Sialan

407 68 0
                                    


Wendy gadis itu masih terlihat panik dan bingung dengan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri, yang ada di pikirannya saat itu hanyalah memikirkan kemana mereka membawa lelaki yang baru saja resmi menjadi kekasihnya itu pergi, kemana ia harus mencarinya.

Wendy menangis tersedu sambil mendudukan tubuhnya di atas aspal yang berada tepat di belakang gedung perusahaan, tanpa tau harus melakukan apa, rasanya terlalu membingungkan melihat Jevan di bawa pergi oleh orang berbadan besar itu.

Namun tanpa sengaja mata tajamnya yang telah basah oleh air mata itu melihat sebuah benda elektronik yang tergeletak begitu saja tepat di hadapannya, sejenak gadis itu terdiam hingga ia menyadari siapa pemilik ponsel itu. Wendy langsung mengetahui jika itu ponsel milik Jevan jika di lihat dari ciri-cirinya. Tentu saja Jevan pernah menunjukkan bentuk dari ponselnya yang sama persis.

Tangan gadis itu bergerak perlahan mencoba meraihnya, ponsel dengan pelindung layar yang telah retak mungkin karna tidak sengaja terbanting.

Setelah ia mengecek ponsel itu Wendy menemukan isi percakapan dalam grup berisi semua personel Enam Hari dan dia mengatakan jika akan di bawa oleh pesuruh dari orangtuanya, dan meminta teman-temannya untuk menenangkan Wendy karna dia pasti akan kembali secepat mungkin.

Sebenernya apa yang terjadi sama lo, Jev, rahasia apa yang gue gatau dari lo. Batin Wendy.

*****

Lelaki itu mengerjap, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam netranya, ia sedang dalam posisi terduduk ketika tersadar dari pingsannya Jevan merasakan ngilu di sekitar area leher yang membuatnya sedikit melakukan peregangan dengan menggerakannya ke kiri dan ke kanan.

Setelah benar-benar fokus, mata sipitnya menyadari jika ruangan bernuansa hitam dan putih itu adalah sebuah ruangan yang dulu sempat menjadi tempat tinggalnya.

Tepat sekali dugaannya, pasti semua yang terjadi adalah ulah yang di otaki oleh wanita tua itu. Bagaimana bisa seorang ibu menculik anaknya, ah Jevan baru ingat jika wanita tua itu tidak pernah bersikap seperti seorang ibu, melainkan hanya pemilik dari dirinya.

Tiba-tiba saja pintu terbuka menampakkan sesosok wanita dengan pakaian minimnya membawa segelas air putih di atas nampan seraya tersenyum cerah, bukannya terpesona Jevan malah berdecak melihat perempuan munafik itu kini ada di rumah orangtuanya.

"Babe, kamu udah bangun ternyata," ucapnya sambil berjalan mendekat dan menaruh segelas air itu ke atas nakas yang berada di samping sofa yang tengah Jevan duduki.

"Ngapain lo kesini?" Tanya lelaki itu dingin. Rasanya menyebalkan sekali melihat Eriska duduk di sampingnya.

"Jangan galak-galak Sayang," Eriska meliarkan tangannya ia bermaksud menyentuh pipi Jevan namun dengan kasar Jevan menepis seraya melayangkan tatapan tajamnya ke arah wanita itu.

"Gue tanya ngapain lo ada di sini?" Tanya Jevan sinis namun malah di tanggapi dengan tawa renyah, tidak ada sedikitpun raut kesedihan di wajahnya karna kata-kata sinis mantan kekasihnya itu.

"Karna ini rumah gue nantinya Jevan, rumah kita. Tante Grace yang nyuruh gue kesini buat nemenin lo," Eriska tiba-tiba saja mengapit lengan Jevan membuat rasa jijik Jevan tidak lagi dapat ia tahan.

Jevan mendorong gadis itu kasar, dan melayangkan tatapan penuh emosi ke arahnya, "dasar gatau malu, lo pikir apa hak lo ada di rumah ini! Apa lo pikir gue sudi tinggal sama lo disini? Jangan mimpi!" Bentak Jevan. Ia sangat heran kenapa gadis itu memiliki banyak kepercayaan diri dan masuk ke rumah ini dengan omong kosongnya. Jevan yakin Eriska memiliki senjata yang membuatnya seberani itu.

Lemonade (Jae x Wendy) CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang