Oke sip update lagi!
Zea keluar dari bus dengan terburu-buru. Menjadikan tasnya sebagai payung dan berlari menyeberang jalan menuju gedung sekolah dengan beberapa murid yang turut berlarian seperti dirinya. Padahal masih pagi tapi hujan sudah turun lumayan deras saja.
"Neng-Neng!" Bapak-bapak yang berdiri di pintu bus melambai-lambaikan tangannya. "Neng belum bayar."
Zea yang baru saja sampai di depan pintu gerbang menepuk dahinya. Saking buru-burunya ia sampai lupa membayar ongkos. Dan akhirnya dengan terpaksa ia kembali menyebrangi jalan hanya untuk memberikan uang kepada kenek bus yang tadi memanggilnya.
Setelah membayar, Zea memasuki gerbang sembari menghembuskan napas kasar. Wajahnya cemberut saat menyadari bahwa bagian depan seragamnya lumayan basah. Ia memutuskan untuk menutupi seragam bagian depannya dengan tas lalu melangkah terburu-buru menuju gedung sekolah. Melihat pemuda yang lebih dulu memasuki gedung sekolah membuat mata Zea melebar.
"Daffaa!" Zea berteriak dengan suara yang terdengar merengek.
Daffa yang tengah sibuk menyibak-nyibakan sisa air hujan di bahunya mendongak, tersenyum menatap Zea yang berlari menghampirinya. Diikuti oleh Ben dan Rifky yang sama-sama baru memasuki gedung sekolah dengan berlarian menerobos hujan.
"Kenapa dah itu muka kusut amat?" tanya Daffa setelah Zea berada dihadapannya.
Pemuda itu menyempatkan diri menarik hidung Zea membuat gadis itu menjauhkan kepalanya dan memberengut sebal.
"Pinjem jaket," pinta Zea.
"Dingin anjir, gue juga butuh Ze," balas Daffa sembari memeluk tubuhnya sendiri.
Zea memukul lengan Daffa membuat pemuda itu meringis dan mengusap bagian yang Zea pukul. "Cepetan, gue maksa."
"Nih, pake punya Aa Ben aja." Ben memberikan hoodie nya kepada Zea dengan tampang bak pahlawan.
"Pake Ze Pake." Rifky mengambil hoodie Ben lalu menyampirkannya pada kepala Zea membuat gadis itu berdecak. "Dia udah sering kehujanan demi ngasih hoodie ke cewek-ceweknya, udah pake aja Ze." Lanjut Rifky yang langsung mendapat jitakan pelan dari Ben tepat di kepala cowok itu.
Zea tertawa ketika Rifky mengaduh lebay dengan bibir maju bersungut-sungut tak terima. Kemudian memakai Hoodie abu-abu oversize milik Ben dibantu Daffa yang memegangi tasnya.
"Udah?" Tanya Daffa perhatian.
Zea mengangguk saja, sibuk memakai tasnya kembali. Tapi sedetik kemudian jadi memekik kecil ketika mendengar bunyi guntur bersamaan dengan hujan yang semakin deras.
Gadis itu menghembuskan napas berat, mendongak menatap langit yang ditutupi mendung bahkan sejak subuh. Gelap, tidak ada matahari, dingin, seolah mewakili perasaan Zea pagi ini. Ia jadi tak punya semangat menjalani hari karena memikirkan Atlas yang juga sedang kehilangan semangatnya. Dari kemarin mengurung diri, tidak mau bertemu siapapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen FictionJudul Awal: How Would You Feel? Di dunia ini, Zea hanya menginginkan tiga hal. 1. Selalu bersama mama, 2. Bertemu papa dan, 3. Atlas. Kehilangan seorang ayah diusianya yang masih kecil membuat Zea sangat bergantung kepada sang mama. Ia tidak ingin d...