"Heh apa-apaan lo?!"
BRUK!!!
PLETAK!!!
"Arghh, apaan sih ini?"
Kangmin dengan cepat mendatangi Gyehyeon dan Yeonho yang saat ini sedang bersantai di taman belakang sekolah yang jarang di datangi murid.
Sialnya karena terlalu berapi-api ia tersandung batu dan jatuh. Namun dengan cepat ia mengucapkan sesuatu pada tangannya, lalu meraih kerikil disampingnya dan segera melemparkannya pada mereka.
Kerikil itu tepat mengenai kepala Gyehyeon membuat sang empunya meringis menahan sakit. Kangmin segera menghampiri mereka sembari meniupkan sesuatu ke dalam kedua telapak tangannya.
"Maksud lo apaan gangguin temen gue?!" tanyanya seraya meraih kerah baju Yeonho.
Gyehyeon yang merasa denyut di kepalanya berangsur menghilang segera meraih tangan Kangmin. Namun tenaga Kangmin jauh lebih kuat hingga ia dengan mudah menepis tangan Gyehyeon.
"Lo yang apa-apaan gangguin kita!" teriak Yeonho tak mau kalah.
"Lo apain Yongseung hah?!"
"Yongseung siapa? Gue gak kenal."
"Halah jujur aja, pasti lo udah ngehasut dia kan!" ujar Kangmin seraya mengencangkan cengkramannya pada kerah baju Yeonho hingga sang empunya merasa kesulitan bernafas.
Gyehyeon terus berusaha menolong Yeonho, hingga akhirnya ia buka suara. "Di sini ada salah paham, gue yakin itu."
Kangmin menyeringai menanggapinya. "Udah jelas-jelas gue lihat kalian lagi ngomong sama Yongseung!"
"Lo tahu kita ngomong sama anak itu di mana?" tanya Gyehyeon berusaha tetap sabar.
"Perpustakaan."
Gyehyeon menghela nafasnya. "Lepasin, ini salah paham."
Yeonho dengan cepat menepis tangan Kangmin. Hal itu jelas membuat Kangmin marah namun ia urungkan niatnya untuk menghajar wajah Yeonho.
"Kita nggak tahu kalau namanya Yongseung. Kita tadi ngomong karena tiba-tiba dia nyapa kita. Gue kaget dan Yeonho juga begitu, kita pergi karena nggak mau kejadian yang dulu terulang lagi." jawab Gyehyeon lirih hingga siapapun yang mendengar ceritanya dapat merasakan kesedihan dari suara itu.
Kangmin menghela nafas berat lalu menyibak rambutnya ke belakang. Semuanya tiba-tiba berubah menjadi rumit padahal ia baru dua hari masuk sekolah.
"Gue takut kalau itu Yongseung." ucap Kangmin.
Yeonho yang ikut merasa sedih segera berkata. "Selama ini pasti ada tanda-tandanya kan sebelum dia meminta takdir itu? Sebelum ketemu semua unsur itu, kita bisa ngubah takdir Yongseung kalau orang itu bener-bener pengen lo lindungin."
"Justru itu, Yongseung udah ketemu Kak Dongheon dan Kak Hoyoung sebelum ketemu kalian."
"Masih ada harapan, kita usahain itu."
"Alasan apa yang bikin lo pengen ngelindungin Yongseung?" tanya Gyehyeon penasaran.
"Hidupnya harus panjang. Dia gak boleh mati dulu sebelum ngelakuin semua misinya."
***
Yongseung terkejut begitu bukunya direbut paksa oleh orang lain. Ia menoleh dan mendapati Kangmin sedang menutup bukunya dan membaca judul yang tertera di sampul.
Ia menatap Yongseung menyeringai. "Jadi lo nganggep gue punya skizofrenia gitu?"
Yongseung bergeming, ia justru menoleh ke arah lain berusaha menghindari kontak mata dengannya.
"Yongseung, tolong dengerin gue." ujar Kangmin seraya duduk di depan Yongseung.
Dari suaranya yang putus asa, Yongseung akhirnya menatap Kangmin.
"Gue nggak mau temen gue di ambil lagi."
Yongseung memilih diam mendengarkan kelanjutan cerita dari Kangmin.
"Mereka jahat. Mereka selalu haus dan siapapun nggak akan bisa lepas dari takdirnya."
"Maksudnya?" otak Yongseung terus berpikir tentang apa yang dibahas oleh Kangmin tapi sampai saat ini ia tak memiliki titik temu itu.
"Gue nggak mau lo adalah orang selanjutnya yang mereka pilih."
"Mereka yang kamu maksud itu siapa?"
"Iblis."
Kedua mata Yongseung sontak membola. "H--hah? Waktu itu hantu sekarang iblis. Apa-apaan sih ini?!"
Yongseung bangkit. Ia sudah muak dengan semua omong kosong dari Kangmin. Dari ucapannya kali ini Yongseung semakin yakin bahwa teman sebangkunya itu menderita penyakit skizofrenia.
"Gue tau ini terdengar gak masuk akal, tapi memang begini keadaannya."
"Aku nggak percaya!"
Kangmin yang merasa frustasi karena Yongseung tak kunjung mempercayainya segera bangkit dan menghampiri pemuda itu.
"Oke kalau lo nggak percaya, terserah. Tapi gue mohon, hindari semua unsur itu. Kalau semua unsur ketemu membentuk foto, maka permainnya akan berakhir saat itu juga."
"Unsur?"
Kangmin mengangguk. "Kamera, layar, tombol klik, lensa, flashlight, dan memori, setahu gue itu. Jika semua unsur bertemu maka akan terbentuk foto. Di sini lo adalah foto. Jadi kalau lo mau tetep hidup, lo gak boleh ketemu semua unsur itu."
Entah mengapa jantung Yongseung berdesir. Ia tak tahu mengapa tapi saat ini tubuhnya menegang seolah ia bisa mati saat itu juga. Kangmin bercerita dengan serius hingga sorot matanya berubah menjadi sedih.
Tiba-tiba Yongseung merasa ada sesuatu yang menatapnya tajam dari balik rak buku. Ia menoleh dan mendapati bayangan hitam besar dengan mata merah menyala menatapnya tak suka dari balik rak buku.
Tubuhnya menegang. Sungguh ia tak bisa mempercayai apa yang ia lihat barusan.
"Itu tanda bahwa permainan resmi dimulai."
Suara Kangmin sukses membuat Yongseung kembali tersadar. "Maksudmu?"
"Bayangan hitam itu adalah tanda awal permainan ini. Dia nggak suka kalau takdirnya berusaha melarikan diri. Di sini bukan nyawa lo aja yang terancam tapi gue juga, karena gue berusaha menggagalkan rencananya."
"La--lalu apa yang harus kita lakukan?"
Kangmin menghela nafasnya. "Nggak ada. Percuma, permainannya udah resmi dimulai."
"Tapi tadi kamu bilang--"
"Udah terlambat, kita gak bisa kabur."
Tbc
100720
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] PHOTO | VERIVERY
Fanfiction[COMPLETED] «Don't keep staring, now it's game over. I catch you.» Ketika kamera, layar, tombol klik, lensa, flashlight, dan memori menjadi foto, semua itu butuh pengorbanan. Pengorbanan dari setiap komponen itu adalah jiwa. Hasilnya berupa foto ya...