Atlas menghentikan motornya di depan rumah bercat putih gading dengan pagar yang tidak terlalu tinggi. Atlas melepas helmnya, menatap laki-laki paruh baya dan wanita yang lebih muda sedang berdiri tersenyum ke arahnya.
Caramel turun dari motor, melepaskan helm dan memberikannya pada Atlas. Gadis itu lalu menghampiri pria dan wanita yang tak lain adalah orang tuanya.
"Ma, Pa," sapa Caramel memeluk bergantian kedua orang tuanya.
"Gimana pamerannya? Betah?" tanya Papa Caramel mengacak rambut anak gadisnya.
Ya, tadi saat melewati alun-alun ternyata di sana tengah ada Pameran membuat Caramel merengek meminta agar singgah sebentar, tapi nyatanya malah keblablasan terus mencoba wahana lainnya sampai malam hari.
Caramel mengangguk, tersenyum dipelukan Papa nya. "Suka banget, aku betah di sana Pa, mungkin kalau Aa gak maksa pulang aku bakal di sana aja." Caramel tersenyum menampilkan deret gigi putihnya.
Papa dan Mama nya saling pandang dan hanya tersenyum mendengar itu.
"Aa maksa kamu pulang 'kan karena ini udah malam Caramel," kata Mamanya mengusap lembut lengan Caramel lalu memandang Atlas yang masih memakai helmnya.
"Eh Atlas mau kemana?" tanya Mama Caramel
"Pulang," jawab Atlas seadanya.
"Ini sudah malam, apa nggak lebih baik kamu makan malam dan nginep disini aja?" tawar Mama Caramel ramah. Tersenyum keibuan ke arah pemuda itu.
"Mama bener, Aa nginep sini aja ya? Iya, kan Pa?" kata Caramel ikut membujuk. Menoleh ke arah Papa nya.
"Mereka bener. Meskipun kamu cowok tapi ini udah malem banget. Lebih baik kamu nginep disini Atlas," sahut Papa Caramel menyetujui.
"Kamu izin sama mama kamu, pasti mama kamu maklumin kok," kata Mama Caramel membuat Atlas melirik ke arah wanita itu.
"Bunda pasti udah nunggu dan aku gak akan biarin Bunda sendirian," kata Atlas membuat Caramel tak terkecuali Papa dan Mama nya merapatkan bibir. Mengerti penolakan halus dari pemuda itu.
Atlas memandang Caramel, Papa dan Mama Caramel yang memandangnya penuh harap.
"Saya pulang, terima kasih. Permisi." Setelah mengucapkan itu Atlas menghidupkan mesin motornya.
Caramel melambaikan tangan kecil, memandang kepergian Atlas dengan perasaan yang sedikit kecewa.
Caramel... Selalu ingin bersama Atlas.
***
Zea berdiri tak tenang di dalam kamarnya, berjalan bolak-balik sambil menimang ponsel. Sesekali melongok keluar jendela kamarnya, mengecek apakah pemuda itu sudah pulang atau belum.
Tadi ia sempat ke rumah Atlas untuk memberikan cheesecake namun ternyata ia hanya bertemu dengan Bunda Atlas saja. Ia juga sempat menunggu disana namun karena malam semakin larut, Bunda Atlas menyuruhnya untuk pulang agar ia bisa tidur lebih awal dan mengatakan jika nanti Atlas pulang Bunda pastikan anak lelakinya itu akan mengiriminya pesan. Zea tidak mungkin membantah.
Sudah hampir jam sepuluh malam tapi Atlas belum juga pulang. Zea menarik kursi belajarnya dan duduk menghadap jendela kamar. Melipat tangannya dan meletakannya di bingkai jendela. Memandang jalanan yang terlihat remang-remang karena lampu yang menancap dipinggir jalan.
Zea memangku dagu, memikirkan Atlas. Kenapa pemuda itu belum pulang hingga sekarang? Bukankah seharusnya pemuda itu sudah sampai duluan mengingat Atlas lebih dulu pulang.
Atlas kemana? Pemuda itu pergi kemana?
Zea menguap, semilir angin malam membuatnya mengantuk lebih cepat karena jendela yang ia biarkan terbuka. Gadis itu terus menguap hingga lama kelamaan matanya menyayu dan tertutup rapat. Gadis itu tanpa sadar tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen FictionJudul Awal: How Would You Feel? Di dunia ini, Zea hanya menginginkan tiga hal. 1. Selalu bersama mama, 2. Bertemu papa dan, 3. Atlas. Kehilangan seorang ayah diusianya yang masih kecil membuat Zea sangat bergantung kepada sang mama. Ia tidak ingin d...