•16•

336 98 14
                                    

Yongseung tidak masuk sekolah selama dua hari sejak kejadian malam itu. Setiap malam Kangmin selalu menelepon Yongseung dan berusaha menghiburnya.

Kedua orang tua Yongseung tetap pada pendirian mereka yaitu tidak mau mempercayai apa yang Kangmin katakan. Mereka tidak percaya bahwa hantu dan semacamnya itu ada. Namun Yongseung berkata pada Kangmin pasti ada saatnya di mana kedua orang tuanya akan percaya seperti dirinya.

Karena situasi yang semakin tegang, Kangmin meminta bantuan kedua orang tuanya yang mana ini adalah bagian dari pekerjaan sampingan mereka. Sejauh ini kedua orang tua Kangmin hanya bisa memberi beberapa benda pelindung karena mereka pun tak pernah tahu simbol-simbol yang ditunjukkan Kangmin padanya.

Kedua orang tua Kangmin berusaha bertanya pada rekan-rekan mereka tetapi hasilnya nihil. Tak ada yang tahu simbol-simbol itu.

Yeonho dan Gyehyeon juga berusaha bertanya secara diam-diam pada semua antek-antek iblis itu. Hasilnya pun nihil. Selama Minchan menjadi bagian dari mereka tak sekalipun ia memberitahu tentang simbol yang pernah ia tulis selama ia masih hidup.

Simbol itu harus segera Kangmin selesaikan.

Tetapi, hanya Minchan yang tahu huruf-huruf selanjutnya.

Sayangnya sejak kejadian malam itu, Minchan tak pernah menampakkan dirinya lagi di hadapan Kangmin. Dongheon dan Hoyoung pun bahkan sudah tak menampakkan diri sebelum kejadian malam itu.

"Kata Yongseung hari ini dia mau masuk." ujar Yeonho yang saat ini sedang berjalan di samping Kangmin.

Kangmin hanya mengangguk karena saat ini ia sedang di koridor dan ramai murid yang berlalu-lalang.

"Aneh gak sih kok kak Dongheon sama kak Hoyoung gak pernah kelihatan lagi?"

Kangmin berhenti sejenak lalu berbelok menuju koridor lain yang sepi. "Lo juga mikir ini aneh kan kak?"

Yeonho mengangguk-anggukan kepalanya semangat.

"Biasanya mereka paling sering muncul cuma pas ada Yongseung doang. Mungkin gara-gara Yongseung sakit, mereka berdua jadi gak muncul." ujar Gyehyeon secara tiba-tiba dari langit-langit koridor.

"Lo ngapain di atas?" tanya Yeonho bingung. Pasalnya yang hobi melayang kan dia bukan Gyehyeon, bahkan ketika Yeonho melayang di samping Gyehyeon pun sahabatnya itu akan langsung marah padanya.

Gyehyeon benci melayang.

"Abis dari lantai atas, lagi males turun tangga." jawab Gyehyeon sembari memposisikan dirinya di samping Kangmin.

"Nggak gitu kak. Masalahnya ini kak Dongheon dan kak Hoyoung sebelum kejadian yang menimpa Yongseung pun mereka udah gak menampakkan diri." jelas Kangmin pada Gyehyeon.

Gyehyeon mengernyitkan dahinya, ia tampak berpikir begitu keras. Lalu sesaat kemudian ia menatap Yeonho penuh arti.

"Yeonho, ayo kita pergi."

"Kemana?" tanya Yeonho bingung.

"Ke tempat iblis."

Yeonho sontak membelalak. "Nggak! Gue nggak mau! Masa lo gak inget pas kita kesana buat ngorek informasi? Kita udah dianggap pengkhianat!"

"Gak ada cara lain biar kita tahu apa yang sebenernya terjadi."

Sebelum Yeonho menyanggah ucapan sahabatnya, Kangmin dengan sigap menyela. "Memangnya kalian harus kesana?"

Gyehyeon mengangguk.

"Kak Dongheon dan kak Hoyoung bukannya juga udah dianggep pengkhianatan karena nyelamatin gue sama Yongseung waktu itu? Bukannya berarti mereka nggak ditempat si iblis?"

"Awalnya gue juga mikir gitu. Tapi, mereka berdua gak mungkin ngilang gitu aja, Kangmin. Sekolah ini--"

Gyehyeon tiba-tiba menggantung kalimatnya, membuat Kangmin mengernyit heran.

