I Love You

448 90 9
                                    

Wendy sangat terkejut mendengar kata-kata Jevan yang menurutnya agak kurang ajar itu. Lelaki itu sepertinya salah mengartikan apa yang di maksud bertemu dengan orangtuanya bukan untuk melamarnya, melainkan hanya memastikan jika Jevan serius dan tidak main-main seperti Galang.

Sepertinya tidak hanya gadis itu yang terkejut karna Olivia juga sekarang tengah terdiam tidak percaya.

"Tante, aku tau, pasti Wendy udah cerita semua soal hubungan percintaannya sama Tante, aku juga tau Wendy juga pasti cerita semua lukanya ke Tante. Jadi, tolong ijinin aku buat jagain anak Tante satu-satunya ini," Jevan menatap ke arah Wendy dengan sepenuh hati menunjukkan keseriusannya, ia tidak ingin Olivia menemukan celah untuk menolaknya. Seperti biasa, Jevan tidak pernah melepaskan sesuatu setelah ia menginginkannya.

Wendy yang sedari tadi hanya diam dengan tampang tidak percaya kini bangun dari tempat duduknya.

"Jev, kita harus ngomong-"

"Tunggu ... tunggu Nak," Olivia mencegah langkah gadis itu, ibunya menangis, hampir tersedu karna perkataan pemuda itu. Olivia merasakan ketulusan dari setiap kata yang Jevan ungkapkan.

"Biarkan Jevan bicara dulu, Nak. Kasih Jevan kesempatan."

"Tapi Bun-"

"Duduklah, Nak," titah Olivia kepada Wendy sembari mengelus tangan putrinya itu.

Wendy sedari tadi rasanya sudah ingin menyeret Jevan keluar dari rumahnya. Jika lelaki itu bicara sembarangan dan berbicara omong kosong apalagi memberi harapan palsu kepada ibunya, Wendy bersumpah tidak akan tinggal diam.

"Tante, biarin aku ngomong satu hal sama Tante," susul Jevan.

"Bicaralah, Nak," ucap Olivia yang masih mengusap cairan di ujung matanya.

"Aku ..." Suara Jevan tiba-tiba saja bergetar, "aku, punya luka yang sama, kaya Wendy. Karna itu ... biarin aku jagain Wendy," Jevan yang sedari tadi tertunduk, kini menegakkan kepalanya dengan air mata yang terlihat membasahi pipi tirusnya.

Wendy terkesiap, tidak menyangka Jevan bisa menangis di depan ibunya. Tapi Wendy tidak bisa begitu saja percaya, telah sering gadis itu melihat akting murahan Jevan. Dan jika air mata lelaki itu juga hanya sebuah pertunjukkan sungguh sangat keterlaluan.

"Buat keluar dari rumah dan ikatan keluarga ... Aku ... Aku harus rela di jodohin sama cewe yang ga aku suka. Dia juga selingkuh dari aku, Tante, Berkali-kali selama empat tahun terakhir. Jadi aku mohon, aku mohon biarin aku bahagia sama Wendy, aku juga janji bakalan bahagiain anak Tante," Jevan menggenggam tangan wanita tua itu, membuat Olivia semakin menangis menjadi-jadi.

"Baiklah Nak, kalo kamu memang serius, jalanilah apa yang kalian mau. Kalian sudah dewasa dan tau apa yang terbaik untuk kalian. Tante akan bicara sama Ayahnya Wendy nanti."

"Bun, tapi aku-"

"Makasih Tante, makasih buat kebaikan Tante," Jevan memotong suara Wendy tidak memberi kesempatan untuk gadis itu menolak. Jevan pun bisa tersenyum lega dengan air mata yang membasahi pipinya.

*****



"Kamu liatin apa si, By?" Tanya lelaki dengan kemeja putih polos yang tengah terduduk di atas ranjang sambil menyenderkan tubuhnya pada sandaran ranjang.

"Aku lagi mikirin soal Jevan," ucap gadis yang tengah menyesap tehnya sambil menerawang keluar jendela apartmen.

"Kenapa Jevan?" Tanyanya lagi.

"Kayanya Jevan naksir sama cewe itu," Eriska kini membalikkan tubuhnya menatap lurus ke arah Galang yang terlihat bingung. Semua orang tau jika itu hanya akting belaka, untuk apa juga Jevan menyukai gadis bodoh itu. Pikir Galang.

"Sayang, duduk kesini," panggil Galang sambil menepuk spasi di sebelahnya.

Eriska berjalan menghampiri lelaki itu, "kenapa? Kamu punya solusi buat masalah ini?"

Galang mengusap lembut rambut wanita itu, "kamu ga perlu khawatir, aku bakalan bantu kamu buat dapetin Jevan lagi, apapun caranya, sekalipun harus ngilangin cewe itu dari muka bumi ini," lelaki itu menatap Eris dengan penuh perhatian, obsesi dalam dirinya menggebu-gebu. Jangankan hanya seorang Wendy, dunia pun akan ia hadapi asal wanita itu tetap menjadi miliknya.

Eris tersenyum senang, ia merasa bahagia memiliki Galang, lelaki bodoh yang mau ia manfaatkan untuk mendapatkan apapun yang ia mau tanpa harus mengotori tangannya sendiri. Baguslah, akan lebih baik jika gadis murahan itu mati saja. Pikir Eriska.

*****

Setelah pembicaraannya dengan Olivia, Jevan di seret begitu saja menuju hutan belantara yang sedikit jauh dari rumah oleh Wendy, awalnya ia bingung tetapi setelah Jevan sadari gadis itu terlihat akan meledak.

Wendy menyisir rambutnya kebelakang, memejamkan mata dan ekspresinya terlihat kehabisan akal, "kenapa? Kenapa lo lakuin ini apalagi rencana lo?" Tanya Wendy sambil menatap lurus ke arah Jevan.

"Kenapa lo marah?" Tanya Jevan masih tidak mengerti apa kesalahannya.

"KENAPA LO NGOMONG SEMBARANGAN SAMA IBUN!" Wendy berteriak seakan melepas semua amarahnya, sedangkan Jevan terlihat datar-datar saja. Jevan tau akhirnya gadis itu akan meledak, makanya ia tidak memberi kesempatan Wendy bicara saat obrolan tadi.

"Apa kurang jelas semuanya buat lo, Wen? Gue suka sama lo, cinta, like, love. Kenapa lo masih aja marah sama gue?" Tanya Jevan sambil terheran. Rasanya susah sekali bicara pada gadis keras kepala ini.

"Tapi kenapa, kenapa harus gue-"

"Karna gue suka sama lo dari dulu."

"Apa ini masuk akal, lo pernah nyiksa gue beberapa bulan yang lalu bikin gue marah bikin gue nangis bikin gue menderita, sekarang lo bilang lo suka sama gue apa itu masuk akal?"

"Ga ada yang mustahil dalam cinta. Pelan-pelan ngomongnya lo udah kaya rapper."

"Sekarang kasih tau-" cup, kecupan mendarat manis di bibir gadis itu sebelum ia selesai bicara membuat Wendy mematung.

"Gue bakalan cium lo setiap lo ngomong satu kalimat sambil marah."

"Gue-"

Lagi, Jevan mengecup bibir gadis itu.

Wendy menatap Jevan kesal lalu pergi meninggalkan lelaki itu. Tapi sebenarnya detak jantungnya kini tidak dapat ia kendalikan. Wajahnya memerah dan ia tidak ingin Jevan melihatnya. Oleh karna itu Wendy pergi meninggalkan lelaki itu dalam keadaan tersipu.

Begitupun dengan Jevan, ia yang melihat Wendy terlihat salah tingkah karnanya berjingkrak bahagia. Sempurna, pikirnya ketika ia mengetahui jika Olivia adalah ibu dari gadis itu rasanya akan lebih mudah memenangkan hati Wendy dan membuat gadis itu menerimanya sepenuh hati.

Entah sejak kapan benih cinta itu tumbuh di hatinya, Jevan merasa Wendy memang terlihat sangat cantik sejak pertama kali mereka bertemu di Kanada. Oleh karna itu Jevan tidak bisa melupakan wajahnya.

Bersambung ...

Ada yang kangen konflik? Ada yang suka keributan?

Cerita akan update setelah 20+ vote!









Lemonade (Jae x Wendy) CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang