Accept Me

430 96 13
                                    

"Wendy?"

"Maafin gue Jev ..."

Tiba-tiba saja gadis itu menoleh dengan mata yang bengkak seperti habis menangis selama berjam-jam. Jevan terkejut karna ternyata dugaannya tepat tapi di sisi lain ia merasa bingung bagaimana Wendy bisa ada di halaman rumahnya sambil menangis.

Jevan segera menghampiri Wendy dan menyamakan posisi tubuhnya. Ia menangkup pipi gadis itu lembut, "Dy lo kenapa, apanya yang sakit kenapa lo nangis di sini?" Tanya Jevan bertubi-tubi sungguh sangat kalut melihat pemandangan di hadapannya.

"Maafin gue Jev ..., maafin gue yang gatau apa-apa tentang lo ...." Wendy terisak dengan air yang deras berjatuhan dari pelupuk matanya.

Jevan menatap Wendy masih dengan tatapan yang bingung, beberapa detik kemudian dengan gentle Jevan segera membawa gadis itu ke dalam pelukannya, "it's okay, lo bisa nangis sampe lo lega," kali itu, tangan Jevan mulai menepuk halus punggung gadis yang sedang terlihat sangat sedih. Apa yang terjadi dengan situasi itu sungguh membingungkan. Untuk pertama kalinya Jevan melihat gadis itu bersikap normal kepadanya tanpa amarah atau kata-kata kasar, sangat aneh. Apakah terjadi sesuatu padanya? Pikir Jevan.

*****

Mereka sekarang tengah berada di sebuah cafe bernuansa casual. Ada seorang penyanyi yang tengah memainkan lagu indie di atas panggung kecil yang tersedia di pojok ruangan, lagu romantis yang tidak sedih akan tetapi raut wajah gadis itu masih di penuhi kabut kesedihan.

Kenapa Dy? Ada apa? Tell me what happen?

Ingin rasanya menjadi frontal seperti apa yang di pikirkan oleh kepalanya. Tetapi mengapa gadis itu tidak bergeming. Dia bahkan tidak menatap Jevan barang sedetikpun sejak mereka memasuki cafe itu. Apa sebenarnya yang Wendy inginkan. Pikirnya.

"Kenapa?" Tanya Jevan, mencoba untuk sekedar melihat Wendy memalingkan wajah kepadanya.

"Gue, gue minta maaf," jawab gadis itu, sialnya dia sama sekali tidak memalingkan wajahnya.

"Kenapa?" Tanya Jevan untuk kedua kalinya.

"Karna ...," Gadis itu menghela nafasnya mencoba menahan isakan yang jelas terdengar, "karna, gue udah salah faham tentang lo."

"Kenapa?" Pertanyaan yang sama untuk ketiga kalinya tapi tetap membuat gadis itu tidak bergeming.

"Gue cuma minta maaf."

"Oke, kalo lo ga bisa cerita alesannya gue bakalan nunggu lo buat cerita sendiri. Mending kita pulang udah malem, gue anterin lo pulang," ucap Jevan yang segera berdiri dari kursinya. Bahkan makanan yang telah ia pesan dengan dua porsi sama persis belum tersentuh sama sekali.

Satu menit, dua menit, bahkan sepuluh menit berlalu gadis keras kepala itu masih memalingkan wajahnya keluar jendela. Benar-benar mulai membuat Jevan jengkel.

Dy, you make me feel confuse. Please look at me!

Jevan mencengkram kemudinya karna merasa kesal, bagaimana bisa gadis itu datang ke rumahnya lalu menangis dan meminta maaf tanpa alasan. Rasanya Jevan merasa sedang di permainkan, apa yang gadis itu inginkan darinya? Membuat Jevan jatuh semakin dalam kepadanya?

Jevan menghentikan mobilnya di bahu jalan, untunglah jalanan Ibu Kota sudah sepi malam itu, hingga tidak ada yang protes karna dirinya tiba-tiba menghentikan mobilnya.

Lemonade (Jae x Wendy) CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang