Yongseung mengawali pencariannya dengan bertanya pada tetangga Kangmin di rumahnya yang dulu. Katanya orang tua Kangmin pindah ke luar kota yang jaraknya bisa ditempuh sekitar enam jam dengan menggunakan kendaraan bermotor.
Sayangnya tetangganya itu tidak tahu alamat pasti dimana orang tua Kangmin tinggal.
Hanya bermodal nama kota, Yongseung melanjutkan perjalanannya ke sana. Bagaimanapun caranya, ia harus bisa menemukan orang tua Kangmin guna meminta bantuan atau paling tidak mendapatkan penjelasan.
Kangmin, anaknya, sejak tadi rewel. Ia bosan duduk terus di jok belakang. Karena perjalanan jauh mereka yang mendadak, Yongseung dan (Y/N) tidak sempat membawa mainan Kangmin yang biasa ia mainkan ketika mereka menempuh perjalanan jauh.
"Adek mau duduk di depan?" tawar Soora.
Kangmin menggeleng tegas. Pipinya masih menggembung dan bibirnya mengerucut.
"Mama pangku sini,"
"Nggak mau!"
Seraya fokus menyetir, Yongseung berkata. "Adek, jangan bentak Mama kayak begitu."
Kangmin semakin cemberut ketika Papanya sendiri juga tidak memahami sikapnya saat ini.
"Adek mau main rubik." ujar Kangmin membuat Soora dan Yongseung menghela nafas.
"Iya bentar, ini Papa cari toko mainan dulu ya nanti kita beli rubik." jawab Yongseung berusaha menghibur anaknya.
"Oke."
Akhirnya Soora dan Yongseung bisa bernafas lega ketika Kangmin sudah mau dibujuk. Tetapi beberapa saat kemudian anak berusia lima tahun itu kembali berkata,
"Adek laper."
"Itu ada snack, di makan dulu ya." jawab Soora sabar.
Kangmin suka sekali makan padahal Soora dan Yongseung tidak. Entahlah, turunan dari siapa yang membuat Kangmin selalu merasa lapar padahal sudah makan.
"Adek mau nasi."
"Tapi kan adek udah makan nasi tadi."
"Iya, tapi sekarang laper lagi Ma."
Yongseung menghela nafasnya. Memang benar ia menamai anaknya Kangmin agar ia tumbuh seperti Kangmin.
Tapi kenapa sifat mudah laparnya harus ikutan sih?!
Yongseung hanya ingin sisi positifnya, ya Tuhan!
"Kalau gitu adek pilih salah satu ya. Beli rubik atau makan?" tanya Yongseung seraya tersenyum jahil.
Kangmin sontak mencebikkan bibirnya. "Huaaaaa Mama, Papa jahat! Adek nggak bisa milih, gimana dong?"
***
"Terus kita mau nyari rumahnya di mana kak?" tanya Soora ketika mobil mereka berhenti di lampu merah.
Yongseung menggeleng lemah.
"Kalau nggak ada petunjuk sama sekali kita mau nanya ke orang pun sus--"
"Paman Yoo!" seru Yongseung tiba-tiba hingga membuat Kangmin yang baru saja terlelap pun bangun karena terkejut.
Kedua mata Yongseung membulat sempurna ketika melihat Papa Kangmin mengendarai mobil yang berhenti di depannya. Yongseung yakin itu Papa Kangmin karena sang pemilik mobil sempat menurunkan kaca mobilnya ketika memberikan uang pada pengamen jalanan.
"Kak Yongseung yakin itu papanya Kangmin?" tanya Soora berusaha meyakinkan kembali.
"Iya aku yakin. Kita ikutin aja dulu mobilnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] PHOTO | VERIVERY
Fanfiction[COMPLETED] «Don't keep staring, now it's game over. I catch you.» Ketika kamera, layar, tombol klik, lensa, flashlight, dan memori menjadi foto, semua itu butuh pengorbanan. Pengorbanan dari setiap komponen itu adalah jiwa. Hasilnya berupa foto ya...