Atlas memasukkan buku dan alat tulis lainnya ke dalam tas. Memakai hoodie dan memasang earphone di kedua telinga lalu berdiri dengan tas yang telah tersampir disalah satu bahunya. Baru saja hendak beranjak pergi, ujung hoodienya ditarik kecil oleh seseorang yang duduk disampingnya.
Atlas menaikan sebelah alisnya dengan wajah yang terlihat tidak bersahabat. Zea yang merasa terintimidasi melepaskan ujung hoodie Atlas yang ia tarik. Menunduk menatap sepatu Atlas.
Hati Zea mencelos saat Atlas memilih meninggalkannya tanpa menjelaskan apapun atas pertengkaran keduanya tadi. Zea benar-benar tidak tahu dirinya telah berbuat salah apa sampai Atlas marah seperti itu kepadanya.
Keduanya memang sering bertengkar, tapi tidak sampai separah kali ini. Biasanya Atlas yang selalu mengalah dan Zea yang selalu tak memperpanjang. Bersikap seakan tidak pernah terjadi apa-apa diantara keduanya.
"Ze."
Zea mendongak. Menatap Mera dan Cantika yang menghampirinya. Bibirnya dipaksa untuk menciptakan senyuman seperti biasanya agar Cantika dan Mera tidak khawatir dan banyak bertanya.
"Atlas pulang duluan?" tanya Mera sembari menghampiri Zea dan menatap Atlas yang telah keluar. Bergabung bersama Rifky dan lainnya yang telah menunggu. Terlihat Rifky menerima sesuatu dari Atlas setelah itu keempatnya beranjak pergi.
Zea mengangguk sembari berdiri. "Ada urusan kayaknya."
Mera menatap Zea heran. "Urusan apa? Emang selain ngurusin lo, dia ngurusin apa lagi?"
Zea mengudarakan tawanya. "Apaan sih, Mer."
"Kalian berantem ya?" tanya Cantika menatap Zea dengan mata memicing.
Bahu Zea menurun mendengar pertanyaan dari Cantika. Kini tak melanjutkan kebohongannya lagi.
"Jadi, kalian bener-bener berantem?" tanya Mera.
Zea menghembuskan napas. "Iya, cuma salah paham kok."
Mera dan Cantika sama-sama diam sebelum akhirnya mengangguk. Ingin bertanya lebih lanjut namun sungkan, maka daripada itu keduanya memilih untuk tidak terlalu ikut campur.
"Yaudah yuk pulang."
Zea meringis saat Cantika meraih tangan dan hendak menariknya membuat kedua temannya terkejut.
"Kenapa, Ze? Gue terlalu kasar nariknya?" tanya Cantika panik namun lebih panik saat mendapati luka bakar di telapak tangan kanan Zea.
"Ze?" Mera menatap Zea khawatir. "Lo gak papa?" tanyanya. "Ini luka bakar 'kan?"
"Lo abis ngapain?" timpal Cantika sembari meraih tangan Zea. Menatap tangan gadis itu yang kemerahan dan tampak melepuh.
Zea diam. Ia juga baru menyadari lukanya. Ini pasti karena tadi ia tanpa sadar merebut rokok Atlas dan meremasnya sebelum ia buang. Zea melakukan itu diluar kendalinya lantaran ada perasaan kesal mendapati Atlas yang merokok.
Dan perihnya baru terasa sekarang. Bahkan kulitnya juga terasa memanas.
"Kita ke UKS." Mera menarik tangan kiri Zea membuat gadis itu mau tidak mau melangkah mengikuti Mera.

KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen FictionJudul Awal: How Would You Feel? Di dunia ini, Zea hanya menginginkan tiga hal. 1. Selalu bersama mama, 2. Bertemu papa dan, 3. Atlas. Kehilangan seorang ayah diusianya yang masih kecil membuat Zea sangat bergantung kepada sang mama. Ia tidak ingin d...