"--sekolah ini memiliki arti penting buat mereka."

Dahi Kangmin semakin berkerut. Ia menoleh menatap Yeonho yang saat ini menunduk sedih.

"Yeonho, sekarang lo tahu alasannya kan? Gue gak mungkin ngajak lo ke tempat yang membahayakan tanpa alasan yang jelas."

Yeonho mengangguk lesu.

"Ma--maksud kalian, pembunuhan itu?" tanya Kangmin tergagap karena hatinya mencelos saat ini.

Gyehyeon mengangguk dan hal itu membuat nafas Kangmin tercekat.

"Kangmin, gue kan udah bilang sama lo, lupain aja masa lalu itu. Gue gak tega lihat lo terus merasa bersalah dan kesakitan kayak gini." ujar Gyehyeon prihatin. Ia ikut sedih melihat kondisi Kangmin saat ini.

"Kita bakal bawa Minchan kalau itu memungkinkan. Toh, Minchan udah setuju sama tawaran lo." ujar Yeonho seraya berusaha menghibur Kangmin.

Kangmin mengangguk. Bagaimanapun juga mereka semua harus berjuang melawan iblis itu. Meski mereka harus merasakan sakit tak berujung, setidaknya mereka yakin bahwa usaha mereka tak akan pernah mengkhianati hasil.

"Tolong, jaga diri kalian baik-baik." ucap Kangmin sebelum ia berbalik pergi menuju kelas.

"Lo juga, saat ini fokus aja jaga diri lo dan Yongseung. Kalau gue dan Yeonho udah nemu petunjuk, kita akan langsung nemuin lo."

Kangmin mengangguk seraya tersenyum simpul.







***







Ketika Kangmin sampai di pintu depan kelas, ia langsung tersenyum lebar melihat Yongseung sudah duduk di kursinya sembari memainkan rubik. Ia segera berlari mengampiri Yongseung dan merangkul lehernya.

"AKKKKKHHHH!!!"

Teriakan Yongseung membuat seisi kelas menoleh pada mereka. Telinga Kangmin terasa berdengung sesaat setelah Yongseung berteriak.

"Apaan sih lo kok teriak-teriak?" ujar Kangmin seraya menarik-narik daun telinganya agar dengungannya berhenti.

Yongseung melotot seraya menunjuk lehernya yang diplester.

"Ah, maaf. Gue gak lihat tadi." jawab Kangmin lengkap dengan cengirannya.

Yongseung melengos kembali melanjutkan memainkan rubiknya ketika Kangmin masih sibuk menarik-narik daun telinganya. Kangmin sama sekali tak menyangka bahwa teriakan Yongseung akan sekencang itu. Padahal selama ini ketika ia berbicara dengan Yongseung, suaranya terdengar sangat lembut.

Setelah telinganya mendingan, Kangmin kembali buka suara. "Orang tua lo udah percaya?"

Yongseung hanya menggeleng tanpa melihat Kangmin karena fokusnya saat ini adalah rubiknya.

"Terus pas Papa lo manggil dokter waktu itu, reaksi dokternya gimana?"

Yongseung mendengus lalu meletakkan rubiknya dengan kasar di atas meja. "Aku di diagnosis skizofrenia untuk sementara ini katanya."

"HAH?!"

"Lucu ya, padahal waktu itu aku yang nuduh kamu mengalami skizofrenia. Terus sekarang justru aku yang didiagnosis skizofrenia sama dokter."

"Tapi ini nyata, bukan halusinasi!"

"Aku pernah baca, kalau pengidap skizofrenia itu sangat sulit membedakan antara kenyataan dan halusinasi. Jadi, mungkin aja kan?"

Kangmin mengernyit bingung. "Maksud lo...?"

Yongseung mengubah posisi duduknya menghadap Kangmin dan menatapnya lekat-lekat.

"Kamu nyata kan?"

"Yongseung--"

"Kangmin, kamu bukan tokoh buatanku yang muncul karena aku pengen punya teman kan?"

















Tbc
100820

Jangan lupa streaming MV DIY Connect & Thunder ya. Selingin juga sama MV lain.

Suka sedih liat MV Lay Back sama Thunder masih stuck di 13M. Youtube emang hmmm :")

[i] PHOTO | VERIVERYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang