Bab 11 || Peraturan Sekolah

2K 331 54
                                    

Jantungku di sini, setiap detaknya di sana. Hati ini milikku sedangkan detaknya adalah dirimu.

—Maulana Rumi


Guru bahasa Indonesia baru saja keluar. Laki-laki berambut kecokelatan yang duduk di bangku paling depan, memasukan catatan miliknya ke laci. Perutnya berbunyi sejak tadi. Ia akan ke kantin membeli mie ayam atau siomay untuk menghilangkan rasa laparnya.

"Fa, pean meh ke kantin po? Aku melu," ucap temen sebelahnya. Kevin teman Kafa.

"Ayo."

"Kafa, sini bentar." Seorang perempuan berseragam cokelat muda serta berjilbab cream berdiri di ambang pintu saat para siswa belum keluar kelas.

Melihat Bu Jihan, guru Matematika kelas XII, Kafa langsung meninggalkan Kevin dan berjalan cepat menghampiri gurunya itu. Sebagai ketua kelas, dia memang lumayan sibuk. Apalagi bila pelajaran PAI, kadang-kadang sang guru meminta Kafa mengoreksi. Belum lagi kumpulan ketua kelas yang harus dihadiri, menghadap guru saat selesai mengumpulkan buku tugas anak-anak, dan bila dia sudah sampai pada titik lelah biasanya meminta bantuan wakil.

"Bagikan bukunya sama anak-anak. Nanti yang nilainya dibawah tujuh, besok remedial." Bu Jihan menyodorkan setumpuk buku tulis yang berjumlah sekitar 32 sesuai jumlah siswa dalam satu kelas.

Kafa terkejut. Dia menanggapi buku itu kemudian. "Besok banget, Bu?"

"Iya dong Kafa. Nilai kamu kan sembilan koma, nggak usah sok kaget gitu."

"Bukan begitu. Maksudnya apa Ibu nggak ngasih kesempatan anak-anak belajar dulu?"

"Bisa nanti malam belajarnya. Ngomong-ngomong saudara kembar kamu itu cerdas sekali, ya. Guru-guru di kantor pada ngomongin Kafi."

"Oh iya kali Bu, saya kurang tahu."

"Ya emang papamu kan cerdas, sih. Wajar anak-anaknya sepandai kalian."

"Iya Bu alhamdulillah." Kafa tertawa garing. Sesungguhnya dia tak paham ingin berkata apa lagi. Dan entah kenapa papanya terkenal dikalangan para guru sekolah.

Setelah Bu Jihan pergi, Kafa langsung kembali masuk ke kelas untuk menaruh buku di atas meja guru. Biarkan mereka sendiri yang mengambil karena sesungguhnya dia ingin sekali cepat-cepat ke kantin.

Diambilnya sarung hitam dari ransel, lalu menyampirkan asal di bahu. Setelah makan nanti, Kafa biasa melaksanakan duha di masjid sekolah. Pengasuh pesantren sendiri sebenarnya mewajibkan salat duha ketika anak-anak diniyah istirahat pagi. Itu dilakukan semata-mata agar mereka mengenal apa itu istiqomah yang sebenarnya.

"Kafa, bilang dong sama Bu Jihan biar jangan remedial besok. Nanti malem jadwal gue nonton drama."

"Iya dong, Fa. Biasanya Bu Jihan mau kompromi kalau sama lo."

"Bayangkan lima belas soal, Fa. Dan otak kita beda sama lo."

Kafa menghentikan langkahnya di ambang pintu saat para siswi di kelasnya melakukan demo. Kerapkali dia menjadi laki-laki serba salah.

"Tahan dulu, ya. Gue mau ke kantin."

"Astaga gitu tuh Scorpio," desis salah satu siswi.

Kafa melangkah keluar melarikan diri dari riuh dalam kelas. Remaja itu berjalan menuju kantin dengan cepat, biasanya telat sepuluh menit saja kursi kantin sudah dipenuhi para siswa dan nanti Kafa dengan sukarela makan di tempat seadanya atau kembali ke kelas untuk memakan makanannya.

Setelah berjalan beberapa menit, dia sampai di surga SMA Garuda. Beberapa kursi sudah dipadati para siswa yang tengah menikmati makanannya. Kafa berjalan masuk, mengarah ke arah salah satu kedai untuk memesan Mie ayam dan soda. Setelah membayar, dia langsung mengambil posisi di kursi paling pojok yang kebetulan belum ditempati siapa pun. Di dekat kursi itu sebenarnya ada banyak para siswi kelas lain yang Kafa tak kenali, tapi sungguh ia hanya perlu bodo amat.

[2] Mazhab Cinta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang