•18•

311 92 2
                                    

Kangmin dan Yongseung makan dengan tergesa-gesa di kantin. Mereka berdua harus menyelesaikannya secara cepat karena waktu terus mengejar.

"UHUK!!"

Kangmin tersedak saat meminum kuah kari.

Sebenarnya Yongseung ingin tertawa melihat wajah Kangmin yang memerah karena tersedak, tapi jika ia tertawa maka tak menutup kemungkinan bahwa ia juga ikut tersedak nantinya.

"Minum dulu aja." ujar Yongseung.

Kangmin segera meminum susu pisang miliknya. Setelah meminumnya sampai habis ia mengambil nafasnya dalam-dalam.

"Gila, sesek banget dada gue."

"Bergegas sih boleh tapi jangan sampai kayak orang yang nggak makan seminggu dong."

Kangmin tidak menghiraukan ucapan Yongseung. Ia melanjutkan kegiatannya, karena apapun keadaannya, makan tetap menjadi hal favorit bagi Kangmin.

Tak berselang lama, makan siang mereka telah tandas. Setelah itu mereka segera bergegas menuju perpustakaan.

Gyehyeon dan Yeonho berjanji akan menemui mereja di perpustakaan ketika jam istirahat. Mereka berjanji akan membawa Minchan atau setidaknya memberi sedikit informasi bagi Kangmin agar ia mendapat petunjuk jelas untuk menyelamatkan nyawa Yongseung.

Sudah lima belas menit berlalu dan kedua sosok yang mereka tunggu tak kunjung datang.

Yongseung sudah beberapa kali selesai memainkan rubiknya, mengacaknya kembali dan mencocokkan semua warnanya lagi. Pada akhirnya Yongseung meletakkan rubiknya di atas meja dan buka suara, karena sejak tadi Kangmin terlihat sangat gelisah.

"Kangmin?" panggilnya.

"Hm?"

"Waktu aku sakit kamu kan telpon aku, kamu bilang di hari aku diserang itu ada kak Minchan ya?"

Kangmin mengangguk kecil, namun atensinya tetap fokus menatap Yongseung.

"Kamu nggak salah bilang waktu kamu bisa megang tangannya kak Minchan?"

Kangmin menghela nafas berat. Ia mengusak rambutnya kebelakang lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. "Aku nggak salah bilang kok."

Yongseung mengernyit bingung. Waktu Kangmin bercerita tentang hal ini tempo hari, ia pikir pendengarannya yang salah atau Kangmin yang salah bicara.

"Kok bisa?"

"Gue sendiri juga nggak paham. Itu nyata banget, ada kak Gyehyeon dan kak Yeonho juga disana, kata mereka kejadian itu emang bener-bener nyata."

"Tapi kak Minchan--"

"Iya gue tahu. Itu mustahil kan? Tapi sebenarnya manusia dan hantu itu bisa saling bersentuhan."

Dahi Yongseung makin berkerut, selamat ini yang ia tahu manusia dan hantu tak bisa saling menyentuh. Ia pernah ingin sekali memukul Yeonho yang sering menganggunya, tapi saat tangannya berusaha meraih kerah baju Yeonho, tangannya hanya sebatas mengambang di udara.

Dunia mereka sudah berbeda.

Sehingga saling bersentuhan adalah hal yang mustahil.

"Jika manusia itu menguasai mantra yang berfungsi untuk menyentuh mahkluk halus, maka tidak ada yang mustahil." lanjut Kangmin.

"Kamu menguasai mantra itu?"

Kangmin mengangguk. "Nggak semuanya bisa karena itu rumit. Karena gue terlahir sebagai anak indigo dan profesi sampingan kedua orang tua gue, jadi gue bisa hafal dengan mudah."

"Kalau gitu kenapa kamu bingung?" tanya Yongseung lagi. Pasalnya saat bercerita tempo hari, nada suara Kangmin terdengar seolah ia tak mempercayai penglihatannya sendiri.

"Masalahnya waktu itu gue spontan megang tangannya kak Minchan. Gue sama sekali gak ngucapin mantra."

Kini giliran Yongseung yang menghela nafas berat. Ia meluruskan lengan kanannya di atas meja lalu kepalanya ia letakkan di atas lengannya itu. Sedangkan tangan kirinya ia gunakan untuk memainkan rubiknya asal.

Kenapa semuanya jadi penuh teka-teki sih?!

"Oh, ya!" ujar Yongseung tiba-tiba seraya mendongakkan kepalanya. Hal itu jelas membuat Kangmin terkejut.

Jika ini bukan perpustakaan pasti Kangmin sudah merebut rubik milik Yongseung dan membantingnya tepat di depan mata teman sebangkunya itu.

"Apa?" tanya Kangmin malas. Saat ini ia sedang gelisah dan Yongseung justru hanya nyengir saat menyadari perbuatannya.

"Kok kamu kenal kak Minchan? Dia siapa kamu?"

Kangmin seketika mematung. Tiba-tiba tatapan matanya menjadi kosong. Ia lalu meremas kemejanya kuat-kuat karena dadanya terasa sesak saat ini.

Ia berusaha keras menenangkan diri dengan mengambil nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Bagaimanapun juga, Kangmin tidak boleh terus begini.

Ia tak mau jika terus menengok masa lalu.

Yang lalu biarlah berlalu karena kini masa depan jauh lebih penting.

"Kangmin, kalau kamu nggak mau cerita--"

"Nggak! Gue harus cerita ke lo. Bagaimanapun juga lo harus tahu semua ini."

Yongseung mengangguk patuh. Ia tak bisa menolak karena Kangmin menunjukkan tekad bulat. Lalu fakta bahwa ia ingin tahu semuanya membuatnya mematuhi ucapan Kangmin saat ini.

"Bukan hanya kak Minchan, gue bakal cerita semuanya ke lo."

"Maksudmu kak Gyehyeon dan kak Yeonho?" tanya Yongseung memastikan.

Kangmin mengangguk. "Kak Dongheon dan kak Hoyoung juga."

"Kamu tahu juga cerita tentang mereka? Bukannya kamu bilang mereka udah meninggal belasan tahun lalu?"

Kangmin menghela nafasnya berat. Ia menoleh, memilih menatap keluar jendela daripada menatap mata teman sebangkunya itu.

"Justru itu Yongseung, gue tahu mereka karena kak Minchan. Dulu kak Minchan tetangga gue, waktu itu gue kelas delapan dan kak Minchan kelas sepuluh. Yang bikin gue sakit tiap denger nama kak Minchan karena waktu itu gue nggak percaya sama omongan mereka dan ngebiarin kak Minchan berteman dengan mereka. Kak Minchan waktu itu lagi sedih dan butuh seseorang yang menyemangatinya di sekolah."

"Sedih kenapa?"

"Sahabatnya tiba-tiba aja meninggal secara mengenaskan."

"Sahabatnya?"

Kangmin mengangguk. "Kak Gyehyeon dan kak Yeonho."

Yongseung membelalak. "Mereka takdir dari iblis itu?"

Kangmin mendengus getir lalu sesaat kemudian menatap Yongseung lekat. "Nggak. Si Iblis cuma ngambil satu orang untuk jadi takdirnya."

"Jadi, kak Minchan?"

Kangmin menggeleng.

"Lho, kalau gitu penyebab mereka meninggal dua tahun lalu itu apa?"

"Mereka bertiga dibunuh. Gue yakin dari sini aja lo pasti udah bisa nebak siapa yang bunuh mereka. Lo cerdas kan?"

Yongseung menggeleng. Ia tak percaya, mana mungkin dua kakak kelas --hantu-- yang membantunya di hari pertama ia masuk sekolah adalah sosok yang seperti itu.

"Gak mungkin kak Dongheon dan kak Hoyoung kan?"

"Sayangnya, jawaban lo benar."


















Tbc
170820

Maaf telat tadi ada kuis dadakan dari guru :(

Pdhl tgl merah masih aja ngadain kuis :(

[i] PHOTO | VERIVERYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang