Sepanjang jalan menuju pulang, Jevan dan Wendy hanya terdiam setelah kejadian super canggung yang mereka alami hanya ada suara mobil beserta Radio yang menemani perjalanan mereka.
Jevan berencana mengantarkan gadis itu pulang ke rumah orangtuanya yang terletak di daerah yang tidak terlalu jauh dari Ibu Kota. Karna Wendy bilang jika benar menyukainya bilang saja pada orangtuanya, setelah putusnya ia dan Galang orangtua gadis itu terutama sang Bunda tidak lagi mengijinkan Wendy menjalin hubungan dengan lelaki manapun kecuali dia berniat serius.
Dan Jevan dengan percaya diri segera mengiyakan keinginan Wendy, gadis itu sangat tidak menyangka. Wendy kira lelaki itu hanya iseng saja kepadanya, dan kata-katanya pun ia utarakan karna Wendy yakin Jevan akan menolak, tapi di luar dugaan Jevan memberikan respon yang sangat serius.
Setelah melewati perjalanan yang sedikit unik, mereka melewati kebun pinus untuk sampai ke rumah gadis itu. Sedikit menyeramkan jika pulang sendirian ke rumah itu, jalannya juga berbatu, mereka seperti naik ke sebuah bukit dan udara di sini juga lebih dingin dari Ibu Kota.
Akhirnya mereka sampai ke sebuah rumah, rumah itu berdesain minimalis berinterior kayu dan berbagai tanaman di pekarangannya. Lampu yang remang juga menambah kesan klasik dari rumah yang katanya milik orangtua gadis itu.
"Ayo masuk," ucap Wendy yang tanpa ragu berjalan ke arah rumah itu semenatara Jevan mengekor sambil melihat ke kanan dan kiri.
Aslinya ini rumah di tengah hutan. batin Jevan sambil bergidik ngeri. Heran, bagaimana ibu dan ayah gadis itu betah tinggal terpencil di tempat seperti itu.
"Mau sampe kapan berdiri di situ?" Tanya Wendy yang melihat Jevan masih berdiri sejak keluar dari mobilnya.
Jevan yang mendengar Wendy segera mengekori gadis itu untuk masuk ke dalam rumahnya. Di dalam rumahpun sama, suasana dan interior yang klasik dan lampu temaram membuat suasana hangat rumah itu terasa nyaman.
"Ibunn, Bunn, Wendy pulang," Wendy sedikit berteriak memanggil sang bunda yang sedari mereka datang belum terlihat kehadirannya.
Jevan masih setia berdiri di belakang gadis itu sambil melirik kesana kemari. Kata "wah" dalam hatinya tidak berhenti berteriak. Kagum dan terpesona ya begitulah devinisi dari ekspresi Jevan saat itu.
Hingga sesosok wanita paruh baya muncul dari anak tangga dengan rambut tergelung rapih dan selendang bermotif kotak-kotak menutupi bahunya. Tapi yang membuat Jevan terdiam adalah, wajah wanita itu, wajah yang tidak asing baginya, seakan Jevan sering melihatnya.
"Ehh sayangnya Ibun, sama siapa ini," tanya Wanita itu sambil mendekat, tapi tatapnya juga sama dengan apa yang Jevan lakukan, terlihat heran bahkan wanita itu terdiam selama beberapa saat.
"Bun ini, Jevan, temen aku. Dia rekan kerja aku juga," kata-kata Wendy seolah tidak terdengar oleh keduanya.
"Bun?"
"Ehh hai Jevan, wahh temennya Wendy yang ini tampan sekali. Kamu ada keturunan bulenya yah, Nak?"
"Iya Tante, sedikit," balas Jevan, kikuk.
"Ayo Nak, duduk dulu," ucap ibu dari Wendy itu membuat Jevan akhirnya duduk di kursi ruang tamu, sementara Wendy pergi ke kamarnya untuk sekedar mandi dan berganti pakaian.
"Pasti susah yah mau datang ke sini?" Tanya wanita itu sambil menaruh segelas kopi dan teh ke atas meja setelah beberapa saat yang lalu membuatnya.
"Ngga kok Tante selama tau rutenya," jawab Jevan dengan senyuman canggung.
"Baru kamu loh yang bilang jalan kesini tuh gampang," wanita itu tersenyum sambil menatap ke arah Jevan ramah, "dulu Tante sama Wendy sering pindah-pindah rumah. Ayah Wendy kerjanya selalu pindah-pindah. Waktu Wendy kecil Tante pernah tinggal di Thailand, London, sampai Kanada. Tapi semenjak Wendy masuk SMP, Tante mutusin buat tinggal menetap di Indonesia, kampung halaman Tante."
