Iridescent | Bagian 23

3.9K 359 8
                                    

Gak lama kan?

Kalo kalian rajin voment kan enak😗

Jadi, jangan lupa tekan bintang dan komen nya ya semangatin aku sama Kakia buat ngetik❤

***
Zea mengemasi alat tulis lalu menatap Atlas di sebelahnya yang tengah memakai earphone dan menutup kepalanya dengan tudung hoodie.

"Atlas," panggil Zea pelan membuat Atlas menoleh.

"Hm?" balas Atlas yang entah kenapa malah bikin Zea baper.

"Gue... piket dulu," ucap Zea mencoba bersikap biasa saja.

Atlas menatap Zea sebentar lalu bangkit dari duduknya. "Gue tunggu di parkiran," balas Atlas setelah itu melenggang pergi meninggalkan Zea.

Setelah kepergian Atlas, Mera dan Cantika yang sejak tadi sudah mengamati interaksi keduanya dari bangku mereka pun segera menghampiri Zea.

"Lo pulang bareng Atlas?" tanya Mera dan di angguki oleh Zea sembari tersenyum lebar.

Senyuman ceria itu membuat Mera dan Cantika saling melempar pandang.

"Cieee, kayaknya ada yang udah baikan nihh." Goda Cantika mengedipkan sebelah matanya ke arah Zea.

Mendengar itu Zea hanya tertawa saja. Ia kemudian mengangkat kedua bahunya. "Gatau juga sih, tiba-tiba Atlas ngajak gue balik bareng. Dia tadi juga sempet minta maaf, tapi gue masih bingung aja."

"Ya syukur deh kalau gitu. Semoga setelah ini hubungan kalian membaik," ucap Mera turut lega mendengarnya. Zea mengangguk kecil.

"Kalau gitu kita duluan ya," kata Mera melambai kecil lalu beranjak pergi keluar kelas.

Cantika masih diam di tempat. Gadis itu tak kunjung menyusul Mera kini malah memandangi Zea yang sedang mengambil sapu untuk memulai piketnya.

"Ze," panggil Cantika setelah beberapa detik diam berpikir.

Di belakang kelas Zea menoleh, membalas. "Kenapa?" tanyanya sembari menutup loker panjang tempat menyimpan alat-alat kebersihan kelasnya.

"Selesai-in urusan lo sama Atlas."

Zea diam beberapa saat lalu menatap Cantika tidak mengerti. Cantika terkekeh untuk menutupi keseriusan di dalam ucapannya. Ia tidak boleh terlihat tahu sesuatu tentang yang Atlas sembunyikan.

"Gue gak enak liat muka tembok Atlas makin rata," ucap Cantika membuat Zea tertawa.

"Yoi, tenang aja. Cuma masalah kecil kok." balas Zea.

Cantika mengangguk, tidak ingin terlalu ikut campur meski ucapan Zea yang menyebutkan 'cuma masalah kecil' itu menganggu pikirannya.

"Yaudah gue duluan ya. Semangat membabu nya. Bye!" ujar Cantika melangkah keluar kelas sembari melambaikan tangannya.

Zea menghela napas, mulai menyapu dua jajar bangku di dalam kelasnya. Hanya butuh waktu sepuluh menit dua jajaran bangku itu bersih tanpa sampah.

"Gue udah ya," ucap Zea lalu menyimpan sapu di tempat nya kembali. "Zani! Gak usah nagih gue buat denda gak piket ya. Lo udah menyaksikan sendiri kalo gue hari ini piket." ancam Zea mengingatkan gadis yang berdiri di depan pintu dengan tangan terlipat di dada yang notabenenya adalah seksi kebersihan di kelasnya.

Zani memutar bola matanya malas. "IYE!" balas Zani malah ngegas.

Bukannya tersinggung, Zea malah menyibakkan rambutnya lalu mengeluarkan kaca di dalam saku seragam. Memastikan jika di matanya tidak ada kotoran.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang