Saat itu mata Wendy tidak bisa fokus karna memikirkan banyak hal termasuk kejadian penyiraman kepada Jevan yang setelah ia pikirkan mungkin hal itu cukup akan ia sesali. Bagaimana jika Jevan membuat hidupnya lebih menderita, bagaimana jika Jevan membuat masalah lain dalam hidupnya karna dendam? Pikiran-pikiran buruk itu berkeliling di kepalanya."Ce, lagi mikirin apa?" Tanya Difta yang saat itu tengah mengisap segelas jus jeruk miliknya. Sementara Wendy hanya mengaduk-ngaduk lemonade miliknya.
"Gue ga mikirin apa-apa kok," jawab Wendy mencoba menyembunyikan kegelisahannya. Padahal Difta bisa melihat dengan jelas ekspresi dari stylistnya itu.
"Ce, lo ga perlu mikirin hal-hal yang belum tentu terjadi. Maafin Bang Jevan yah, Ce. Gue tau pasti kelakuan bar-bar dia bikin lo kesusahan bahkan sebelum lo bener-bener kerjasama sama tim kita."
Kata-kata Difta membuat gadis berambut sebahu itu merasa tidak enak. Difta malah mewakili lelaki kurang ajar itu untuk meminta maaf, "ngga kaya yang lo pikirin kok, gue sama Jevan ga punya masalah seberat itu.
"Tapi gue tau, bahkan Bang Jevan belom bener-bener putus sama Kak Eris. Gue sebagai Adek-Adekannya ngerasa ikut bersalah juga," Difta menatap Wendy dengan ekspresi rasa sedihnya. Tapi sungguh Wendy sama sekali tidak menganggap Difta perlu ikut campur dalam urusan pribadinya dengan Jevan.
"Gue beneran ga apa-apa. Dan gue juga udah tau kok kalo Jevan sama pacarnya belum putus. Jangan terlalu khawatir atau ngerasa bersalah, Dif. Ini beneran cuma urusan pribadi gue sama Jevan kok," Wendy membingkai senyum terbaiknya di hadapan sosok yang menurutnya tidak tau apa-apa itu. Walaupun sebenarnya hati gadis itu terasa sangat sesak memikirkan apa yang akan terjadi besok atau lusa.
*****
Jevan tengah terduduk berhadapan dengan sesosok lelaki bertubuh agak gempal. Tidak ada satupun yang bersuara di antara mereka keduanya sama-sama terlihat menahan bibir mereka untuk tidak berkata-kata.
"Apaan nih, berita apalagi ini," tiba-tiba Bijar mengoceh dengan suara pelan namun masih terdengar jelas di telinga lelaki berkacamata itu.
"Jujur aja, lo mau ngapain di sini?" Tanya Jevan yang sekarang mengalihkan atensinya pada lelaki di sebrangnya.
"Menurut lo, apa yang bakal gue omongin?" Lelaki gempal itu balik bertanya, "Jev, lo tau kan apa yang lagi lo lakuin, lo tau kan resikonya?" Bijar terlihat jengah dengan kelakuan teman satu bandnya itu, "sebenernya mau lo apa si? Gue ga ngerti gue ga bisa ngerti cara berpikir lo!" Bentak Bijar membuat Jevan yang sedari tadi memegang ponselnya menaruh benda elektronik itu di atas meja.
"Gue tau apa yang lagi gue lakuin. Dan lo atau siapapun ga usah menggurui gue atau ngasih tau gue sesuatu yang bahkan lo dan mereka sendiri gatau."
"But you are the part of us, how can you being selfish like this?"
"You will never understand, kalo lo dan yang lain masih ga bisa nerima segala hal yang gue lakuin. I'm out," ancam Jevan. Lelaki bangun dari kursi dan pergi membawa hoodie, tas beserta ponsel yang tadi ia taruh di atas meja. Jevan pergi dengan amarah yang dapat terlihat hanyandari sorot matanya. Sepertinya sudah semakin banyak orang yang mengecam hasil dari konferensi pers itu, walaupun sejak awal Jevan tau apa akibat dari perbutannya tapi ia tidak pernah menyangka akan banyak orang yang mendatanginya dan mengguruinya seperti itu. Hal yang paling menyebalkan baginya.
Sementara di tempat lain Bijar terlihat prustasi kepada gitaris dari bandnya itu. Jevan selalu berbuat seenaknya sejak awal, dan Bijar sudah tau tetapi tetap saja, ia tidak bisa menerima kelakuan Jevan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemonade (Jae x Wendy) Completed
FanfictionKayanya gue emang sial ketemu sama lo! - Wendy Tan Gue juga sial ketemu lo - Jevan Ardianto Park Blue Chicken 2020