Cantika melambaikan tangannya saat Ben menyadari kedatangannya dilapangan. Ia mengangguk saat Ben mengisyaratkan agar dirinya menunggu, sedangkan pemuda yang kini memakai baju olahraga itu kembali melanjutkan permainan futsal bersama beberapa teman sekelasnya.
Cantika duduk di bangku besi yang ada ditepi lapangan lalu menyimpan paper bag kecil dan keresek yang berisi tiga botol air mineral disampingnya.
Padahal Cantika baru saja duduk, namun sebuah bola sudah membentur sisi kepalanya lumayan keras membuat gadis itu memekik karena sakit sekaligus terkejut.
Si pelaku membulatkan matanya. Rifky yang sejak tadi asik mencoba memasukan bola ke ring basket dengan cepat berlari menghampiri Cantika.
"Sori, sori, Can. Lo gak papa 'kan?" tanya Rifky sembari memeriksa kepala Cantika dengan panik.
Ben yang hendak menendang bola urung karena mendengar pekikan Cantika. Pemuda itu meninggalkan bola dan segera memastikan keadaan gadis itu.
Ben menyingkirkan Rifky yang tengah memeriksa kepala Cantika. "Lo gak papa?" tanyanya sembari membungkukkan tubuh agar bisa menatap wajah Cantika karena gadis itu menunduk.
Cantika belum menjawab karena masih merasakan pusing akibat bola yang membentur kepalanya cukup keras.
"Lo gimana sih?!" Ben menegakkan tubuhnya sembari berbalik badan menatap Rifky yang berdiri dibelakangnya. "Kalau gak bisa maen yaudah diem."
"Gue gak sengaja, siapa suruh Cantika duduk disini coba, jadi kena bola nyasar gue 'kan?"
Ben memukul kepala belakang Rifky sampai pemuda itu meringis. "Ini 'kan kursi penonton. Kalau Cantika gak duduk disini, dia duduk dimana? Ring basket?!" tanya Benardi kesal.
Daffa yang baru saja menghampiri ketiganya tertawa pelan. Pemuda itu merangkul Rifky yang tengah mengusap kepala belakangnya.
"Udah salah, ngeles lagi lo!" kelakar Daffa.
Rifky mencibir saja mendengar itu. "Iya-iya gue salah," akunya. "Can, lo gak papa 'kan?" tanya Rifky. "Perlu gue anter ke Rumah Sakit?" tanyanya lagi kini sembari melotot kepada Ben.
Cantika yang sudah tidak terlalu merasa pusing mendongakan kepalanya. Gadis itu berdiri lalu menggelengkan kepalanya setelah itu tertawa membuat ketiga pemuda yang bersamanya mengernyit bingung.
"Kenapa tiba-tiba ketawa?" tanya Daffa. "Jangan-jangan otak lo bermasalah karena kebentur bola?" tanya Ben.
Cantika berhenti tertawa. "Enggak ya!" ucap Cantika tidak menyetujui.
"Terus?"
"Lucu aja tadi liat kalian," jawab Cantika. Sebenarnya tadi juga ia ingin mengomel, namun melihat keributan antara Ben dan Rifky membuatnya tertawa.
Ben menggelengkan kepalanya lalu mengusap kepala Cantika. "Lo beneran gak papa?"
Cantika menyingkirkan tangan Ben dari kepalanya. "Apaan sih, enggaklah, cuma kena bola gitu."
"Meski paling centil, Cantika emang gak lebay," puji Daffa membuat Cantika semakin tersenyum, sayang setuju.
Daffa melepaskan rangkulannya lalu duduk di bangku setelah sebelumnya mengambil satu botol air mineral. "Buat kita 'kan?"
Cantika mengangguk. "Iya." Setelah mengatakan itu Cantika duduk disebelah Daffa lalu mengambil satu botol untuk diberikan kepada Ben. "Nih, minum dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen FictionJudul Awal: How Would You Feel? Di dunia ini, Zea hanya menginginkan tiga hal. 1. Selalu bersama mama, 2. Bertemu papa dan, 3. Atlas. Kehilangan seorang ayah diusianya yang masih kecil membuat Zea sangat bergantung kepada sang mama. Ia tidak ingin d...