Chapter 39

344 7 3
                                    

Langit hari ini begitu mendung. Suasana sangatlah hening. Silvi masih saja berdiri disana, air matanya terus mengalir secara perlahan. Terlihat seorang Ibu yang masih menangis tersedu sedu. Melihat betapa sedihnya Ibu tersebut, Silvi pun langsung berjalan menghampirinya. Silvi mencoba untuk menenangkan Ibu tersebut, tapi Ibu itu tetap menangis.

"Tante Mira yang sabar, ya!" Dia mencoba menguatkannya.

Tapi Bu Mira tetap saja menangis. Silvi saat ini benar benar merasa sangat sedih. Dia tidak bisa berhenti menangis, walaupun dia sudah mencoba sekuat tenaga. Melihat keluarga yang saat ini sedang berduka, membuat Silvi merasa lebih sedih. Terlihat juga seorang Gadis remaja yang masih saja berdiri. Gadis itu sama sedihnya dengan semua orang, bahkan lebih sedih. Silvi pun berdiri, lalu memeluk Gadis itu dengan lembutnya.

"Kamu yang tenang, ya! Pasti Kakak kamu bakal tenang disana."

Silvi tidak menyangka bahwa teman baiknya yang juga telah mengubah dirinya ini, telah pergi meninggal mereka semua untuk selamanya. Silvi benar-benar merasa sangat berduka saat ini. Dia hanya terus memeluk remaja perempuan tersebut. Silvi mencoba untuk merelakan teman baiknya itu, walaupun ia merasa sangat terpukul dengan kabar kepergiannya. Saat ini dia hanya bisa membiarkan keluarga tersebut untuk bersedih, walaupun mereka juga sudah merelakan apa yang terjadi saat ini. Sang Ibu yang masih bersedih atas kepergian anaknya. Sang Adik perempuan yang masih menangis, karena Kakaknya telah pergi. Itulah yang dilihat Silvi saat ini, dan mencoba untuk menguatkan diri.

Walaupun begitu, Silvi sangat berterima kasih padan teman baiknya tersebut. Karena teman baiknya tersebut sudah membuat dirinya menjadi lebih baik. Silvi mengenakan hijab saat ini, karena teman baiknya. Silvi bisa menjadi perempuan yang baik, itu karena temannya yang sangat sholehahnya. Silvi juga bisa berbaikan dengan sahabatnya, itu karena teman yang sangat peduli kepadanya. Silvi sangat berterima kasih atas segala yang telah dilakukan temannya tersebut. Dia hanya berharap temannya itu bisa tenang disisi tuhan yang maha esa.

Ada satu hal yang membuat Silvi merasa penasaran. Kenapa sahabatnya tidak menghadiri pemakaman temannya itu? Dia bisa mengerti, mengapa pria tersebut tidak datang saat ini. Pastinya pria itu sangat terpukul atas kepergian orang yang dicintainya itu.

~~~


Keesokan paginya. Silvi merasa tidak nafsu makan untuk sarapan. Karena masih merasa sangat terpukul atas kejadian kemarin. Untuk menenangkan dirinya, dia memutuskan untuk keluar dan mencari angin segar.

Dia keluar dari kamar kosanya, lalu merasakan angin segar pagi yang sangat dingin. Untungnya Silvi sudah mengenakan jaket yang sudah menghangatkan tubuhnya. Pagi ini sangat dinggin, itu karena kemarin ada hujan yang sangat lebat hingga malam hari. Jadi wajar saja bila pagi ini hawanya cukup dingin sekali.

Terlihat Rangga sedang menghisap rokoknya dan tangannya bertumpu pada pagar pembatas. Silvi memutuskan untuk menghampiri Pria tersebut.

"Elu ngerokok?" tanya Silvi.

"Iya."

Terlihat wajah Rangga sangat murung. Silvi bisa tau apa yang sedang rasakannya saat ini. Dia terus saja menghisap batang rokoknya, hingga mulutnya mengeluarkan asap.

"Sejak kapan Elu ngerokok?"

"Kelas 11 gue mulai ngerokok, tapi gue di suruh berhenti. Karena waktu itu Reihan ngelarang gue buat ngerokok. Alasannya karena dia mengkhawatirkan kesehatan tubuh gue."

"Jadi karena sekarang sekarang Reihan udah pergi. Elu mulai ngerokok lagi."

"Kalo iya, emang kenapa? Elu mau ngelarang gue juga."

Our Secret [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang