Kenapa ia tidak menyadari kepergian Atlas? Zea sama sekali tidak mendengar suara motor bahkan tidak melihat Atlas keluar rumah setelah tadi yang ia lakukan hanya berdiam diri didepan jendela kamarnya hanya untuk menatap rumah Atlas.
Zea memutuskan untuk menelpon papa Atlas. Berpikir bahwa Atlas pergi ke sana.
"Hallo, Om." Sapa Zea setelah telepon tersambung.
"Iya Zea?" sahut Aryo diseberang sana. Terdengar suara sendok yang baru saja disimpan diatas piring. Mungkin pria itu tengah makan malam.
"Maaf Om Zea ganggu waktunya malam-malam," ucap Zea tidak enak hati. "Atlas... ada ke rumah Om?" tanyanya.
Tidak ada balasan untuk beberapa detik. "Enggak, Ze. Apa ada masalah?"
Zea menggigit bibir bawahnya gugup. "Atlas... gak ada dirumah, Om."
"Astaga." Aryo tidak akan menanyakan kemana Atlas pergi kepada Zea, karena jika tahu, gadis itu pasti tidak akan menelponnya untuk menanyakan keberadaan Atlas.
"Kalau begitu akan Om cari. Kamu diam saja di rumah, ini sudah malam."
"Tapi, Om--"
"Zea, kamu diam saja di rumah ya? Saya yang akan cari Atlas." Aryo berkata tegas membuat Zea mau tak mau mengiyakan ucapan pria itu.
Sambungan terputus setelah itu. Zea tidak bisa diam. Ia ingin mencari Atlas. Di tengah kebingungannya ia terpikirkan satu tempat yang kemungkinan besar disinggahi Atlas sekarang. Tapi tempat itu terlalu menyeramkan untuk dikunjungi malam hari. Zea menimang-nimang ponsel di tangannya, berjalan mondar-mandir dengan resah. Gadis itu mendadak merasa bimbang, harus kah ia kesana sekarang juga? atau menunggu saja hingga Atlas pulang?
Zea berdecak, setelah dipikir-pikir lebih baik ia menyusul Atlas sekarang, kalau menunggu belum tentu pemuda itu akan pulang. Tidak ingin membuang waktu Zea cepat-cepat kembali ke rumahnya untuk memakai kardigan dan memesan grab car. Mamanya belum pulang dengan alasan lembur saat meneleponnya tadi sore.
Setelah mendapati grab carnya berada di depan gerbang rumah. Ia cepat-cepat keluar rumah dan masuk ke dalam mobil. Dalam hati berusaha tak mengindahkan rasa takut soal tempat yang kan ia tuju.
"Neng, ini alamat tujuannya benar ke pemakaman?" tanya sopir sembari melajukan mobilnya.
Zea mengangguk pelan. "Iya Pak."
"Mau apa Neng malam-malam ke pemakaman?"
Zea menggaruk kening dengan jari telunjuknya. Bingung harus menjawab apa, meski akhirnya ia hanya tertawa canggung saja menanggapi pertanyaan sopir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Ficțiune adolescențiJudul Awal: How Would You Feel? Di dunia ini, Zea hanya menginginkan tiga hal. 1. Selalu bersama mama, 2. Bertemu papa dan, 3. Atlas. Kehilangan seorang ayah diusianya yang masih kecil membuat Zea sangat bergantung kepada sang mama. Ia tidak ingin d...