•13•

341 95 8
                                    

Kangmin menjatuhkan dirinya di kasur lalu menutup matanya dengan lengannya. Hari ini berat, ah tidak, sebenarnya setiap hari selalu berat bagi Kangmin sejak insiden itu terjadi.

Ia tidak bisa mengelak bahwa sebenarnya sampai saat ini pun jiwanya masih terguncang. Bahkan mendengar nama Minchan pun dadanya langsung terasa sesak dan air matanya selalu lolos begitu saja.

"Gimana lo mau ketemu Minchan kalau denger namanya aja lo bisa pingsan gitu?" ujar Yeonho yang tiba-tiba menerobos masuk ke dalam kamarnya lewat tembok.

Kangmin mendengus. "Ya gue maunya normal aja. Tapi mau gimana lagi..."

Kangmin ingin mengakhiri semua ini, tapi ia tahu bahwa harus ada seseorang yang mengorbankan dirinya sendiri untuk mengakhiri permainan ini.

Ia harus tahu awal dari permainan ini sebelum Kangmin bisa mengakhirinya.

Dari mana awal permainan ini bermula?

Jika Yongseung adalah foto lalu Kangmin siapa?

Lalu semua hantu yang ditemui Yongseung itu mewakili unsur apa dalam dirinya?

"Kak Yeonho?"

"Hm?" jawab Yeonho yang sedang asik memainkan lampu di meja belajar Kangmin.

"Kak Yeonho mewakili unsur apa?"

"Unsur foto?"

Kangmin mengangguk bersemangat.

"Gatau." jawab Yeonho seraya mengendikkan bahunya.

Kangmin cemberut. Iblis itu memang pintar dalam membuat permainan. "Unsur foto yang iblis bilang itu apa aja sih?"

"Kamera, layar, tombol klik, lensa, flashlight, memori, dan foto. Sejak adanya permainan ini, iblis itu cuma bilang bahwa sang korban adalah foto." jawab Yeonho seraya ikut berpikir.

"Berarti semuanya ada tujuh?"

Yeonho mengangguk.

"Tunggu-- berarti masih kurang satu dong?"

"H--hah, bukannya udah lengkap ya? Kan Yongseung udah ketemu gue, Gyehyeon, Minchan, kak Dongheon, terus kak Hoyoung--" seketika mata Yeonho terbelalak.

"Bener kan? Kurang satu kan!" ujar Kangmin heboh seraya bangun dari kasurnya.

Yeonho yang sama hebohnya segera menghampiri Kangmin. "Tapi, kenapa permainannya udah dimulai kalau masih kurang satu?"

Yang dikatakan Yeonho benar. Seharusnya permainan ini belum dimulai karena Yongseung masih belum bertemu satu unsur lagi. Tapi mengapa permainannya sudah di mulai?

Kemunculannya secara langsung di perpustakaan itu adalah pertanda awal permainan ini.

Jadi sudah jelas permainan ini dimulai.

Tapi--

"Jangan bilang kalau lo juga jadi pemegang salah satu unsur?" ujar Yeonho seraya menunjuk Kangmin.

Kangmin menggeleng. "Nggak, nggak mungkin. Mana mungkin gue ikut jadi pemegang salah satu unsur?!"

"Mungkin aja, karena lo terlibat dalam permainan ini, Kangmin. Lo bantuin Yongseung, mungkin aja secara gak langsung itu ngebuat lo jadi pemegang salah satu unsur kali ini."

"Itu artinya--"

Yeonho tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya, ia mengangguk lesu. "Bener. Yang mati pasti antara lo atau Yongseung."

Tanpa basa-basi Kangmin segera meraih beberapa jimat di atas meja belajarnya dan menaruhnya di dalam tas. Tak lupa ia juga memakai jaketnya lalu membawa tas ranselnya dengan asal keluar kamar.

"Lo mau ke mana?" tanya Yeonho bingung.

"Ke rumah Yongseung."

"Kenapa?"

"Firasat gue gaenak tentang dia."






***






Yongseung menatap sekeliling kamarnya sebelum akhirnya duduk dengan lesu di sisi kasurnya. Kamarnya yang penuh dengan coretan hasil perhitungan kimia, fisika, dan matematika seolah tak ada harganya saat ini.

Bisa-bisanya orang sains sepertinya saat ini terjebak dan diharuskan percaya bahwa hantu itu ada!

Tapi jika mengelak pun, begitu ia melihat Yeonho yang melayang rasanya percuma. Semuanya nampak sangat nyata sampai tak ada alasan baginya untuk menuduh Kangmin mengidap skizofrenia.

Pemuda itu merebahkan dirinya di atas kasur seraya menatap langit-langit kamarnya. Hati dan otaknya sampai saat ini masih terus berdebat. Mana yang harus ia percayai jika semuanya terasa nyata seperti ini?

Yongseung menghela nafas berat lalu memiringkan tubuhnya untuk mengambil ponselnya. Ia segera menjelajah internet dan mencari beberapa fakta lagi untuk menguatkan hatinya.

Saat ia sedang serius itulah tiba-tiba Yongseung merasakan sesuatu menetes di pipi kirinya.

Apa ini hujan?

Mengapa tidak terdengar suara hujan, petir, atau angin di luar sana? Bahkan, atap kamarnya selama ini belum pernah mengalami kebocoran.

Pada akhirnya Yongseung mengusapnya asal, seperti biasa saat ia terciprat oleh air. Lalu ketika tangannya kembali ia gunakan untuk memegang ponsel, jantungnya langsung berdegup kencang tanpa bisa ia kontrol.

Sesuatu berwarna merah nampak di punggung tangannya.

Tes...

Tes...

Tes...

Yongseung kembali mengusap pipinya saat sesuatu itu menetes dari langit-langit kamarnya.

Ketika ia melihat lagi punggung tangannya, ia sadar.

Itu darah.

Jantungnya berdegup kencang, tangan dan kakinya pun saat ini sudah berkeringat dingin.

Dengan ragu Yongseung membalikkan tubuhnya untuk menghadap langit-langit kamarnya.

Dan benar saja,

Dia ada di sana.

Mengawasi Yongseung dengan mata merahnya.


















Tbc
310720

Apakah kalian sudah menangkap beberapa teori? H3h3h3.

[i] PHOTO | VERIVERYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang