanakan tugas paling mengenaskan.

"Eng-- Cak, misal kita ketahuan tolong keikhlasannya ya kalau kita dihukum. Cak Kafa ketua di Nadwah, saya ketua Keamanan di sini barangkali kita udah paham hukuman mengerikan apa yang kita dapatkan nantinya bila ketahuan." Fauzi tersenyum.

Kafa ragu, tetapi pada akhirnya dia mengangguk seraya tersenyum. Bahkan bila dia harus merasakan hukuman berat pun bukanlah sebuah masalah, yang dipikirkan saat ini bagaimana bila ketahuan dan akhirnya Adam menghilangkan kepercayaan pada Kafa. Naudzubillah. Kehilangan rida Kiai dan guru adalah seburuk-buruk mimpi yang tak ingin Kafa temui. Baginya cukuplah cinta yang dikejar, karena setelah guru telah meridai maka Kafa percaya sekali bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Ayo, Cak." Fauzi mulai menyeret langkahnya, diikuti Kafa yang kemudian berjalan di sebelah remaja yang lebih pendek 5 sentimeter darinya. Dalam hati dia terus meyakinkan kembali tentang keputusan ini. Tentang konsekuensi yang akan didapatnya nanti.

Mereka berjalan melalui asrama putra yang sangat ramai. Kamar-kamar mereka yang bercat biru berderet. Lalu lalang mereka yang membawa kitab kuning tentu saja menjadi ikon dari sebuah asrama berbasis salaf. Manis dan menenangkan. Pertemuan antar Pesantren bukan sebuah alasan sang Kiai meliburkan santrinya mengaji. Ngaji adalah sebuah kewajiban. Ketika seorang santri telah jatuh cinta pada kitab, barangkali itulah hal paling menyenangkan. 

Setelah tujuh menit berjalan, Fauzi menghentikan langkahnya di depan pintu setinggi tiga meteran lalu remaja itu mulai memasukkan kunci ke dalam gembok. Kafa melihat sekeliling, keadaan di sana sepi. Barangkali para santri yang tadi membawa kitab itu mulai menuju kelas-kelas atau berkumpul di depan kamar-kamar untuk tadarus Al-quran.

"Ini bagian belakang asrama putra. Sepi. Kalaupun ada yang lihat, pasti langsung dilapor pengasuhan dan kita udah ambil konsekuensinya, jadi ayo masuk." Dalam hitugan detik, Fauzi langsung mendorong pintu yang menghasilkan bunyi derit cukup keras memecahkan suasana sepi magrib di sana.

Dilihatnya deretan bangunan-bangunan yang berjajar membentuk U, sedangkan di tengahnya terhampar banyak pepohonan. Seperti sebuah kebun kecil yang tumbuh di tengah bangunan.

"Ini ruang-ruang organisasi santri. Malem-malem nggak ada yang ke sini. Kecuali mungkin ada beberapa santri yang nunggu Albania." Fauzi menutup kembali pintu itu lalu mulai menyeret langkahnya menyusuri panjangnya koridor bangunan di sana. Ada banyak sekali ruang Organisasi di sana yang lampunya sengaja dipadamkan. Namun, dari kejauhan Kafa melihat satu ruangan di ujung bangunan yang sangat terang.

[2] Mazhab Cinta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang