Di sekolah Kangmin sudah bersikap seperti biasa. Ia tersenyum riang dan menyapa semua orang yang dikenalnya. Bahkan semua orang tidak akan tahu bahwa kemarin ia baru saja pingsan karena terus menangis.
Kangmin pandai sekali menyembunyikan kesedihannya dibalik ekspresi wajah riangnya itu.
Saat bel istirahat berbunyi Yongseung segera menarik tangan Kangmin keluar kelas dan membawanya ke perpustakaan. Tentu saja Kangmin memberontak ketika Yongseung dengan paksa mendorong tubuhnya memasuki pintu perpustakaan lalu membawanya ke meja kosong di ujung ruangan.
"Gue laper, Yongseung. Mau makan, apalagi hari ini lauknya enak!" ujarnya bersungut-sungut seraya mengelus perutnya, berakting seolah-olah ia belum makan selama seminggu.
"Di sini sepi." jawab Yongseung singkat.
Kangmin mendengus. "Ya gue tahu di sini sepi. Gue gak buta!"
Jika Kangmin lapar ia selalu seperti ini, galak dan agresif seolah-olah seluruh harimau di tubuhnya keluar.
"Kalau kamu masih sedih cerita aja. Aku yakin kamu cuma pura-pura ceria aja." jawab Yongseung sabar karena saat ini Kangmin sudah menggaruk perutnya dari luar seragam sekolah, membuat kemejanya kusut.
Kangmin langsung menghentikan aktivitas menggaruk perutnya yang biasa ia lakukan ketika ia sedang lapar. Ia menatap Yongseung lekat sebelum akhirnya menggulirkan matanya ke arah lain.
"Gue gak mau lo kepikiran." jawabnya singkat.
"Kita kan teman udah seharusnya kita berbagi semua hal sekalipun itu kesedihan."
"Ck, gue gak mau sedih-sedihan. Udahlah kita makan aja."
Yongseung hanya bisa menghela nafasnya pasrah ketika Kangmin menarik paksa tangannya menuju kantin.
Ia yakin sekali bahwa Kangmin sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
***
Di malam hari, seperti biasa, Yongseung sibuk belajar dan tak lupa membuat rencana untuk esok hari.
Ketika ia sibuk mempelajari matematika tiba-tiba ponselnya berdering. Yongseung meraih ponsel itu malas dan mendapati nama Kangmin tertera di layar.
"Halo Kangmin, ada apa?"
"Gue mau ke rumah lo."
"Ngapain? Nyontek PR?
Yongseung mendengar Kangmin mendengus di seberang sana. "Itu salah satunya sih, tapi ada hal lain yang mau gue omongin."
"Tentang apa?"
"Unsur foto apa yang sebenarnya gue wakili."
Yongseung mengernyit bingung. Kenapa Kangmin tiba-tiba jadi ingin tahu seperti ini? Bukankah mereka bertujuh sudah mendiskusikan jadwal untuk bertemu dengannya?
"Tapi hari ini jadwalnya kak Yeonho. " jawab Yongseung.
"Nggak apa-apa. Gue mau ikut."
"Tapi Kang--"
"Iblis itu ga akan tahu, toh kita cuma bertiga. Udah ya, gue mau berangkat ke rumah lo sekarang."
"Kangmin--"
Sambungan telepon di tutup Kangmin secara sepihak.
Yongseung meletakkan kembali ponselnya di atas meja lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Sampai saat ini Yongseung sering di buat bingung oleh tingkah Kangmin yang kadang berubah secara tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] PHOTO | VERIVERY
Fanfiction[COMPLETED] «Don't keep staring, now it's game over. I catch you.» Ketika kamera, layar, tombol klik, lensa, flashlight, dan memori menjadi foto, semua itu butuh pengorbanan. Pengorbanan dari setiap komponen itu adalah jiwa. Hasilnya berupa foto ya...