Iridescent | Bagian 6

4.5K 527 28
                                    

Setelah membersihkan diri, Atlas melangkah menuju dapur. Pemuda itu sengaja membuat teh hangat untuk ia bawa ke kamar Bundanya. Dengan nampan di tangan kanan, Atlas membuka pintu kamar bundanya dengan tangan kiri.

"Loh, kenapa belum tidur?" tanya Farah kaget saat Atlas kembali.

Atlas menutup pintu kamar lalu menghampiri bundanya.

"Bunda, kan udah bilang buat langsung tidur."

"Bunda batuk terus," jawab Atlas setelah duduk di samping Farah. Pemuda itu memberikan segelas teh hangat kepada Farah. "Bunda harus banyak minum air hangat biar batuknya reda."

Farah tersenyum hangat. Wanita itu menerima teh hangat dari anaknya lalu menyesapnya pelan setelah itu menyimpannya di atas nakas.

"Besok, kan kamu sekolah. Istirahat sana, Bunda gak papa kok." Farah meraih handuk kecil yang Atlas sampirkan ditengkuknya. Rambut Atlas masih basah lantaran pemuda itu baru saja mandi. "Kebiasaan deh, padahal udah sering bunda bilangin kalau mandi malem jangan keramas." Farah menggosok pelan rambut Atlas dengan handuk agar cepat kering.

"Bunda."

"Iya?" Farah menatap Atlas sesaat sebelum akhirnya kembali fokus menggosok rambut Atlas.

Farah mengerutkan keningnya saat Atlas hanya diam. "Ke kamar gih, tidur."

Atlas menoleh menatap bundanya dengan tatapan sayu. "Atlas tidur setelah Bunda tidur." Padahal bukan itu yang ingin ia katakan. Atlas ingin sekali membawa Bundanya ke Rumah Sakit. Kekhawatiran itu selalu menghampirinya dikala seperti ini. Atlas tidak punya siapa-siapa lagi selain Bunda maka dari itu ia harus selalu menjaga bundanya.

Farah tertawa disertai batuk. Berdeham untuk melegakan sedikit tenggorokannya sebelum mengeluarkan suara. "Yaudah kalau gitu Bunda tidur sekarang, udah ngantuk juga."

Mendapati Atlas yang masih menatapnya khawatir, Farah langsung saja berpindah tempat. Membaringkan diri di tempat tidur membuat Atlas dengan sigap menyelimuti bundanya.

"Udah nih, bunda mau tidur."

Atlas mengangguk pelan. "Atlas tungguin Bunda sampai tidur, nanti Atlas langsung ke kamar."

Kembali, kedua sudut bibir Farah tertarik keatas membuat kerutan halus tercipta didekat sudut matanya. Tangannya terulur untuk mengusap sisi wajah Atlas. "Iya." Setelah mengucapkan itu Farah menarik tangannya. Memejamkan matanya cepat-cepat agar Atlas segera keluar dari kamarnya dan tidur.

***

Zea memasukkan kotak bekal berwarna birunya ke dalam tas setelah itu segera beranjak pergi ke rumah Atlas. Mamanya sudah lebih dulu pergi beberapa menit yang lalu. Disepanjang jalan, Zea tak berhenti tersenyum. suasana hatinya sangat baik pagi ini mengingat tadi malam Atlas meneleponnya dan membalas ucapan selamat malam darinya dengan lembut di akhir pembicaraan.

Sampai di depan rumah Atlas, Zea mendongak, seperti biasa melihat jendela kamar Atlas. Zea mengernyitkan dahi melihat gorden jendela kamar Atlas masih tertutup rapat.

Apa Atlas kesiangan lagi kali ini? Apalagi laki-laki itu pulang larut malam.

Karena rasa penasarannya Zea memutuskan untuk mengintip kecil dari sela-sela gorden jendela depan rumah laki-laki itu yang sedikit terbuka. Ia semakin heran karena lampu rumah masih menyala padahal hari sudah pagi begini. Seperti belum ada yang bangun.

Zea membuka pintu rumah, ia agak terkejut karena itu tidak terkunci. Zea menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. Atlas benar-benar ceroboh, bagaimana kalau rumahnya di masuki maling?

Dengan cepat Zea segera masuk ke dalam rumah, mematikan lampu ruang tamu dan mengecek dapur setelah sebelumnya membuka gorden.

Zea menghembuskan napas saat tak mendapati siapapun di dapur. Memutuskan untuk berbalik ke ruang tamu lalu menaiki undakan tangga di sudut ruangan menuju lantai dua menuju kamar Atlas.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang