Semua berawal dari 'Rasa'.
Yang akan membawa diri jatuh kedalam suatu hal yang membuat nyaman, hingga lupa bahwa 'Rasa' itu seharusnya tak perlu ada. Karena 'Rasa' dapat membuat diri terbang dan jatuh dalam waktu yang bersamaan.
Menunggu waktu, hi...
"Pada akhirnya, Senja akan pamit. Meninggalkan jejak yang akan selalu dikenang sang penikmat."
-Detak Rasa-
Mobil yang dikendarai oleh Rayhan memasuki pekarangan rumah, tampak Mamanya telah berdiri di depan pintu menunggu kedatangan mereka.
"Kenapa malam sekali pulangnya?" tanya Frida menatap Hannah khawatir.
Hannah hanya tersenyum, lalu masuk kedalam rumah setelah menyamali tangan Mamanya.
"Ada apa?" tanya Frida beralih pada Rayhan yang kini tengah mengendong Syira.
"Tidak ada apa-apa Ma, kami pulang dengan selamat kok," ucap Rayhan tersenyum menenangkan.
Akhirnya Frida mengangguk, walaupun ada banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan. Tapi sepertinya saat ini kurang tepat mengingat di ruang tamu sedang ada orang yang kini tengah menunggu kedatangan mereka.
Rayhanpun masuk, mengangguk singkat pada Imran yang menatap dirinya.
"Saya izin keatas dulu Om dan Tante," ucap Rayhan sambil menunduk singkat ke arah orang tua Rayhan. Kompak mereka mengangguk sekilas mempersilahkan.
Sebelum Rayhan meninggalkan ruang tamu itu dia menatap Hannah sekilas yang duduk disamping Papanya sambil menunduk. Sebenarnya dia juga tidak tega mendesak Hannah seperti tadi, hanya saja waktu bagi Hannah berpikir sudah melewati batas. Adiknya itu harus segera membuat keputusan agar keluarga Imran tidak berada di posisi yang membingungkan.
Setelah meletakkan Syira di tempat tidur, Rayhan pun segera mandi. Badannya sudah lengket seharian karena keringat, dia ingin menyegarkan tubuhnya sebelum ikut nimbrung bersama keluarga Imran. Walaupun sebenarnya dia juga penasaran dengan keputusan yang di ambil oleh Hannah.
Menerima ataupun tidak lamaran dari Imran, itu adalah haknya Hannah. Rayhan tidak memaksakan adiknya itu untuk menerima, hanya saja dia tau mana yang terbaik untuk adiknya itu.
Dan siapa lelaki yang tengah dekat dengan adiknya? Jikapun Hannah menolak lamaran Imran, mungkin Rayhan akan turun tangan langsung untuk mencari tahu siapa lelaki yang membuat Hannah menolak lamaran Imran. Dia harus memastikan kalau adiknya mendapatkan lelaki yang baik. (🔑 untuk)
Belum selesai mandi, suara tangisan Syira membuat Rayhan segera menyelesaikan mandinya. Dia bergegas keluar kamar mandi, dan mendekat ke arah Syira. Membawa gadis kecil itu pada pangkuannya.
"Anak Papa lapar?" tanya Rayhan yang hanya mendapat pandangan sayu khas bangun tidur dari Syira.
"Bentar ya, Papa mau shalat Isya dulu. Kamu mainin ini aja ya," ucap Rayhan sambil menyerahkan gantungan boneka, mainan yang diberikan oleh Kinan di kafe tadi.
Sesaat dia memandang gantungan itu, masih penasaran dengan pemilik gantungan itu, karena dia tidak pernah melihat Hannah punya gantungan boneka. Setelah Syira mulai sibuk dengan gantungan boneka itu, barulah Rayhan langsung melaksanakan shalat Isya di kamarnya.
Usai melaksanakan shalat Isya, Rayhanpun keluar dari kamarnya. Bertepatan dengan kedatangan Frida yang tengah menuju kamarnya.
"Ayo kebawah, kita makan bersama," ajak Frida membuat Rayhan mengikuti langkah kaki Mamanya itu menuruni tangga, lalu berjalan menuju ruang makan. Disana keluarga Imran tampak menunggu kehadirannya.
Rayhan ikut duduk, Fridapun mengambil alih Syira dari pangkuannya.
"Syira biar Mama yang suapin," ucap Mamanya ketika Syira telah berpindah tangan ke gendongan Frida.
Rayhan mengangguk.
Setelah jamuan makan malam di buka oleh Syamsul, mereka menikmati makan malam. Tampak Syamsul dan Ayah Imran saling berbicara tentang perusahaan mereka, sedangkan Frida dan Mama Imran tampak tengah menggoda Syira yang sedang makan. Kini dirinya, Imran dan Hannah hanya saling diam menikmati makan malam.
Rayhan memutar kepalanya melirik Hannah, lalu melirik pada Imran. Berusaha menebak apa yang telah terjadi di ruang tamu tadi saat dia tidak ada disana.
Melihat Hannah yang memakan makan malamnya dalam diam, bolehkah Rayhan mengambil kesimpulan kalau adiknya itu telah menolak lamaran Imran?
🕊️🕊️🕊️
"Kamu ini masih sakit kenapa masih keluyuran di kafe?"
Kinan memutar bola matanya, entah mengapa lelaki didepannya itu bisa singgah ke kafenya malam-malam begini.
"Kamu juga ngapain ke kafe malam-malam gini?" tanya Kinan tak mau kalah.
"Lah emang gak boleh? Saya kan mau mesan kopi Kin, malam-malam gini suka ngantuk bawa mobil kalau gak minum kopi," ucap Rafka sambil sesekali menyesap kopi yang tadi dia pesan di kafe.
Kinan terdiam, padahal tadi dia sudah menelepon Pak Ahmad untuk meminta dijemput. Tapi Rafka yang tiba-tiba datang dan memaksa untuk pulang bersamanya membuat Kinan hanya bisa menurut ketika Rafka meminta Pak Ahmad untuk putar balik. Hanya Pak Ahmad lah yang bisa dia harapkan untuk bisa sampai ke rumah, jika Pak Ahmad di suruh putar balik, bagaimana caranya dia pulang kalau tidak menerima dengan paksa tawaran dari Rafka?
Jangan lupakan kalau dirinya masih mendiamkan Rafka sampai saat ini, dia masih belum berdamai dengan Rafka. Biarkan itu menjadi pelajaran untuk lelaki didepannya itu agar tidak jahil lagi.
"Lah emang gak boleh pemilik kafe ke kafenya sendiri?" Balas Kinan lagi.
Terdengar Rafka menghela nafas.
"Iya deh, terserah kamu. Yang penting jangan sampai itu kaki kebentur," ucap Rafka mengalah, entah mengapa semenjak insiden Kinan yang masuk kolam dan sampai sekarang Kinan mendiaminya, membuat sedikit-banyaknya sikap Rafka berubah. Lebih perhatian, tidak mau menjahili Kinan lagi dan kini lebih penurut. Melihat perubahan sikap Rafka membuat jiwa Kinan yang jahil bergejolak ingin lebih lama mendiamkan lelaki itu. Ingin menyaksikan perubahan apa yang akan terjadi pada Rafka kedepan.
"Kalau kebentur lagi gimana?" pancing Kinan.
Rafka menatap Kinan melalui kaca spion, "Kamu ingin menambah rasa bersalah saya Kin?" tanya Rafka lalu kembali fokus pada jalanan di depan. (🔑 sukses)
Kinan tergelak pelan, lalu menatap salah satu kakinya yang sedang di perban. Kata dokter dua hari lagi perban pada kakinya sudah boleh dilepas, dan dia sudah boleh memijakkan kakinya ke lantai.
"Papa kamu bilang kalau besok sore dia akan keluar kota sama Pak Ahmad karena urusan kantor, jadi Papa minta Saya buat ngantar kamu ke rumah sakit lusa," ucap Rafka.
"Kalau kamu sibuk, aku bisa naik taksi online," balas Kinan.
"Kin, saya bilang buat ngantarin kamu bukan bilang kalau saya sibuk," ucap Rafka gemas, Kinan selalu punya cara untuk menghindarinya.
Kinan mengangkat bahunya, lalu dia menatap ke arah luar jendela. Entah mengapa tiba-tiba ucapan Hannah tadi sore terngiang-ngiang dibenaknya.
Apa keputusannya sudah benar?
--- A/n:
Assalamualaikum!!
Anggap aja ini pengganti minggu kemaren yang gak update 😉
Vomentnya jangan lupaa 💕
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lagi ada promo nih, yuk dipesan bagi yang belum punyaa 😆 Arfan dan Alman menanti kalian 💕