Kanada, pikir Jevan, rasanya sungguh tidak asing dengan wanita ini.
Jevan mengangguk mendengar cerita ibu dari calon kekasihnya itu,"Tante, aku mau nanya sesuatu boleh?"
Wanita itu mengalihkan atensinya dari seteguk teh yang baru masuk kedalam kerongkongannya.
******
Tidak lama kemudian Wendy keluar dari kamarnya setelah mandi dan berganti pakaian. Wendy melihat pemandangan yang cukup mengherankan, sang bunda dan teman lelakinya itu tengah tertawa dan mengobrol dengan santai seperti kawan lama yang baru bertemu lagi, membuatnya keheranan.
"Kalian ngobrolin apa si asik banget," Tanya Wendy.
"Eh sayang duduk sini," wanita itu menepuk kursi di sebelahnya. Menyuruh anak gadisnya itu duduk.
"Kenapa kalian berdua asik banget?" Wendy menatap sang ibu dan Jevan secara bergantian.
"Nak, kamu inget ga, anak laki-laki yang dulu tinggal di sebelah rumah kita waktu di Kanada, yang selalu Ibun anterin makanan karna Mami sama Papinya sibuk kerja?"
Wendy kebingungan dengan pertanyaan sang ibu. Tentu saja ia mengingatnya, anak itu selalu terlihat terlihat termenung di halaman rumahnya sambil memetik gitar kecil.
"Iyah, aku inget. Tapi kenapa?" Tanya Wendy sambil menatap Jevan. Sementara Jevan yanga tersenyum dan kini tangannya mengambil gelas berisi kopi di atas meja dan meneguknya.
"Ini, Jevan, anak itu. Masa kamu ga inget si? Kamu kan dulu sering ngobrol sama dia kalo Ibun minta kamu nganterin makanan ke rumah Jevan."
"Hah?" Tanya Wendy tidak percaya. Bagaimana bisa anak culun itu berubah tampan begini. Ya Wendy mengakui Jevan tampan dan tinggi, dan kulitnya seputih susu.
"Ibun, jangan bercanda yah. Dulu anak itu culun, pake kacamata terus pendek," Wendy tiba-tiba saja berkata membuat Jevan menatap tajam ke arahnya.
"Ini beneran gue, lo ga inget apa. Tatap gue, liat baik-baik," Jevan kini menaruh gelasnya dan menatap Wendy lamat-lamat.
Tapi Wendy menghindari tatapan lelaki itu khawatir jantungnya berlari keluar dari tempatnya.
"Ibun juga awalnya cuma inget sama senyum nak Jevan yang ga berubah, naluri Ibun kuat ternyata," ucap wanita itu yang kini terlihat meneteskan air mata terharu, "kamu tumbuh dengan baik, Nak," kini tangan Wanita itu menarik tangan Jevan dan mengelusnya lembut, Jevan yang melihat wanita yang dulu sering ia panggil dengan sebutan Nyonya Olivia itu menangis terharu membuat hatinya menghangat. Masih ada orang baik di dunia ini. Batinnya.
Sementara Wendy masih kebingungan dengan keadaan itu. Bagaimana takdir bisa segampang itu mempertemukannya dengan lelaki culun yang sekarang berubah menjadi sangat tampan. Apalagi sekarang mereka bekerja sama, dan yang lebih gilanya lagi, lelaki itu menyukainya. Sungguh mengherankan, apa benar dunia sesempit daun kelor. Pikirnya.
"Tapi Tante, sebenernya kedatangan aku ke sini ga cuma-cuma," iris wanita itu kini menatap serius kepada Jevan. Begitupun Wendy berharap-harap cemas, jangan-jangan lelaki itu serius ingin mengatakan tujuannya langsung kepada sang ibu.
"Ada apa Nak?" Tanya Olivia.
"Aku, mau serius sama Wendy. Aku suka sama anak Tante dari pertama kita ketemu, aku mau ngajak Wendy nikah secepatnya."
Bersambung ...
Akan di update setelah 20+ vote ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemonade (Jae x Wendy) Completed
FanfictionKayanya gue emang sial ketemu sama lo! - Wendy Tan Gue juga sial ketemu lo - Jevan Ardianto Park Blue Chicken 2020