"Seseorang yang memberikan janji akan kalah dengan yang memberikan bukti."
-Detak Rasa-
Kinan menjatuhkan badannya di kasur, menatap jam yang bertengger di dinding kamar. Pukul sebelas lewat lima menit, dia baru saja selesai membantu Mama dan Mbok Jum membereskan ruangan keluarga yang tadi dipakai untuk makan bersama keluarga Rafka.
Mengingat nama Rafka, membuat Kinan kesal dan ingin memukul wajah lelaki itu seperti dia yang tengah memukul bantalnya saat ini.
Kesal, sangat kesal.
Bagaimana mungkin lelaki itu berani mempermainkan dirinya begitu mudah? Apa ucapan dia yang ingin membawa orangtuanya menemui orangtua Kinan termasuk candaan? Padahal Kinan hampir kehilangan nyawa saat mendengar ucapan lelaki itu.
Kinan menggeleng, mengusir pikirannya yang masih dipenuhi oleh bayangan Rafka saat di meja makan tadi. Lalu, dia mengambil ponselnya yang kebetulan berada disampingnya.
Hannah: "Nana, besok kamu kerja? Aku butuh teman curhat, bisa ketemuan?"
Kinan mengembangkan senyumnya, sahabatnya itu tidak bisa memendam sesuatu, pasti sedikit banyaknya dia akan membaginya pada Kinan, walaupun kadang Kinan tidak mampu memberi solusi atas masalah yang di alami sahabatnya itu. Tapi Hannah tidak mempermasalahkan itu, karena yang dibutuhkan Hannah, perasaan lega karena telah mengeluarkan isi hatinya.
Kinan: "Aku kerja, tapi kamu datang aja ke kafe besok. Aku siap sebagai pendengar."
Hannah: "Oke! Aku akan datang besok. Hari ini aku tak yakin bisa tidur dengan tenang."
Kinan tersenyum, hanya Hannah lah yang memanggil dirinya Nana. Biasanya orang-orang lain akan menggunakan nama pertamanya yaitu 'Aisha' sebagai panggilan. Sedangkan 'Kinan' hanya panggilan oleh keluarganya. Pengecualian dengan Rafka, lelaki yang baru saja datang kerumahnya, biasanya akan memanggil dirinya dengan panggilan 'Kin', dan dia seoranglah yang memanggil Kinan demikian, biasanya Mama dan Papanya memanggil dirinya 'Kinan, Na, atau Nan'.
Sepertinya Kinan perlu memberitahu lelaki itu untuk tidak menggunakan nama tengahnya lagi, karena bagaimanapun juga dia bukanlah anggota keluarga Kinan, dan sepertinya memang tidak akan pernah.
〽️〽️〽️
"Naa.." Hannah memeluk Kinan erat ketika dia baru saja masuk kedalam kafe dan menemukan Kinan yang tengah memainkan ponselnya di salah satu bangku.
"Hannah? Bukannya kamu mau kesini nanti siang?" heran Kinan dengan kehadiran Hannah yang begitu tiba-tiba. Padahal hari baru menunjukkan pukul sembilan. Dan kafenya baru saja dibuka.
"Kelamaan!" ucap Hannah lalu menarik salah satu kursi dan duduk di hadapan Kinan sambil mengambil menu yang memang terletak di meja itu.
Kinan hanya memandang Hannah dalam diam, karena sahabatnya itu masih sibuk memilih-milih menu di tangannya.
"Aku pesan Nasi Goreng Sosis, Cake greentea dan strawberry, puding lava, donat kacang, terus minumannya teh aja deh," ucap Hannah lalu tersenyum menatap Kinan yang melongo.
"Gak sekalian pesan es krimnya? Biar semua jenis menu disini kamu coba," ucap Kinan menatap Hannah tak percaya lalu mengeluarkan catatan kecilnya dan menulis pesanan Hannah.
"Es Krim juga deh, rasa vanila ya. Tapi anterinnya nanti aja, takut meleleh," ucap Hannah sambil menyengir menatap Kinan yang menatapnya dengan pandangan tidak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Rasa [END]
SpiritualSemua berawal dari 'Rasa'. Yang akan membawa diri jatuh kedalam suatu hal yang membuat nyaman, hingga lupa bahwa 'Rasa' itu seharusnya tak perlu ada. Karena 'Rasa' dapat membuat diri terbang dan jatuh dalam waktu yang bersamaan. Menunggu waktu, hi...