DR 26. Dusta Hati

1.9K 280 39
                                    

"Cukup hati yang tau bagaimana perasaan ini, jikapun berbalas semoga hati tak akan berpaling."

-Detak Rasa-

"Kin?" panggil Rafka pelan sambil menatap Kinan.

"Kamu kenapa sih?! Kalau gak bisa jemput ya gak usah di paksa. Kalau capek, bilang aja! Aku bisa pergi ke dokter sendirian, lagian banyak kok taksi yang bisa ngantarin aku ke rumah sakit. Juga, kamu gak bisa juga terus bergantung pada kopi kalau ngantuk. Kamu itu butuh istirahat, bukan kopi! Sampai kapan kamu akan seperti ini? Kopi tidak akan membantu kamu kalau kamu udah di rumah sakit kayak gini!" ucap Kinan membuat Rafka maupun Nasya menatap Kinan dengan pandangan tidak percaya. Sangat jarang Kinan berbicara sepanjang ini pada Rafka.

"Emang bukan kopi yang membantu saya sekarang Kin, tapi Daffa, dokter sama kamu yang sekarang disini," ucap Rafka menatap Kinan dengan tersenyum.

Dia menyukai Kinan yang bukan mendiami dirinya lagi.

"Rafka!!"

"Apa Kin?"

Kinan meremas kedua tangannya. Seperti biasa, Rafka tidak akan bisa di ajak untuk bicara serius.

"Ya udah, aku pulang. Noh, minta bantuan sama dokter dan Daffa," ucap Kinan membuat Rafka kelabakan ketika Kinan mulai berbalik akan keluar dari bilik.

"Kiin, jangan gitu ah. Masak Daffa yang ngantar saya pulang pakai ambulance Kin? Nanti disangka saya meninggal sama orang komplek," ucap Rafka membuat Kinan berbalik.

"Kan gak harus pakai ambulance," ucap Kinan kesal sendiri setelah mendengar ucapan Rafka.

"Tadi Daffanya kesini pakai ambulance Kin, otomatis nanti dia ngantar saya pakai ambulance juga," ucap Rafka lagi.

Nasya yang mendengar perdebatan kecil antara kakaknya dan Rafka hanya bisa terkikik kecil. Memang selalu begini, kakaknya dan Rafka memang tidak bisa akur.

"Ntar aku bilang ke Daffa pesanin Taksi," ucap Kinan lalu kembali membalikkan badannya hendak pergi dari bilik Rafka.

"Kiin, kamu seriusan?" tanya Rafka yang langsung bangkit dari tidurnya karena tidak ingin ditinggalkan begitu saja.

"Aduuuh," Rafka meringis memegangi lengannya yang terluka ketika merasakan pedih pada lukanya.

Kinan menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap Rafka yang membalas dengan menyengir menatap Kinan. Hal yang sukses membuat Kinan menghentikan langkahnya untuk pergi.

"Sebulan ini, aku akan memblacklist kamu dari pengunjung kafe, gak ada kopi-kopian," ucap Kinan menatap Rafka, langkahnya telah kembali masuk kedalam bilik.

"Yah, kok gitu?"

"Kalau ngantuk ya tidur, bukan kopi."

"Kafe kamu kan gak hanya jual kopi Kin, gimana kalau aku mau coklat, atau minuman yang segar-segar?" tanya Rafka mencari pembelaan.

Kinan menghela nafas, melipat kedua tangannya didepan dada, menatap Rafka dengan penuh kesabaran.

"Blacklist dari pemesan kopi."

"Nah, itu gak papa. Saya masih bisa jemput kamu ke kafe," ucap Rafka tersenyum senang.

"Jemput pakai apa?" tanya Kinan menaikkan alisnya pada Rafka.

"Ya pakai mobil," ucap Rafka.

Mendadak Kinan tersenyum tipis, "Mobil kamu aja masuk bengkel," ucap Kinan lalu berbalik dan kali ini benar-benar keluar dari bilik Rafka, Nasya yang mendengar ucapan Kinan ikut tertawa pelan. Entah apa yang akan terjadi antara Mbak dan Masnya itu di masa depan.

Detak Rasa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang