"Kadang tulisan mampu menyampaikan isi hati daripada lisan, karena bukan hanya mulut yang ikut bertindak, tangan dan mata ikut terlibat."
-Detak Rasa-
"Gimana Kinan?" tanya Zain tak kalah panik berjalan menghampiri Rafka.
"Di dalam Om, lagi diperiksa," ucap Rafka sambil menunjuk ruang periksa Kinan.
Rafka kira Zain akan ikut masuk kedalam, ternyata Zain malah mendudukkan badannya disamping Rafka. Membuat Rafka menoleh pada lelaki yang berumur itu sesaat kemudian ikut mendudukkan badannya dikursi tunggu.
"Gak masuk Om?" tanya Rafka.
"Disini aja, udah ada Nasyakan di dalam?" tanya Zain.
Rafka mengangguk, kemudian mereka berdua sama-sama terdiam beberapa saat.
"Kenapa bisa Kinan masuk kolam malam-malam gini?"
Sepertinya Rafka benar-benar berada dalam masalah besar. Dia menautkan jari kedua tangannya di atas paha, berusaha menguatkan diri menerima keputusan Zain yang akan melarang dirinya untuk bertemu dengan Kinan lagi. Siapa yang rela anak perempuan mereka disakiti sampai masuk rumah sakit begini? Sudah dapat dipastikan Zain tidak akan membukakan pintu rumah lagi untuknya.
Rafka memejamkan matanya kuat, karena dia tau disini memang dirinyalah dalang munculnya masalah yang membuat Kinan terluka. Entah bagaimana tanggapan Zain ketika tau alasan sebenarnya.
"Maaf Om, tadi saya jahilin Kinan dengan Tredi, gak tau kalau ternyata di belakang Kinan ada kolam. Kinan tersandung dan masuk kedalam kolam, pas keluar dari kolam, Kinan nangis megang pergelangan kakinya, sepertinya _" Rafka menghentikan ucapannya, tidak mau mengucapkan hal buruk tersebut.
Zain terdiam, tiba-tiba tangannya terangkat membuat Rafka langsung menunduk memejamkan matanya.
"Maaf, Om!"
Zain kaget dengan reaksi Rafka, lalu tersenyum singkat.
"Sudah, sudah, gak papa. Semoga saja Kinan baik-baik aja," ucap Zain menepuk pelan pundak Rafka.
Rafka membuka matanya, menatap Zain dengan perasaan bersalah. Mungkin dia akan lebih menerima jika Zain marah. Mendapatkan perlakuan seperti ini membuat hatinya semakin tidak tenang, apalagi Kinan yang juga mendiami dirinya bukan memarahinya. Lebih baik dia menerima amukan Kinan daripada kediaman Kinan yang membuat hatinya malah merasa takut.
Takut kehilangan.
Pintu ruangan pemeriksaan Kinan terbuka, tampak Nasya yang mendorong Kinan yang berada di kursi roda keluar dari ruangan.
"Gimana?" tanya Zain menghampiri Nasya dan Kinan.
Rafkapun ikut menghampiri, lalu menatap gadis yang tengah duduk di kursi roda itu. Kinan hanya menunduk. Menolak menoleh padanya yang berdiri tepat didepan gadis itu.
"Tulang pergelangan kaki Mbak Kinan ada yang retak tapi gak terlalu parah, sepertinya terantuk pinggiran kolam tadi. Jadi dokter sudah balut sama perban, dan disuruh check up tiga hari lagi," ucap Nasya membuat hati Rafka remuk mendengar penuturan itu. Kejahilannya malah berimbas malapetaka bagi Kinan.
"Juga, ini ada obat yang harus dibeli," ucap Nasya menyerahkan kertas resep obat ke hadapan Rafka.
Rafka mengambil kertas yang disodorkan oleh Nasya padanya. Ada tiga jenis obat yang harus kinan konsumsi. Rafka menoleh pada Kinan, gadis itu hanya menunduk memainkan jari-jarinya. Rafka menghela nafas pelan. Hubungannya dengan Kinan akan berakhir buruk dan dia tidak ingin didiami oleh gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Rasa [END]
SpiritualSemua berawal dari 'Rasa'. Yang akan membawa diri jatuh kedalam suatu hal yang membuat nyaman, hingga lupa bahwa 'Rasa' itu seharusnya tak perlu ada. Karena 'Rasa' dapat membuat diri terbang dan jatuh dalam waktu yang bersamaan. Menunggu waktu, hi...