"Iya sebentar." Farah membenarkan mantel yang ia pakai sembari melangkah menuju pintu utama rumahnya. Senyum wanita itu mengembang setelah membuka pintu.
"Malam Tante," sapa Zea dan Lilyana - Mama Zea tersenyum saja.
"Tante pikir siapa malem-malem kesini, ayo masuk."
"Zea bilang kamu sakit," ucap Lilyana sembari melangkah bersama memasuki rumah sedangkan Zea dibelakang mengikuti.
"Cuma batuk biasa kok," balas Farah. Ketiganya duduk di sofa ruang tamu rumah Farah.
"Ini, karena Zea bilang teman-temannya bawain kamu buah, jadi aku beli bubur sumsum aja tadi pas pulang kerja." Lilyana meletakkan tote bag kertas berukuran sedang berisi dua thinwall bowl bubur sumsum di meja.
Farah mengucapkan terima kasih pada Lilyana tulus. "Kamu baru pulang kerja?" tanya wanita yang menggunakan hijab itu kemudian.
"Lumayan dari tadi sih, habis bersih-bersih langsung ke sini. Untung deh Far hari ini gak ada lemburan jadi aku bisa jenguk kamu," kata Lilyana menghembuskan napas.
Farah tertawa kecil. "Duh maaf ya, jadi ngerepotin. Harusnya kamu istirahat."
Lilyana mengibaskan tangan di depan wajah. "Enggaklah. Kita 'kan udah tetanggaan dari lama, cuma kayak gini mah nggak ngerepotin sama sekali," ujarnya sembari tertawa.
"Oh ya, keadaan kamu gimana sekarang Far?"
"Alhamdulillah udah mendingan. Masih lemes aja sih tapi palingan juga besok udah seger lagi."
"Alhamdulillah kalau gitu."
Sementara kedua wanita paruh baya yang sudah bertetangga sejak usia muda itu asik mengobrol. Zea yang duduk anteng di sebelah mamanya tak ikut dalam obrolan. Hanyut dalam kesibukannya sendiri memperhatikan sekitar. Mata gadis itu berkeliling ruangan mencari seseorang. Sedari tadi Zea tidak melihat batang hidung pemuda itu. Terlebih lagi pintu kamarnya juga tertutup rapat. Apa dia masih belum pulang dari mengantar Caramel? Jalan-jalan dulu mungkin dengan gadis itu?
"Besok walau udah segeran jangan masuk kerja dulu Far. Istirahat aja biar badan bener-bener Vit dulu." Suara Lilyana membuat Zea tersadar dari lamunannya.
Farah menghembuskan napas berat. "Sebenernya aku mau masuk aja Na, kasian juga pasien-pasien aku pada nunggu. Sebagai dokter kan nggak etis kalau ngebiarin pasien terlalu lama nunggu."
"Memangnya bisa fokus kalo kamu kerja dalam keadaan sakit kayak gini? Apalagi sekali nya kerja kamu tuh lembur mulu. Pagi ke pagi nggak ada istirahatnya," kata Lilyana merasa khawatir membuat bibir pucat Farah tertarik.
Zea mengangguk setuju. "Bener kata Mama. Lebih baik tante istirahat aja dulu besok."
Farah terbatuk kecil sebelum menggeleng pelan. "Enggak papa, ini udah resikonya. Lagian pasien udah pada ngehubungin dari kemaren masa mau di anggurin. Gak profesional dong," katanya sembari tertawa pelan.
Lilyana menghela napas pasrah. Menuruti saja keputusan teman baiknya yang selama bertahun-tahun bertetangga dengan rumah saling berhadapan. Walau sebenarnya khawatir melihat wajah pucat milik Farah yang masih kentara itu.
"Ya udah lah... tapi kalau masih belum pulih jangan maksain diri ya Farah." Wanti-wanti Lilyana. "Kalo soal sarapan besok, nggak usah kamu pikirin. Aku aja yang siapin. Besok aku suruh Zea anterin sarapan kesini, oke?"
Farah lagi-lagi tersenyum dan mengangguk. "Iya. Makasih loh yaa."
Lilyana dan Zea saling pandang, mengangguk dan balas tersenyum.
"Omong-omong.. " Zea menatap Farah yang memperhatikannya. "Atlas mana, Tan? Kok gak keliatan dari tadi?"
"Oh, Atlas ada di kamarnya tuh. Lagi belajar mungkin." Farah menunjuk pintu salah satu ruangan di lantai dua yang terlihat dari ruang tamu dengan dagunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen FictionJudul Awal: How Would You Feel? Di dunia ini, Zea hanya menginginkan tiga hal. 1. Selalu bersama mama, 2. Bertemu papa dan, 3. Atlas. Kehilangan seorang ayah diusianya yang masih kecil membuat Zea sangat bergantung kepada sang mama. Ia tidak ingin d...