[26.] Terungkap

2.6K 317 42
                                    

Sudah 4 hari Hyunjin tinggal dirumahnya, namun tidak ada perkembangan berarti yang membuat hubungannya  dengan sang ayah membaik. Waktu itu bukannya tuan Hwang mengusir Hyunjin? Iya, Hyunjin tidak jadi di usir, Hyunjin boleh tinggal di rumah ini, namun tidak boleh menampakkan wajahnya di depan tuan Hwang. Hyunjin tidak tau apa yang akan Minhyun lakukan setelah ini, namun firasatnya mengatakan bahwa ini adalah suatu hal yang buruk.

Siang ini hujan turun dengan frekuensi yang cukup deras, suara petir sebagai pelengkap. Hyunjin menatap foto mendiang ibunya, ingatannya kembali menerawang masa lalu, dimana takdir dengan seenaknya menjadikan dia sebagai penyebab kematian ibunya, penyebab ayahnya menderita sampai sekarang.

Hyunjin bahkan masih ingat bagaimana ayahnya membentaknya dan mengatakannya pembunuh waktu itu, Hyunjin kecil tidak mengerti saat itu. Sekarang Hyunjin sadar, kesalahannya sangat fatal.

Bahkan meskipun ayah nya telah memaafkannya, tapi Hyunjin yakin, masih ada rasa tidak rela di hati ayahnya, ayahnya tidak bisa menerimanya sepenuhnya. Bahkan hanya karena masalah kecil di rumah sakit waktu itu, hubungannya dengan sang ayah yang sempat membaik kini kembali merenggang.

Haruskah ia melupakan impiannya menjadi idol, bagaimana jika ia hanya fokus terhadap permasalahannya dengan sang ayah, jika ia berhenti trainee, ia bisa menghabiskan waktunya dengan sang ayah dan membantu ayahnya di kantor. Haruskah ia seperti itu?

Hyunjin membuka pintu balkon kamarnya, disana ia melihat hujan yang deras, matahari tertutup oleh awan pekat. Hyunjin memejamkan matanya menikmati aroma khas tanah yang terkena air hujan. Ia merapatkan sweater nya merasa bahwa udara ini terlalu dingin untuknya.

Bahkan nyeri di dada Hyunjin tidak mau hilang sejak tadi pagi, obat yang biasa ia minum kini tidak mempan untuk menghilangkan rasa sakitnya.

Dadanya berdenyut nyeri, kali ini sangat sakit, sampai rasanya ia ingin mati saja, sakit di dadanya menjalar hingga ke punggung. Keringat sebesar biji jagung membuat rambutnya lepek setengah basah. Padahal udara sedang dingin.

"Astaga, k-kenapa tambah sakit akh.."

Hyunjin berjalan tertatih ke dalam kamarnya, menutup pintu balkon dan membaringkan dirinya di ranjang dengan selimut tebal.

Oh ayolah, bahkan Hyunjin tidak dapat menikmati hujan siang ini, Hyunjin ingin sekedar duduk di balkon, melepaskan semua pikirannya dan menikmati aroma tanah.

"A-appa.... ini sangat sakit...hiks sakit sekali ...hiks." Hyunjin mencengkram dada kirinya kuat.

"Bahkan... j-jika appa tau aku memiliki hhh... penyakit ini.. hiks... apakah... a-apakah... appa akan memaafkanku?"

Kali ini Hyunjin bahkan tidak mampu bangkit untuk sekedar mengambil obatnya. Ia terlalu hanyut dalam rasa sakit.

"Hyunjin lelah...appa....hiks maafkan Hyunjin...." Hyunjin terus menangis sampai kesadarannya direnggut paksa oleh gelap.
.
.
.
Saat ini Minhyun ada di ruangan kerjanya, ia dan Tuan Hwang sudah kembali bekerja sejak kemarin.

Minhyun sedang berbicara dengan seseorang di ponselnya, rautnya sangat serius, sesekali ia menyeringai, menjadikannya terlihat seram. Bagaimana orang dengan wajah sepolos Minhyun dapat menyeringai semenyeramkan itu?

"Appa tenang saja. Aku sudah mendapatkan kepercayaan Paman tercinta." Ucapnya dengan enteng.

"Bagus, lanjutkan dengan baik, buat dia membenci anak itu agar semua warisannya jatuh ke tangan kita." Sahut seseorang yang dipanggil  appa oleh Minhyun.

"Tapi perlukah aku membunuhnya?" Tanya Minhyun.

" Jangan dulu, kita bisa mendapatkan masalah, dapatkan warisannya tanpa membunuh." Jawab ayah Minhyun.

Something Wrong [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang