"Nggak lah! Gue nyata, Kim Yongseung!"
"Buktinya?"
Kangmin mendecakkan lidahnya kesal. Bisa-bisanya Yongseung menuduhnya tidak nyata!
"Nih cubit pipi gue!" seru Kangmin seraya menarik tangan Yongseung untuk menyentuh pipinya.
Dengan sigap Yongseung segera mencubit pipi Kangmin seraya menariknya. Hal itu membuat Kangmin mengaduh kesakitan dan memukul lengan Yongseung.
"Udah kerasa nyata?"
Yongseung menggeleng lesu. "Bisa aja kan aku ngerasa nyata karena emang ini halusinasiku, tapi orang lain mungkin gak--"
Kangmin tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya lalu berkata dengan lantang.
"WOY SEMUANYA!!! GUE YOO KANGMIN. KENAL GUE SEMUA KAN?"
Yongseung membelalak melihat kelakuan Kangmin yang tiba-tiba hingga membuat seisi kelas menatap mereka berdua aneh. Setelah dirasa cukup mendapat banyak perhatian, Kangmin segera duduk dan menatap Yongseung santai lengkap dengan cengiran khasnya.
Yongseung hanya bisa menatap Kangmin datar. "Aku nggak nyangka bisa temenan sama orang kayak kamu."
"Kenapa?"
Yongseung mengendikkan bahunya. "Kayak bumi sama langit. Setiap hari aku berdoa biar bisa dapat teman, eh sekalinya dapat--"
"Oh, lo nyesel gitu?" ujar Kangmin cepat.
Yongseung menggeleng. Kangmin terlalu cepat mengartikan ucapannya hingga salah persepsi. "Nggak gitu. Maksudnya tuh--"
Kangmin tidak menghiraukan ucapan Yongseung, ia justru meraih rubik milik temannya itu dan memainkannya.
"Ajarin gue main rubik kalau gitu. Seenggaknya kita harus punya suatu hal yang sama-sama kita sukai." ujar Kangmin tulus seraya tersenyum lebar.
Yongseung yang merasa tak enak hati segera menjawab. "Nggak, aku gak mau kamu ngelakuin ini karena terpaksa."
"Sumpah Yong, gue cuma pengen belajar main rubik."
"Beneran?"
Kangmin mengangguk semangat.
"Oke."
Kangmin tidak menyadari bahwa keputusan yang ia buat salah besar.
Karena baru beberapa menit bermain dan ia sudah memiliki keinginan untuk membanting benda berbentuk kubus itu.
***
Gyehyeon dan Yeonho sudah tiba di depan pohon tua yang besarnya tiga kali pohon biasanya. Pohon itu adalah pintu menuju dunia yang seharusnya tidak perlu mereka pijaki.
Bagi orang biasa pohon itu tetaplah pohon. Namun bagi orang yang dapat melihatnya, pohon itu adalah gerbang menuju sebuah kastil besar yang dikelilingi oleh bunga-bunga yang indah. Bunga-bunga itu adalah racun, yang mana tidak sesuai dengan keadaan di dalam kastil.
Gyehyeon mendengus seraya kakinya melangkah terlebih dahulu menjejaki gerbang disusul Yeonho yang melangkah takut.
Penjaga disana menatap mereka berdua sinis. Salah satunya berkata. "Untuk apa kembali?"
Gyehyeon balas menatap tajam. "Terus untuk apa lo masih disini kalau udah tau kenyataannya?"
"Sialan!" umpat penjaga itu seraya mengarahkan tongkatnya ke arah Gyehyeon. Penjaga satunya pun mengikuti arahan temannya dan ia segera mengarahkan tongkatnya pada Yeonho.
Gyehyeon hanya menatap mereka berdua datar sedangkan Yeonho mendelik marah. Rahang Yeonho mengeras karena menahan hasrat ingin menggigit bahu dua penjaga itu.
"Ngapain nunjuk-nunjukin gingsul lo?!" ujar seorang penjaga yang mengarahkan tongkatnya pada Yeonho.
"Pengen gigit!"
"Sini gigit! Paling gak seberapa." jawabnya remeh sambil tertawa keras.
Sesuai yang ia inginkan, Yeonho bergerak maju siap menggigit bahu penjaga itu.
"Yeonho!"
"Heh mau kemana lo!"
Gyehyeon ingin menghentikan Yeonho tetapi penjaga yang mengarahkan tongkat padanya telah mengikat kedua tangannya dengan tali yang menjulur keluar dari tongkat. Jika marah, gigitan Yeonho tidak main-main.
Gingsulnya sangat kuat. Bahkan bekas gigitannya tak akan hilang selama sebulan.
"Yeonho, jangan nambah masalah!"
Penjaga itu mencibir. "Halah gigitannya nggak akan ngelebihi macan kali!"
Yeonho mencengkeram kuat bahu penjaga itu. Saking kuatnya cengkraman itu, mata sang penjaga mulai bergetar.
Lalu tanpa basa-basi Yeonho langsung menggigit bahu sang penjaga tanpa menghilangkan dendamnya.
Yeonho benar-benar marah saat ini.
"ARRRKKHHHHHHH!!!"
Gyehyeon hanya bisa meringis ngeri melihat kejadian itu.
Penjaga yang sebelumnya mengikat tangan Gyehyeon segera berlari menolong temannya yang saat ini terkapar di tanah sembari memegangi bahunya.
Yeonho memanfaatkan itu dengan berlari pada Gyehyeon dan melepas tali yang menjerat tangan sahabatnya. Mereka berdua segera berlari menuju kastil namun baru saja mereka melangkah beberapa meter, mereka melihat Minchan sedang berlari tanpa arah.
"Minchan!" panggil Gyehyeon.
Minchan menoleh lalu segera berputar arah menghampiri mereka berdua. Ketika Minchan sampai di hadapan Gyehyeon dan Yeonho, mereka berdua dapat melihat mata Minchan yang sembab serta bibir bawahnya ia gigit kuat-kuat.
"Kenapa?" tanya Yeonho khawatir.
Bibir Minchan bergetar seraya menjawab. "Kak Dongheon dan Kak Hoyoung--"
"Mereka kenapa?!" tanya Gyehyeon dengan nada suaranya yang meninggi. Jika sudah menyangkut dua orang itu, Gyehyeon tak bisa tinggal diam.
"Mereka berdua yang bunuh aku."
Gyehyeon dan Yeonho seketika mematung. Saling tatap sejenak sebelum akhirnya memeluk Minchan secara bersamaan.
"Mereka berdua bukan cuma bunuh lo, tapi juga gue dan Yeonho."
Tbc
140820
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] PHOTO | VERIVERY
Fanfiction[COMPLETED] «Don't keep staring, now it's game over. I catch you.» Ketika kamera, layar, tombol klik, lensa, flashlight, dan memori menjadi foto, semua itu butuh pengorbanan. Pengorbanan dari setiap komponen itu adalah jiwa. Hasilnya berupa foto ya...