Control Yourself!

427 88 0
                                    


Tidak tau telah tertidur dari kapan, ketika Jevan membuka mata hari sudah gelap, saat lelaki itu melihat ponselnya terlihat lebih dari 30 panggilan masuk dari nomor dengan nickname Eriska.

Jevan merasa masa bodoh dan meninggalkan ponselnya begitu saja di atas kasur sementara tubuhnya beranjak karna tenggorokannya terasa kering.

"Eh, Bang ..." Sapa seseorang dengan senyum yang membuat Jevan meliriknya. Difta kelihatan masih terjaga sementara Wasa telah tertidur di atas sofa.

"Nonton apa lo, sendirian doang?" Tanya Jevan sambil membawa sebotol air putih dan duduk di samping Difta. Jevan meminum minumannya dengan tenang membuat Difta berpikir lelaki yang lebih tua darinya itu memiliki mood yang telah lebih baik.

"Tadi gue liat film setan terus di tinggal sama Wasa. Jadi yaudah gue liat film yang ga serem aja gue juga gatau film apaan."

Jevan cuma ngangguk tanpa menjawab dan menyenderkan tubuhnya pada sofa.

"Bang."

Lelaki yang di panggil langsung mengalihkan pandangannya, "kenapa?" Tanya Jevan.

"Tadi ada Kak Eris kesini, tapi gue usir ..." Jawab Difta ragu-ragu.

"Thanks, gue emang lagi ga pengen ketemu dia," jawaban Jevan membuat Difta melongo. Difta mengira Jevan akan memarahinya, dan sekarang Difta yakin ada yang tidak beres antara mereka berdua tapi anak itu tidak berani bertanya.

"Bijar ga pulang?" Tanya Jevan kini lelaki itu sibuk memakan ciki sisa yang ada di atas meja.

"Gatau, hangout sama Elgi kali," jawab Difta kini tangannya ikut nimbrung ke dalam plastik ciki.

Perut Jevan yang sudah berteriak minta di isi makanan membuat lelaki berperawakan jangkung itu beranjak dari sofa. Ia berpikir untuk keluar sekedar membeli junkfood.

"Jam berapa sekarang?"

"Jam sembilan, Bang."

"Lo mau nitip apa? Gue mau ke Mcd nih," tanya Jevan. Dia sudah biasa pergi ke Mcd dengan outfit super nyantai bahkan bisa di bilang gembel.

"Nitip kentang aja, Bang."

"Cheese burger mau?" Tanya Jevan yang langsung di iyakan oleh Difta. Sebenarnya Difta agak sungkan ingin meminta macam-macam mengingat "abangnya" itu sedang dalam emosi yang labil. Tapi jika di tawari mana mungkin di tolak.

*****

Akhirnya lelaki berkacamata itu pergi sendirian dengan mengendarai mobilnya, ia hanya menggunakan setelan kaus oblong dan celana boxer di padu sendal jepit. Jevan berpikir ia hanya sedang lapar bukan ingin terlihat tampan.

"Sesampainya di restoran cepat saji itu Jevan segera masuk dan memesan. Ia berencana memakan makanannya di tempat Jevan segera duduk setelah mendapatkan yang dia mau.

Ada kentang goreng dan burger di temani cola di atas meja yang siap di lahapnya. Di sekelilingnya terlihat banyak orang yang sedang asik menyantap makanan mereka tetapi tidak sendiri sehingga Jevan berpikir apakah hanya dia yang kesepian di sana.

Jevan menghela nafasnya kasar.

"Mengenaskan sekali gue di sini," rutuknya sambil terus mengunyah burger kesukaannya, tidak buruk juga pikirnya.

Tidak lama dari balik kaca yang sekarang ia pandangi terlihat sesosok gadis berjalan kaki dengan tas tangan yang ia bawa. Tampangnya lesu dan berjalan memasuki tempat yang sama dengannya.

Dari jauh Jevan hanya memandangi gadis itu langkahnya sangat gontai hingga membuat Jevan berpikir gadis itu akan segera jatuh ke lantai.

Dan benar saja, makanan yang dia bawa berceceran ke lantai setelah nampannya terjatuh membuat semua mata melihatnya terkejut termasuk Jevan. Lelaki itu segera bangun dari tempat duduknya dan menghampiri gadis itu.

Jevan segera membangunkan Wendy dari duduknya dan meminta seorang pekerja membersihkan makanan yang jatuh. Tubuh lemas gadis itu ia bawa ke tempat duduknya.

"Lo ga apa-apa?" Tanya Jevan sembari menatap gadis itu.

"Ga usah tanya gue kenapa," sarkas Wendy membuat Jevan terhenyak.

"Biar gue pesenin lo makanan lagi, oke, tunggu di sini-"

"KENAPA LO BERSIKAP KAYA GINI?" tiba-tiba Wendy berteriak hingga seisi ruangan mendengarnya.

Jevan hanya bisa mematung dan menatap gadis itu. Sementara beberapa saat kemudian Wendy berjalan pergi meninggalkan Jevan sendiri yang masih bingung.



Sementara setelah keluar dari restoran gadis itu hanya bisa menangis pilu, rasanya sedih sekali harus melamar pekerjaan ke perusahaan lain padahal ia telah mendapat pekerjaan yang bagus jika bukan karna lelaki bajingan itu.

Wendy merasa kelaparan dan kakinya lemas karna bahkan mulutnya menolak makanan. Dan saat perutnya mulai sakit ia memutuskan untuk membeli junkfood tapi yang ia temui malah laki-laki sialan itu lagi apa salahnya yang terus menerus di ikuti makhluk sialan itu.

"Wendy Tan, lo harus kuat, lo cewe yang kuat okey!" Ucapnya sambil memegangi perut keroncongannya. Rasanya lambungnya sangat sakit hingga melilit.

"Aw ... Ah ... Perut gue," tiba-tiba ulu hatinya terasa perih dan sakit hingga ia memegangi sebuah pagar besi di pinggiran jalan, "kenapa perut gue awh ..." Rasa sakit yang tidak lagi dapat ia tahan berakhir dengan pandangannya yang kabur dan tiba tiba menjadi gelap. Wendy tidak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya ia hanya pasrah.


*****



"Astaga, itu-itu Cece kenapa bang?" Tanya Difta yang terkejut melihat Jevan membawa pulang sesosok gadis mungil yang ia gendong bridal Style dan membawanya masuk ke dalam kamar.

"Telpon Dokter cepet!" Titah Jevan yang langsung di iyakan oleh Difta.

"Wen, sadar Wen," ucap Jevan sambil menepuk-nepuk pipi gadis itu. Wajahnya pucat bahkan terlihat tidak bertenaga sama sekali.

"Dokter udah otw, lagian lo kenapa ga bawa langsung ke rs aja si Bang."

"Gue panik, gue ga bisa mikir, gue takut Wendy kenapa-kenapa."

Habislah, sekarang Jevan benar-benar merasa keadaan Wendy akibat dari ulahnya. Bagaimana jika keadaan Wendy sangat parah, Jevan mungkin akan merasa bersalah selamanya.

Tidak lama kemudian seorang Dokter dari perusahaan datang dan memeriksa keadaan Wendy. Dokter itu bahkan memasan infus ke tangan Wendy membuat Jevan merasa ngilu melihatnya.

"Dok dia ga apa-apa kan?" Tanya Jevan menatap dokter itu penuh harap.

"Wendy baik-baik aja, cuma dia butuh asupan makanan yang cukup dan istirahat. Kayanya dia ga makan seharian dan Maghnya kambuh."

Akhirnya Jevan bisa bernafas lega setelah mengetahui keadaan Wendy yang berstatus sebagai kekasih pura-puranya itu.

"Wen, please, jangan kenapa-napa gue bakalan ngerasa bersalah banget ke lo."

Jevan bicara dalam hati sambil menatap lekat gadis yang tengah pingsan itu.

Bersambung ...

Cerita akan update setelah 15+ vote.

Lemonade (Jae x Wendy) CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang