18|RUANG RAHASIA

988 150 48
                                    

_Please help me find the typo_

Alex mengambil gitar akustiknya, lantas memetik senar dengan perlahan hingga menghasilkan alunan melodi musik yang sangat indah memasuki gendang telinga. Membuat siapapun yang mendengarnya seakan terhipnotis.

Trenggg ....

Semua manusia yang saat ini tengah berlatih langsung terpelonjak kaget, kala mendengar suara crash cymbal yang dipukul dengan keras—begitu menusuk telinga.

"Woi, Arthur! Pelan-pelan, bego!" celetuk Ciko. Jantungnya masih berdebar kencang seperti baru saja terhempas badai topan.

"Tau, nih. Punya temen gobloknya ampe ke ubun-ubun. Kagak bisa di tolerir," sahut Alvin.

"Cih. Sensi banget lo pada. Udah kayak emak-emak lagi pms." Arthur melempar stik drum asal, lalu mengambil satu kaleng minuman soda, kemudian meneguknya hingga ludes.

"Kalo gak bisa main mending diem aja," tukas Neervan yang sedang bermain piano. Tak lupa dengan tatapan datarnya yang sudah mendarah daging.

"Uwadoh, king of sider! Tumben lo ngomong? Suaranya udah brojol, ye?" Arthur menatap Neervan intens. Sementara yang ditatap hanya menampakkan ekspresi lempeng.

"Ya iyalah, orang dia punya mulut. Kalo bukan dipake ngomong, terus dipake apa? Bego banget sih, lo," timbrung Nattan, sewot.

"Ealah, kok lo yang sewot, sih? Mulut si Neervan itu cuma diciptain buat dipake pajangan. Gak lebih."

"Heh, tulang rusuk lo di buat dari pipa rucika, yah? Kok tololnya mengalir sampe jauuuhhh ...! Dung, dung, tak," celetuk Ciko seraya memukul bass drum.

Jrenggg ....

Memetik senar dengan kuat, hingga menimbulkan suara bising yang cukup keras—begitu memekang telinga. Alex lantas melayangkan lirikan tajam.

Hal itu tak luput dari perhatian mereka. Membuat makhluk-makhluk yang tadinya heboh kini terdiam seribu bahasa. "Mampus, dah!" bisik Arthur seraya menyenggol lengan Ciko

Bukan apa-apa, hanya saja jika Alex telah mengeluarkan aura negatifnya, itu berarti moodnya sedang down. Alex tidak akan segan – segan melampiaskan amarahnya kepada siapapun. Bahkan, kepada teman-temannya sekalipun.

"Semua ini salah lo," tuding Alvin pelan—nyaris terdengar seperti sebuah bisikan.

"Lah, kok gue, sih?!" sanggah Arthur, tak terima.

"Diem!" desis Alex penuh penekanan. Seketika Arthur dan Alvin saling pandangan, lantas mengalihkan atensi agar tidak bersirobok dengan Alex.

Sunyi. Itulah kata yang dapat menggambarkan situasi saat ini. Lelaki dengan wristband disebelah tangan kanannya itu menatap mereka satu-persatu dengan tatapan horor, tentu saja hal itu membuat semua sahabat-sahabatnya nervous.

Brak!

Tangan kokohnya menggebrak sebuah meja kayu. "Kalian .... " Menunjuk satu- persatu teman sablengnya. Setelahnya Alex tertawa ngakak. "Yhahaha, anjir payah! Lo pada kagak bisa di ajak becanda, elah!"

ALEXSYA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang