ea melepaskan pegangan dari kaos Atlas lalu menghampiri Mera dan Cantika. Sedangkan Atlas menutup payungnya setelah itu menggosok rambutnya yang terkena cipratan air hujan.
Atlas menatap Zea sesaat sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk lebih dulu ke dalam rumah. Zea melirik Atlas, memastikan cowok itu sudah masuk ke dalam. Gadis itu menarik napas lalu menjerit heboh sembari mengibasi wajahnya yang sangat panas.
"Sumpah gue gerah," ucap Zea mengibasi wajahnya lebih cepat dengan tangan.
Cantika dan Mera tertawa di buatnya. "Sumpah ya, lo sama Atlas tuh cocok banget!" Seru Cantika gemas dan di angguki oleh Mera.
"Iya dong," balas Zea sombong lalu tertawa.
Sedangkan di sisi lain, Atlas memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana sembari melangkah menghampiri teman-temannya di ruang tamu.
Daffa, Roland dan Ben tengah asik bermain game online bersama sedangkan Rifky terlihat sibuk men-charger handphone nya di colokan sebelah televisi.
Mata Atlas tak sengaja menangkap parsel buah di atas meja, menghampirinya sembari mengernyit heran. Kenapa teman-temannya membawa parsel buah?
"Siapa yang beli parsel?" tanyanya.
"Oh, gue." Jawab Ben.
Setelah mendapatkan jawaban Atlas memilih untuk tidak peduli lalu memutuskan untuk pergi ke kamarnya saat mendapati panggilan masuk.
Zea yang baru saja masuk bersama Mera dan Cantika memperhatikan Atlas yang menaiki undakan tangga menuju lantai atas. Mungkin cowok itu akan ke kamarnya.
"Gue ke atas dulu ya," ucap Zea membuat Cantika dan Mera mengangguk.
Zea sedikit berlari menaiki undakan tangga menuju kamar Atlas. Zea menarik napasnya saat mendapati Atlas baru saja masuk ke dalam kamarnya lalu cepat-cepat melangkah menyusul cowok itu.
Atlas tidak mengangkat telepon yang masuk, namun ada satu pesan masuk setelah itu. Terdiam sesaat. Baru saja ingin membalas pesan dari Papanya, namun urung saat mendapati Zea masuk begitu saja ke dalam kamarnya.
Atlas balikan tubuhnya lalu menatap Zea dengan tampang bertanya. Ada apa?
"Kenapa ke sini?" tanya Zea sembari menghampiri Atlas, berdiri tepat di hadapan cowok itu.
Atlas menggelengkan kepalanya. "Mau simpen handphone," ucapnya lalu menyimpan handphone di atas nakas setelah sebelumnya mengacungkan benda pipih itu.
Zea mengangguk-anggukan kepalanya. "Yaudah, ke bawah yuk?" ajak Zea membuat Atlas mengangguk saja.
Zea menarik kedua sudut bibirnya.. Menerbitkan senyuman di bibirnya lalu berbalik melangkah keluar kamar. Sedangkan Atlas mengikuti langkah gadis itu.
"Lagi ngapain, Can?" tanya Zea sembari menuruni undakan tangga melihat Cantika sibuk mengeluarkan sesuatu dari ransel di ruang tamu sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen FictionJudul Awal: How Would You Feel? Di dunia ini, Zea hanya menginginkan tiga hal. 1. Selalu bersama mama, 2. Bertemu papa dan, 3. Atlas. Kehilangan seorang ayah diusianya yang masih kecil membuat Zea sangat bergantung kepada sang mama. Ia tidak ingin d...