Zea Kumari, gadis yang memakai seragam putih abu lengkap dengan kardigan berwarna peach itu keluar dari rumah. Melangkah dengan semangat menuju rumah yang tepat berada dihadapan rumahnya. Hanya terhalang jalanan kompleks yang kini masih terlihat lenggang.
Seperti biasa, gadis itu akan bersama Atlas. Cowok pendiam yang telah menjadi tetangga sekaligus teman dari kecil. Juga, menjadi sosok yang spesial untuk Zea.
Zea berhenti berjalan tepat didepan rumah Atlas. Gadis itu tidak akan langsung masuk tapi memilih berdiri disana. Menatap jam tangan berwarna putih yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Bibirnya menciptakan senyum lalu mulai berhitung mundur.
"Lima... empat... tiga... dua... satu!" Zea mengangkat pandangan. Menatap pintu berwarna cokelat yang masih tertutup itu.
Mengernyitkan dahi. Jarang sekali hitungannya meleset. Biasanya tepat setelah Zea mengucapkan kata satu, Atlas pasti akan keluar tapi pagi ini tidak. Gadis dengan rambut panjang bergelombang itu mendongak menatap jendela kamar Atlas. Masih tertutup rapat.
Merasa ada yang tidak beres Zea cepat-cepat melangkahkan kakinya menuju pintu. Memekik terkejut saat dirinya membuka pintu.
"Yaampun!"
"Astaga!"
Kunci mobil terjatuh. Zea cepat-cepat mengambilnya lalu memberikannya kepada sang pemilik.
"Tante--"
"Zea, Tante buru-buru banget. Tante udah coba bangunin Atlas tapi dia gak bangun-bangun. Tante minta tolong ya sama kamu."
Tanpa menunggu jawaban dari Zea. Farah- Bunda Atlas- wanita paruh baya yang berprofesi sebagai Dokter itu langsung saja melangkah menuju mobilnya.
Tersadar. Zea cepat-cepat masuk ke dalam rumah dan berlari menaiki undakan tangga untuk sampai di kamar Atlas. Zea membuka pintu kamar lalu menatap cowok yang masih terlelap itu dengan tidak habis pikir. Bisa-bisanya Atlas masih melalang buana dalam mimpi sedangkan dirinya telah rapi dan menunggu cowok itu. Tahu begini ia tidak akan menunggu, tapi langsung membangunkan cowok itu.
Zea menarik napasnya dalam-dalam. Menghembuskan-nya lalu, "ATLAS!"
***
Pagi ini lapangan SMA Pradipta Jakarta nampak masih ramai. Meski waktu sudah menunjukan jam delapan lebih tapi masih banyak sekali siswa-siswi yang berkeliaran di tengah lapangan maupun koridor kelas.
Mereka seakan sengaja melakukannya hanya demi melihat sekelompok cowok tampan sedang menjalankan hukuman di tengah lapangan karena datang terlambat, tidak peduli meski bel sudah berbunyi beberapa menit yang lalu.
Kapan lagi bisa melihat cowok-cowok ganteng di sekolah mereka di hukum bersama seperti itu, kan? Ibarat kata cuci mata. Namun, yang membuat kumpulan cowok itu jadi pusat perhatian dengan tatapan iri dari para siswi adalah dengan adanya Zea Kumari, satu-satunya perempuan yang ikut di hukum diantara empat cowok itu.
Bagi mereka, mungkin Zea adalah cewek terberuntung sejagat raya, tapi bagi Zea, itu pendapat yang berlebihan. Sangat berlebihan!Jika para siswi, para dede gemes dan para senior di sekolah selalu bertanya-tanya apakah di masa lalu Zea pernah menyelamatkan empat negara sampai-sampai di kelilingi empat cowok ganteng itu, maka Zea selalu bertanya dalam hati. Sebenarnya, Zea tuh punya dosa apa sih di masa lalu?!

KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Ficção AdolescenteJudul Awal: How Would You Feel? Di dunia ini, Zea hanya menginginkan tiga hal. 1. Selalu bersama mama, 2. Bertemu papa dan, 3. Atlas. Kehilangan seorang ayah diusianya yang masih kecil membuat Zea sangat bergantung kepada sang mama. Ia tidak ingin d...